RADARDEPOK.COM – Pemilihan Ketua RW14 Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Sawangan membawa sejarah buruk iklim demokrasi Indonesia. Pasalnya, tidak hanya menabrak Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 13 Tahun 2021 tentang pedoman pembentukan Rukun Tetangga, Rukun Warga dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Tetapi juga ada upaya intimidasi dari pejabat setempat.
Seperti yang dituturkan Ketua RT05/14 Kelurahan Pengasinan, Herman Saputra, dia mengaku berbeda pendapat dengan pengurus RT lain dan panitia Pemilihan Ketua RW14 Kelurahan Pengasinan.
“Kami laporkan proses yang salah dan menabrak Perwal ke Lurah Pengasinan, tapi malah ada upaya intimidasi,” kata Herman kepada Radar Depok.
Kata dia, setelah melapor ke Lurah, malah RT05/14 mau dibubarkan dengan bahasa halusnya dilebur, karena Ruko tidak masuk hunian.
“Namanya Ruko itu rumah toko dan banyak yang huni juga Ruko-ruko di sini, jelas faktanya ada,” tegas Herman.
Dia pun tidak sekedar asal ucap atau mengarang cerita, upaya intimidasi tersebut tertuang dalam surat Panitia Pemilihan Ketua RW14 Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Sawangan tertanggal 22 Juni yang ditandatangani Ketua Panitia Ferdy Prasetya, Sekretaris/Anggota Fahrur Rozi.
“Saksi juga ikut menandatangani antara lain Said Agam Yusli, Erno Priyanto, Tutoku Dwi H dan Fath Rul Hakam,” terang Herman.
Dalam surat tersebut berbunyi telah dilaksanakan mysyawarah warga yang diwakili para pengurus RT di lingkungan RW14, di mana ada dua poin utama, pertama menetapkan Mochamad Ramdhan sebagai Ketua RW14 terpilih untuk masa bakti 2022-2027.
Kemudian, poin keduanya RT05 tidak menyetujui hasil pemilihan dan memilih untuk keluar dari lingkungan RW14.
“Poin pertama, kami terima jika melalui mekanisme yang benar dan sesuai Perwal. Toh, jika sudah sesuai prosedur yang berlaku dan akhirnya Pak Ramdhan yang terpilih, pasti akan kami terima, karena mekanismenya benar. Namun, poin kedua yang kami tidak terima, ini kan namanya ada upaya intimidasi,” geram Herman.
Pihaknya pun berusaha meminta Camat Sawangan untuk meluruskan persoalan ini. Bahkan, camat berjanji untuk turun langsung memediasi. Namun, sampai sekarang tidak ada tindak lanjutnya dan hanya janji-janji saja.
“Hanya janji surga saja, tapi tidak ada upaya meluruskan persoalan. Apakah ini gaya baru berdemokrasi di Depok, aparatur pemerintahan yang terdekat dengan masyarakat mengetahui persoalan, tapi bukannya menyelesaikan, malah mendukung yang menabrak Perwal dan tidak demokrasi. Kami saat ini masih percaya bahwa Depok kota toleran, jangan sampai kepercayaan kami ini berubah dari persoalan ini,” ketus Herman.
Atas hal tersebut, Herman menegaskan, pihaknya sudah melakukan konsultasi dengan penasihat hukum untuk melakukan langkah selanjutnya.
“Kami akan melaporkan tindakan melawan hukum ini, juga pihak-pihak yang dengan sengaja mencoba mengintimidasi kami. Mungkin dalam waktu dekat kami akan bersurat ke Walikota Depok, juga ke Gubernur Jawa Barat dan Menteri Dalam Negeri untuk menegakkan demokrasi di wilayah kami,” pungkas Herman.