Minggu, 21 Desember 2025

Novi Anggriani: Cabut dan Revisi Permendikbud 30

- Kamis, 9 Desember 2021 | 08:12 WIB

RADARDEPOK.COM, DEPOK - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Depok, Novi Anggriani meminta Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi atau Permendikbud 30 dicabut, kemudian direvisi.


Novi yang juga Pemerhati Perempuan dan Anak Kota Depok ini menilai, Permendikbud soal kekerasan seksual di perguruan tinggi ini tidak hanya mengatur soal kekerasan seksual ‘tanpa persetujuan korban’, namun juga mencakup perilaku seksual dengan persetujuan (consent).


“Jadi kami minta peraturan ini dicabut dan direvisi. Supaya kekerasan seksual itu terdiri dari paksaan dan juga suka sama suka. Kita sebagai negara yang memiliki nilai-nilai agama dan ketimuran ini, kan tidak bisa membiarkan (seks bebas). Jadi kalau kita bisa membuat terobosan hukum yang mengatur itu,” tegas Novi saat dijumpai Radar Depok, Rabu (08/12).


Kasus tewasnya Novi Widyasari mahasiswa Universitas Brawijaya yang nekad bunuh diri karena mengalami kekerasan dalam pacaran (violence of dating), lanjut Novi, harus menjadi monumen betapa dibutuhkannya perlindungan korban kekerasan seksual di Indonesia.


“Dia terjebak dalam siklus kekerasan di dalam pacaran yang mengakibatkannya terpapar pada tindak eksploitasi seksual dan pemaksaan aborsi,” paparnya.


Novi menerangkan, maraknya hubungan seksual di luar pernikahan ini juga merupakan masalah serius dalam konteks moral. Masalah ini diperkuat dengan data aborsi hingga penetrasi di luar nikah yang semakin tinggi.


“Soal perilaku seksual dengan consent juga tidak bisa diabaikan. Meskipun, pemerintah tentu tidak bisa masuk terlalu jauh dalam urusan privat. Untuk itu, Permendikbud 30 harus dicabut dan direvisi dengan melibatkan stakeholder, jangan sampai ada poin yang multi tafsir,” terang Novi,


Di DPR RI sendiri, Novi mengungkapkan, ada 40 Rancangan Undang-Undang (RUU) ditetapkan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022, salah satunya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).


“RUU TPKS ini tidak sekadar memastikan hukuman bagi pelaku, tetapi juga perlindungan organ negara bagi korban kekerasan seksual agar bisa speak up, sehingga tidak menyakiti diri sendiri,” ungkapnya.


Kekerasan seksual, Novi menambahkan, saat ini seperti fenomena gunung es. Kasus yang muncul ke permukaan tampak tak seberapa, padahal kasus sebenarnya di lapangan begitu banyak.


“Salah satu pemicu fenomena gunung es ini karena korban kekerasan seksual tidak berani speak up atas kasus yang menimpa mereka karena malu atau takut atas stigma dari masyarakat,” pungkas Novi. (cky)


Editor : Ricky Juliansyah

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X