RADARDEPOK.COM, DEPOK - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Novi Anggriani menilai pengesahan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi Undang-Undang terlalu tergesa-gesa dan mencederai hati rakyat.
"Terlalu tergesa-gesa, masih banyak substansi dan pandangan fraksi PKS yang belum terakomodasi dalam RUU tersebut," tutur Novi kepada Radar Depok, Rabu (19/01).
Diketahui Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi satu-satunya fraksi di DPR yang menolak Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara RUU IKN disahkan menjadi undang-undang.
Penolakan PKS terhadap RUU IKN disampaikan dalam rapat di tingkat panitia kerja (panja) RUU IKN yang digelar pada Senin (17/1) hingga Selasa dini hari (18/1) .
Novi mengungkapkan sejak awak PKS menilak RUU IKN disahkan menjadi UU. sebagaimana yang disampaikan Anggota Fraksi PKS Mardani Ali Sera.
"Alasannya ada masalah formil dan substantif pada RUU tersebut. Fraksi kami di DPR RI melihat gagasan pemindahan IKN memuat potensi masalah baik formil maupun substantif,” ujar pemerhati perempuan dan anak di Kota Depok ini.
Ia menuturkan, contoh secara formil prosedural adalah materi muatan yang terdapat dlm RUU IKN mengandung berbagai permasalahan konstitusionalitas. PKS melihat konsep IKN yang dirancang sebagai wilayah setingkat provinsi administratif tidak sejalan dengan konsep negara kesatuan yang ada di dalam UUD 1945, konsensus nasional, dan empat pilar kebangsaan.
"Menurut pak Mardani, konsep provinsi administratif dalam RUU IKN menempatkan penyelenggaraan pemerintah daerah IKN dikelola oleh Kepala Otorita IKN bukan dimpimpin oleh gubernur. Kemudian pengisian jabatan Kepala Otorita IKN dilakukan melalui penunjukkan oleh Presiden," bebernya.
Novi menerangkan, PKS menilai rencana pemindahan ibu kota baru pada semester awal 2024 terlalu terburu-buru di tengah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.
"Di saat rakyat kesulitan akibat terdampak pandemi, kita malah membangun IKN baru, harusnya difokuskan untuk memulihkan perekonomian, ini jelas mencederai hati rakyat," ketus Novi.
Sebab, lanjut Novi, pembiayaan ibu kota baru setidaknya akan memakai APBN hingga lebih dari Rp90 triliun. Kondisi itu menurut dia tidak memungkinkan sebab ekonomi negara tengah lesu akibat pandemi.
"Dengan situasi tersebut maka kondisi keuangan negara belum memungkinkan untuk mendukung pembiayaan IKN. Selain itu, proses pemindahan ibu kota baru membutuhkan waktu lama. Terutama untuk membangun sejumlah fasilitas dasar seperti sumber daya air, jalan, jembatan, hingga pemukiman," pungkas Novi. (cky)
Editor : Ricky Juliansyah