Senin, 22 Desember 2025

Qonita Desak Pemkot Depok Segera Eksekusi Ahmadiyah

- Rabu, 25 Juli 2018 | 09:31 WIB
RICKY /RADAR DEPOK
SANTUNAN : Anggota DPRD Kota Depok, Qonita Luthfiyah saat memberikan santunan kepada anak yatim. DEPOK - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan uji materi pasal 1, 2, dan 3 UU 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama yang diajukan sejumlah penganut Ahmadiyah pada Senin (23/7). Karenannya, Anggota Komisi D DPRD Kota Depok, Qonita Luthfiyah mendesak Pemkot Depok untuk mengeksekusi keberadaan Ahmadiyah di Kota Depok. “Keputusan MK kan sudah Inkracht atau berkekuatan hukum tetap dan tidak ada upaya hukum biasa yang dapat ditempuh lagi. Jadi, saya minta kepada Pemkot Depok untuk segera melakukan eksekusi,” kata Qonita kepada Radar Depok, Selasa (24/7). Selama ini Pemkot Depok hanya membatasi kegiatan Jamaah Ahmadiyah di Kota Depok dengan melakukan penyegelan tempat mereka, agar tidak melakukan aktifitas. Sehingga, menurut Qonita, Pemkot Depok harus melakukan upaya eksekusi mereka. “Penyegelan karena belum ada kekuatan hukum, dengan adanya keputusan dari MK yang menolak gugatan dari Ahmadiyah artinya saat ini sudah ada legalitasnya,” paparnya. Sebab, sambung Qonita yang juga Ketua DPC PPP Kota Depok ini, dengan melakukan eksekusi, artinya menghindari masalah baru, dan jika berlarut-larut dibiarkan, dapat memicu konflik di lingkungan tempat Ahmadiyah tersebut di Kota Depok. “Eksekusinya bisa dilakukan dengan penutupan tempat mereka secara permanen atau lahan itu bisa dibeli oleh Pemkot untuk dijadikan Fasos Fasum. Pengawasan ekstra pun harus dilakukan, jangan sampai ada celah berupa kegiatan lagi yang meresahkan masyarakat, sehingga menimbulkan bentrok di masyarakat,” imbuhnya. Putri Kyai Syukron Mamun ini tegas bahwa tidak ada toleransi terhadap Ahmadiyah, karena sudah berbeda aliran dan paham mengenai Islam. “Ada nabi lain setelah Nabi Muhammad SAW kan sudah bukan agama Islam. Di Islam menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul terakhir berdasarkan Al Quran dan As Sunnah, serta ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin sejak dahulu sampai hari ini,” tegas Qonita. Diketahui, Senin (23/7) Mahkamah Konstitusi ( MK) menolak perkara pengujian Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama juncto Undang-undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden Sebagai Undang-undang terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh sejumlah anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). Dalam permohonannya, beberapa jamaah Ahmadiyah menyatakan frasa penodaan agama dalam pasal 1, 2, dan 3 UU Nomor 1/PNPS/1965 bersifat multitafsir. Akibatnya, frasa tersebut seringkali dimanfaatkan untuk menutup rumah-rumah ibadah Ahmadiyah. Hal tersebut pun dipandang bertentangan dengan UUD 1945 dan bersifat inkonstitusional. (cky/net)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X