Minggu, 21 Desember 2025

Paguyuban Pengumpul Minyak Jelantah Tolak Permendag 2/2022

- Selasa, 8 Maret 2022 | 07:12 WIB
PRESCON : Ketum PPMJ, H Hermansyah (Kanan) didampingi kuasa hukum PP PPMJ, DR. A Dalil Harahap SH. MH (tengah) dan Sekjen PPMJ, Junaedi Sitorus saat bertemu media dalam agenda menolak Permendag 2/2022 di bilangan Margonda, Senin (7/3). RICKY/RADAR DEPOK
PRESCON : Ketum PPMJ, H Hermansyah (Kanan) didampingi kuasa hukum PP PPMJ, DR. A Dalil Harahap SH. MH (tengah) dan Sekjen PPMJ, Junaedi Sitorus saat bertemu media dalam agenda menolak Permendag 2/2022 di bilangan Margonda, Senin (7/3). RICKY/RADAR DEPOK

RADARDEPOK.COM, DEPOK - Paguyuban Pengumpul Minyak Jelantah (PPMJ) menolak tegas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

Hal tersebut ditegaskan langsung Ketua Umum Pengurus Pusat PPMJ, H Hermansyah saat dijumpai Radar Depok di bilangan Margonda, Senin (7/3).

"Pengumpul minyak bekas sudah berjalan puluhan tahun, kegunaannya untuk diekspor ke luar negeri, karena barang ini di dalam negeri belum dimanfaatkan," tutur Hermansya, didampingi Sekjen PPMJ, Junaedi Sitorus dan kuasa hukum PP PPMJ, DR. A Dalil Harahap SH. MH.

Pihaknya mengaku terkejut dengan diterbitkannya Permendag 2/2022 per tanggal 18 Januari 2022, sebagai perubahan atas Permendag 19/2021, khususnya pelarangan ekspor minyak jelantah atau used cooking oils ke luar negeri. Bahkan, tanpa sosialisasi.

"Hal ini sangat mematikan usaha rakyat yang selama ini berjalan tanpa gangguan dan dapat mengidupi keluarga kami," terangnya.

Padahal, kata dia, sebagai rakyat kecil, tanpa ilmu pengetahuan dan hanya mengandalkan pengalaman bertahan hidup dari limbah minyak goreng.

"Ini juga agar tidak mencemari lingkungan, terutama humus untuk tanaman. Dan used cooking oils tidak ada kaitannya dehgan langkanya minyakngoreng maupun CPO yang kini melanda Indonesia," tegasnya.

Adanya Peraturan tersebut, sambung Hermansyah, berakibat fatal, seperti untuk pembeliaan dan pengiriman terhenti, macet, serta merugikan kerjasama yang telah dijalin, baik berdampak pada finalty dan ketidakpercayaan dari calon pembeli di luar negeri.

"Peraturan ini membuat usaha kami bangkrut, kami pun meminta kebijaksanaan dari Menteri Perdagangan. Salah satu langkah awal atau solusi adalah memberikan kami waktu mengirim barang yang sudah di pelabuhan, itu sudah siap kirim sekitar 20 ribu ton selama satu bulan," pungkasnya. (cky)

Editor : Ricky Juliansyah

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X