politik

Sudut Pandang DEEP Pelantikan DPRD Kota Depok 2019-2024

Jumat, 6 September 2019 | 09:46 WIB
PENGAMAT : Koordinator Jaringan DEEP Kota Depok, Azzam Rabbani dan Koordinator Hukum dan Advokasi Jaringan DEEP Kota Depok, Suryadi. FOTO : ISTIMEWA   Pelantikan 50 Anggota DPRD Kota Depok periode 2019-2024 beberapa hari lalu menjadi buah bibir warga Depok. Tidak terkecuali bagi lembaga independen yang concern dalam melakukan pengawasan terkait penyelenggaraan Pemilu maupun pemerintah, seperti Jaringan Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Kota Depok. Laporan : Ricky Juliansyah   RADARDEPOK.COM, - Setelah Tahapan Pemilu Legislatif 2019 selesai, tanggal 03 September 2019 sejumlah 50 Anggota DPRD Kota Depok telah dilantik di Gedung DPRD Kota Depok dan resmi menjadi anggota DPRD Kota Depok. Tahapan yang begitu panjang dan proses lama baik itu adanya sengketa pemilu antar peserta pemilu maupun penyelenggara pemilu. Setelah dilantik maka DPRD Kota Depok yang telah ditetapkan wajib menjalankan janji-janji pada saat kampanye. “Jangan hanya sekedar janji saat kampanye saja, akan tetapi harus direalisasikan janji-janji tersebut,” tutur  Koordinator Hukum dan Advokasi Jaringan DEEP Kota Depok, Suryadi. Banyak wajah-wajah baru yang menduduki kursi DPRD Kota Depok, wajah baru menyegarkan meski tak menentukan. Artinya wajah-wajah baru harus mengetahui tupoksinya sebagai anggota DPRD, apalagi nanti setelah pembagian komisi-komisi di DPRD. Mereka harus memiliki kemampuan terhadap pembagian komisi-komisi tersebut, sehingga amanah-amanah yang diemban bisa dijalankan dengan baik sesuai dengan perundang-undangan. Untuk anggota DPRD Kota Depok petahana atau kembali terpilih untuk lebih banyak berkomunikasi dengan anggota DPRD Kota Depok yang baru. Sehingga bisa memberikan energi positif untuk sama-sama membangun Kota Depok yang lebih baik. “Ini perlu agar tidak terjadi kesalahpahaman, mungkin yang baru masih belajar dan yang lama merasa lebih pintar, ini penting dan masih banyak tugas menanti. Mulailah percepatan, apa yang menjadi agenda pertama yaitu pembentukan tata dewan dan alat kelengkapan dewan,” kata Suryadi. Dalam perannya sebagai badan perwakilan, DPRD menempatkan diri selaku kekuasaan penyeimbang (balanced power) yang mengimbangi dan melakukan kontrol efektif terhadap Kepala Daerah dan seluruh jajaran pemerintah daerah. Peran ini diwujudkan dalam fungsi-fungsinya, yaitu Representation, mengartikulasikan keprihatinan, tuntutan, harapan dan melindungi kepentingan rakyat ketika kebijakan dibuat, sehingga DPRD senantiasa berbicara 'atas nama rakyat'. Advokasi, mengagregasi aspirasi yang komprehensif dan memperjuangkannya melalui negosiasi kompleks dan sering alot, serta tawar-menawar politik yang sangat kuat. Hal ini wajar mengingat aspirasi masyarakat mengandung banyak kepentingan atau tuntutan yang terkadang berbenturan satu sama lain. Tawar Menawar politik dimaksudkan untuk mencapai titik temu dari berbagai kepentingan tersebut. Administrative oversight, menilai atau menguji dan bila perlu berusaha mengubah tindakan-tindakan dari badan eksekutif. “Berdasarkan fungsi ini adalah tidak dibenarkan apabila DPRD bersikap 'lepas tangan' terhadap kebijakan pemerintah daerah yang bermasalah atau dipersoalkan oleh masyarakat. Apalagi dengan kalimat naif, 'Itu bukan wewenang kami', seperti yang kerap terjadi dalam praktek. Dalam kasus seperti ini, DPRD dapat memanggil dan meminta keterangan, melakukan angket dan interpelasi, bahkan pada akhirnya dapat meminta pertanggung jawaban Kepala Daerah,” papar Suryadi. Terkait dengan peran dan fungsi Dewan, pemilik gelar S.Pd ini melanjutkan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU Susduk dan UU Pemerintahan Daerah), implementasi kedua peran DPRD tersebut lebih disederhanakan perwujudannya ke dalam tiga fungsi, yaitu :Fungsi legislasi, Fungsi anggaran dan Fungsi pengawasan. Pelaksanaan ketiga fungsi tersebut secara ideal diharapkan dapat melahirkan output, sebagai berikut, Perda-Perda yang aspiratif dan responsif, dalam arti Perda-Perda yang dibuat telah mengakomodasi tuntutan, kebutuhan dan harapan rakyat. Hal itu tidak mungkin terwujud apabila mekanisme penyusunan Peraturan Daerah bersifat ekslusif dan tertutup. Untuk itu mekanisme penyusunan Perda yang dituangkan dalam Peraturan Tata Tertib DPRD harus dibuat sedemikian rupa agar mampu menampung aspirasi rakyat secara optimal. Anggaran belanja daerah (APBD) yang efektif dan efisien, serta terdapat kesesuaian yang logis antara kondisi kemampuan keuangan daerah dengan keluaran (output) kinerja pelayanan masyarakat. Dan terdapatnya suasana pemerintahan daerah yang transparan dan akuntabilitas, baik dalam proses pemerintahan maupun dalam penganggaran. “Untuk melaksanaan ketiga fungsi yang ideal tersebut, DPRD dilengkapi dengan modal dasar yang cukup besar dan kuat, yaitu tugas dan wewenang, alat-alat kelengkapan DPRD, Hak-hak anggota DPRD dan anggaran DPRD yang mandiri,” pungkas Suryadi. (rd)   Editor : Pebri Mulya

Tags

Terkini