Fajri Syahiddinillah.
Koordinator Jaringan Democracy Electoral Empowerment Patnership (DEEP) Kota Depok, Fajri Syahiddinillah menilai, menggelar Pilkada serentak 2020, khususnya di Kota Sejuta Maulid, khususnya di tengah Covid-19 memunculkan kerawanan baru.Laporan : Ricky JuliansyahRADARDEPOK.COM - Sebelumnya pemungutan suara Pilkada akan dilaksanakan 23 september 2020. Namun, akibat pandemi Covid -19, diubah menjadi 9 Desember 2020 penundaan pesta demokrasi pilkada serentak 2020 ini telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2020 tentang Pilkada.
Berdasarkan pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang tahapan pilkada. Tahapan lanjutan dimulai bulan juni 2020. Artinya, berbagai tahapan yang ditunda bisa langsung dijalankan, seperti mengaktifkan kembali panitian pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), pemutakhiran daftar pemilih sementara (DPS) dan daftar pemilihan tetap (DPT) atau pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP).
Pilkada 2020 di masa new normal harus mengutamakan keselamatan masyarakat. Jangan sampai dilaksanakannya pilkada di masa pandemi mengakibatkan jatuhnya korban, baik dari penyelenggara pemilu maupun dikalangan masyarakat.
“Karena itu protokol kesehatan harus tetap digelorakan, bukan hanya dihari pemungutan suara, akan tetapi penggunaan protokol kesehatan di setiap tahapan pilkada di masa new normal menjadi kewajiban yang tidak bisa ditawar demi keselamatan bersama. Untuk melakukan protokol kesehatan KPU kota depok disarankan melakukan koordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 dan dinas kesehatan,” tutur Fajri.
Kata dia, Pilkada 2020 di masa new normal bisa memunculkan kerawanan baru, di antaranya:,Pertama, sebagaimana telah disebutkan diatas, yakni resiko kesehatan, yaitu resiko tertular covid 19 bagi penyelenggara pemilihan, peserta pemilihan dan pemilih atau masyarakat akan tertular Covid-19.
Kedua, kerawanan terkait politisasi program, anggaran, bantuan, juga fasilitas pemerintah oleh petahana atau penguasa. Ketiga, kerwanan politik uang, dengan kondisi masyarakat yang serba sulit akibat pandemi Covid-19 membuka ruang dan peluang politik uang.
Berkaitan dengan sejumlah kerawanan tersebut, DEEP Kota Depok mendorong Bawaslu sebagai pengawas Pilkada agar lebih pro aktif dalam menjalankan tugasnya, utamanya tentang adanya potensi kerawanan dalam hal money politik wabil-khusus lagi potensi politisasi bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang terdampak Covid-19.
“Menjadi tantangan bagi Pilkada di masa new normal ini, adalah terancamnya penurunan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih atau mengawasi pemilihan. Bagaimana tidak, Apabila kurangnya sosialisasi KPU dan Pilkada ditengah pandemi ini bisa membuat masyarakat ragu untuk menggunakan hak pilih akibat rawannya penularan Covid-19 ini. Dan tidak lupa integritas dan mentalitas penyelenggara pemilu harus tetap dikuatkan,” tutur Fajri.
Dengan demikian, pilkada di masa new normal harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya dari mulai penyesuaian program dan tahapan pilkada, metode kampanye, pemungutan suara dan penghitungan suara, serta rekapitulasi perolehan suara yang tepat. Selanjutnya menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.
“Terakhir perlunya kreatifitas dan inovasi bagi penyenggaraan maupun pengawasan pilkada dengan memanfaatkan media teknologi seperti sosialisasi, laporan pelanggaraan dll, atau misalnya dengan tujuan menghindari kerumunan saat pemilihan suara digunakan shift (bergiliran) atau jangka waktu pencoblosan, perluasan TPS, bahkan penambahan bilik suara. Menjadi harapan semoga pilkada berdaulat, masyarakat sehat,” pungkas Fajri. (*)Jurnalis : Ricky JuliansyahEditor : Pebri Mulya