Senin, 22 Desember 2025

IBH : PP Tapera  Bebani Rakyat

- Selasa, 16 Juni 2020 | 12:50 WIB
Imam Budi Hartono.   RADARDEPOK.COM, DEPOK - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), dinilai Anggota DPRD Jawa Barat dari Fraksi PKS, imam Budi Hartono menjadi beban baru rakyat saat pandemi Korona masih mewabah. "Iuran BPJS baru saja naik, lalu publik belakangan publik di media sosial juga kagetkan dengan kenaikan tarif listrik. Sebagai wakil rakyat saya berpikir keseimbangan pemerintah untuk membebani rakyat seakan-akan memperlihatkan negara ini sudah tidak punya uang. Pusing untuk mendapatkan pendapatan negara dan akhirnya mengambil yang instan rakyat dipaksa untuk mengisi uang negara. Ya Allah,"  tutur Imam Budi Hartono kepada Radar Depok, Selasa (16/06). Ia menuturkan, rakyat memang diberi bantuan sembako senilai Rp600 ribu oleh presiden selama 3 bulan, diberi 500 ribu oleh gubernur. Namun, yang dahsyat adalah rakyat harus membayar seumur hidup untuk kenaikan BPJS, kenaikan TDL (Tarir Dasar Listrik) dan sekarang tambahan baru Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). "Rakyat diwajibkan menyisihkan gajinya dengan besaran 2,5 persen. Tak terbayangkan betapa nestapanya hidup rakyat, padahal menurut UUD '45 hak bertempat tinggal adalah hak rakyat dan kewajiban negara untuk memenuhinya," ketusnya. Lebih lanjut Ketua Komisi IV DPRD Jabar ini menuturkan, peserta BP Tapera adalah calon PNS, aparatur sipil negara (ASN), prajurit dan siswa Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), pejabat negara, pekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Desa, perusahaan swasta, dan pekerja apa pun yang menerima upah. "Jumlah iuran simpanan peserta ditetapkan sebesar tiga persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri. Demikian  bunyi pasal 15 ayat 1 PP 25 Tahun 2020," terang IBH -sapaaannya- Skema Tapera mengambil iuran dari pekerja dan pemberi kerja. Kata dia, pemberi kerja menanggung 0,5 persen sementara pekerja 2,5 persen dari total gaji pegawai. Iuran itu maksimal dibayar tanggal 10 setiap bulan. Kepesertaan Tapera berakhir jika pekerja memasuki masa pensiun, yakni mencapai usia 58 tahun (syarat khusus bagi peserta mandiri), peserta meninggal dunia, atau peserta tidak memenuhi kriteria sebagai peserta 5 tahun berturut-turut. Padahal, kata IBH yang juga Bakal Calon Walikota Depok di Pilkada 2020 ini, Pasal 28 ayat (1) UUD 1945 sangat jelas, bahwa negara berkewajiban memenuhi hak bertempat tinggal, yang kemudian dirumuskan menjadi hak bermukim. Hak bermukim mengandung anasir kepentingan publik yang wajib menghadirkan peran, tanggung jawab, wewenang dan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah. "Artinya, memang takdir pemerintah untuk menyediakan hunian untuk rakyat. Kalau mau dilihat lagi, pasal 16, 17, 18 UU PKP memberikan wewenang kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab di atas, yaitu merumahkan rakyat," paparnya. Sehingga, IBH menilai, kewajiban baru ini menunjukan bukti pemerintah sebenarnya tidak serius membangun rumah untuk rakyat. Kesan untuk mendapatkan dana talangan justru terlihat jelas, akibat penerimaan pemerintah yang anjlok dan defisit APBN yang kian melebar. "PP Tapera ini hadir pada saat yang tidak tepat. Fokus pemerintah harusnya pada pangan. Sebab, pandemi ini berpotensi melahirkan krisis ketahanan pangan," tegasnya. Ia kembali mengungkapkan, di tengah pandemi Covid-19 saat ini rakyat terhimpit kehidupannya, cari makan kian susah, usaha dilarang karena kondisi Covid-19. "Pemerintah harus sensitif dengan penderitaan rakyatnya," ucap IBH. (rd/cky)   Jurnalis : Ricky Juliansyah Editor : Pebri Mulya

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X