politik

Ketua Fraksi Gerindra DPRD Depok, Perumpamaan Menag Yaqut Sangat Tidak Bijak dan Menjurus Penistaan Agama

Kamis, 24 Februari 2022 | 14:12 WIB
RADARDEPOK.COM, DEPOK – Ketua Fraksi Gerindra  DPRD Kota Depok, Mohamad HB protes keras dan meminta Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas segera meminta maaf atas perumpamaan yang membandingkan pengeras suara di masjid atau musala dengan suara gonggongan anjing.

HB menegaskan bahwa sangat tidak bijak jika membandingkan dan memberikan contoh antara gangguan dari gonggongan anjing sangat berbeda dengan suara azan dari pengeras suara.

“Menurut saya sangat tidak bijak, membandingkan sesuatu dengan suci dan baik dengan suara hewan yang menurut sudut pandang Islam termasuk najis Mughallazah,” kata HB kepada Radar Depok, Kamis (24/02).

HB mengungkapkan, statment yang dilontarkan Menag Yaqut saat melakukan kunjungan kerja ke Pekanbaru Rabu (23/02) sangat tidak pantas dilontarkan pejabat negara di ruang publik.

“Beliau sebenarnya paham tidak apa yang diucapkan, lagi pula ini bukan soal kinerja, tapi lebih kepada kepantasan di ruang publik oleh pejabat publik itu sendiri,” ungkapnya.

HB menilai Menag Yaqut telah melukai hati umat Islam atas contoh perbandingan yang dilakukannya. Bahkan, harus dikaji lebih dalam, apakah hal tersebut memenuhi unsur penistaan agama atau tidak.

“Sebagai sikap kesatria, sebaiknya Menag Yaqut segera meminta maaf secara terbuka dan menjelaskan secara langsung tanpa diwakilkan, bisa saja nanti ada yang melaporkan hal ini ke Polisi karena menilai pernyataan beliau menjurus ke penistaan agama,” tegas HB lagi.

Pada kesempatan tersebut, HB pun meminta agar masyarakat, khususnya umat Islam tidak sampai melakukan tindakan dan aksi berlebihan atas perbandingan yang dilontarkan Menag Yaqut.

“Lebih baik kita bersiap menyambut Ramadan, dan beliau dapat lebih bijak dalam berucap, berbuat dan membuat kebijakan,” harapnya.

Sebab, HB menambahkan, terkait Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, sehingga memicu kegaduhan.

“Ditambah perbandingan dari contoh yang sangat berbeda ini. Semoga kita semua bisa tabayyun dalam bersikap dan bertindak,” pungkas dewan dari Dapil Kota Depok 2 (Beji, Cinere, Limo) ini.

Sementara, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Thobib Al Asyhar, menegaskan bahwa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing. Pemberitaan yang mengatakan Menag membandingkan dua hal tersebut adalah sangat tidak tepat.

“Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing, tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” tegas Thobib Al-Asyhar di Jakarta, Kamis (24/02).

Menurut Thobib, saat ditanya wartawan tentang Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala dalam kunjungan kerjanya di Pekanbaru, Menag menjelaskan bahwa dalam hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi. Sehingga perlu pedoman bersama agar kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik, termasuk tentang pengaturan kebisingan pengeras suara apa pun yang bisa membuat tidak nyaman.

"Dalam penjelasan itu, Gus Menteri memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya, makanya beliau menyebut kata misal. Yang dimaksud Gus Yaqut adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu, di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara,” jelasnya.

“Jadi Menag mencontohkan, suara yang terlalu keras apalagi muncul secara bersamaan, justru bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar. Karena itu perlu ada pedoman penggunaan pengeras suara, perlu ada toleransi agar keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga. Jadi dengan adanya pedoman penggunaan pengeras suara ini, umat muslim yang mayoritas justru menunjukkan toleransi kepada yang lain. Sehingga, keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga,” tuturnya.

Menag, lanjut Thobib, tidak melarang masjid-musala menggunakan pengeras suara saat azan. Sebab, itu memang bagian dari syiar agama Islam. Edaran yang Menag terbitkan hanya mengatur antara lain terkait volume suara agar maksimal 100 dB (desibel). Selain itu, mengatur tentang waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.

"Jadi yang diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Jadi tidak ada pelarangan," tegasnya.

"Dan pedoman seperti ini sudah ada sejak 1978, dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam," tandasnya. (cky)

 

Editor : Ricky Juliansyah

Tags

Terkini