RICKY/RADAR DEPOK
NYEKAR: Celg DPRD Kota Depok Dapil 1 (Pancoranmas) dari PKB, Sholahudin (Kedua dari kiri) bersama keluarga saat nyekar ke makam sanak saudara.
Tanggal 22 Oktober, seluruh pelosok nusantara merayakan Hari Santri Nasional (HSN), Caleg DPRD Kota Depok Dapil I (Pancoranmas) dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kota Depok, Sholahudin memiliki pandangan dalam memaknai HSN tersebut.
Laporan Ricky Juliansyah
Agama dan nasionalisme adalah dua kutub yang tidak berseberangan. Nasionalisme adalah bagian dari agama dan keduanya saling menguatkan. Indonesia memperingati Hari Santri Nasional pada 22 Oktober. Bahkan, di banyak kabupaten atau kota di pelosok negeri memperingatinya dengan sangat meriah.
Dalam pikiran kita pasti bertanya, mengapa harus ada yang namanya Hari Santri, mengapa tidak hari siswa. Karena, bukan hanya pemuda yang tidak mondok saja yang berjuang untuk merebut kemerdekaan Indonesia pada zaman dahulu kala. Tetapi dibalik itu, ada sosok santri yang senantiasa mengobarkan semangat nasionalisme untuk bangsa Indonesia.
Dengan ditetapkannya Hari Santri Nasional oleh pemerintah, perjuangan santri untuk menumpaskan radikalisme dan terorisme menjadi hal yang sangat penting. Terlebih santri adalah para generasi muda yang mempunyai semangat yang membara.
“Jadi diharapkan dengan adanya Hari Santri, para santri dan pemuda lainnya dapat persatu padu untuk melawan radikalisme dan terorisme yang selama ini membayangi bangsa Indonesia,” tutur Sholahudin.
Maka dari itu, para generasi muda tidak boleh menghancurkan kepercayaan rakyat. Dan di lingkungan pondok pesantren, para santri juga tidak boleh mudah terpengaruh dengan hal-hal negatif. Sebagai pemuda, harus menjaga solidaritas untuk semua, dimana toleransi menjadi bagian yang sangat penting.
Caleg DPRD kota Depok Dapil I (Pancoranmas) nomor urut 2 ini mengungkapkan, dahulu ada istilah Santri Kalong, karena datang ke pengajian pada malam hari dan pagi sudah kembali lagi ke rumah masing-masing.
Jadi, santri kalong adalah santri yang memiliki sifat-sifat kalong, terutama sifat hewan ini yang biasanya keluar malam, mencari makanan. Santri ini, biasanya dekat dengan lingkungan pesantren. Dia tidak menetap atau ngobong di pondok pesantren karena biaya atau kesibukan di siang harinya, tapi ingin ikut pengajian. Sehingga, waktu yang paling memungkinkan adalah malam hari.
Saat ini santri kalong sudah mulai pudar, karena masuk ke zaman modernisasi. Kita ambil contoh Kota Depok, dulu pada tahun 1980-an masih banyak remaja yang tiap selesai salat Magrib berduyun-duyun ke rumah seorang ustaz untuk mengaji disebut ngaji lekar.
“Walau dengan didikan keras dan tegas, namun hampir semua santri kalong ini memperoleh manfaat dan bermanfaat untuk dirinya dan lingkungannya,” papar Sholahudin.
Mungkin santri kalong saat ini sudah menjadi hal yang sangat tabu, jadi sekarang ini santri kalong kita namakan saja santri zaman now. Santri zaman now adalah santri yang menjaga tradisi lama meski berada di zaman milenial. Artinya, kebiasaan-kebiasaan baik santri harus tetap dipupuk, meskipun berada di zaman yang berbeda.
“Ulama bersepakat bahwa santri disebut juga Al-Muhafadhotu Alal Qodimis Wal Akhdu Bil Jadidil Ashlah ( Memelihara budaya-budaya tradisional yang baik dan mengambil budaya-budaya baru yang lebih baik),” terang Sholahudin.
Sholahudin menambahkan santri zaman now harus berani memperhatikan setiap lini gaya kepemimpinan pemerintahan. Artinya, sebagai santri, walau hidup di serba keterbatasan, tapi tidak boleh luput dengan informasi di luar terutama politik.
“Katanya santri identik dengan sarung ,baju koko dan pecinya yang nyentrik. Sebagai santri zaman now, wawasannya juga jangan sampai kalah nyentrik. Masa-masa menjadi santri bisa disebut masa yang paling berkesan, karena cuma jadi santri bisa merasakan nikmatnya ngaji kitab sampai ngantuk-ngantuk alias sampai nyium lantai, mandi dan segala macam yang harus ngantri tingkat dewa. Sandal menjadi sesuatu yang paling berharga, karena kalau sandal hilang itu keselnya naudzubillah, Apalagi pas mau ke masjid bagian ta’lim sudah stand by dan kita masih mencari sandal yang dipinjam tetangga sebelah. Belum lagi waktu kita telat dan siap-siap menerima hukuman,” ceritanya. (*)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Terkini
Minggu, 21 Desember 2025 | 20:40 WIB
Minggu, 21 Desember 2025 | 20:32 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 18:59 WIB
Senin, 15 Desember 2025 | 20:24 WIB
Senin, 15 Desember 2025 | 16:21 WIB
Senin, 15 Desember 2025 | 08:05 WIB
Minggu, 14 Desember 2025 | 21:59 WIB
Minggu, 14 Desember 2025 | 20:14 WIB
Sabtu, 13 Desember 2025 | 11:38 WIB
Sabtu, 13 Desember 2025 | 10:55 WIB
Kamis, 11 Desember 2025 | 20:53 WIB
Kamis, 11 Desember 2025 | 20:05 WIB
Kamis, 11 Desember 2025 | 19:46 WIB
Rabu, 10 Desember 2025 | 17:28 WIB
Rabu, 10 Desember 2025 | 10:19 WIB
Rabu, 10 Desember 2025 | 08:13 WIB
Rabu, 10 Desember 2025 | 06:00 WIB
Rabu, 10 Desember 2025 | 06:00 WIB
Selasa, 9 Desember 2025 | 20:45 WIB
Selasa, 9 Desember 2025 | 18:16 WIB