RADARDEPOK.COM, DEPOK - Penggunaan alat kontrasepsi untuk menekan angka pembengkakan penduduk di Kota Depok, program Keluarga Berencana (KB) masih menjadi rujukan. Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Depok, Sukwanto Gamalyono menjelaskan, KB adalah program skala nasional untuk menekan angka kelahiran dan mengendalikan pertambahan penduduk di suatu negara.
Program KB juga secara khusus dirancang demi menciptakan kemajuan, kestabilan, dan kesejahteraan ekonomi, sosial, serta spiritual setiap penduduknya. Program KB di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1992, yang dijalankan dan diawasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Wujud dari program KB adalah pemakaian alat kontrasepsi untuk menunda/mencegah kehamilan.
Alat kontrasepsi yang paling sering digunakan, yaitu Kondom, Pil KB, IUD, Suntik, KB implan/susuk, vasektomi dan tubektomi (KB permanen). Menurutnya, program KB terbukti turunkan angka kelahiran di Indonesia. Tentu ada manfaat dalam penggunaan KB di masyarakat.
“Program KB tidak semata memenuhi target pemerintah saja. Dari kacamata medis, program ini memiliki banyak keuntungan bagi kesehatan keluarga. Tak hanya ibu, anak dan suami bisa merasakan efek dari program ini,” kata Gamal–sapaan Sukwanto Gamalyono-.
Sementara, dokter kandungan, Maman Hilman mengatakan, guna mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Di Indonesia, ada sekitar 20 persen insiden kebobolan hamil (kehamilan yang tidak direncanakan/diinginkan) dari total jumlah kehamilan yang tercatat pada populasi pasangan menikah.
Ini menandakan bahwa akses informasi dan pengetahuan soal kontrasepsi masih tergolong rendah. Kehamilan yang tidak direncanakan bisa terjadi pada wanita yang belum atau sudah pernah hamil tetapi sedang tidak ingin punya anak. Kejadian ini juga bisa saja terjadi karena waktu kehamilan yang tidak sesuai dengan yang diinginkan, misalnya jarak usia anak pertama dan kedua terlalu dekat.
“Ada berbagai risiko komplikasi kesehatan yang mungkin terjadi akibat kehamilan yang tidak diinginkan, baik untuk sang ibu sendiri maupun jabang bayinya. Kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan dapat meningkatkan risiko bayi lahir prematur, berat rendah (BBLR), hingga cacat lahir,” tegas Maman.
Sementara risiko pada ibu termasuk depresi saat hamil dan setelah melahirkan (postpartum), hingga komplikasi melahirkan yang bisa berujung fatal seperti toksemia, perdarahan berat, hingga kematian ibu.
Oleh karena itu, penting bagi setiap wanita dan pria Indonesia untuk mengetahui tentang manfaat kontrasepsi dan pentingnya merencanakan kehamilan sebelum memutuskan untuk berhubungan seksual.
Mengurangi risiko aborsi, kehamilan tidak diinginkan sangat berisiko meningkatkan angka aborsi ilegal yang bisa berakibat fatal. Sebab pada dasarnya, hukum Indonesia menyatakan aborsi adalah tindakan ilegal dengan beberapa pengecualian tertentu. Tindak aborsi sangat diatur ketat dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
“Berdasarkan dua aturan negara tersebut, aborsi di Indonesia hanya boleh dilakukan di bawah pengawasan tim dokter setelah didasari alasan medis yang kuat. Misalnya, karena kehamilan berisiko tinggi yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, korban perkosaan, dan kasus gawat darurat tertentu. Di luar itu, aborsi dinyatakan ilegal dan termasuk ranah hukum pidana,” katanya.
Itu kenapa kebanyakan kasus aborsi di Indonesia dilakukan sendiri diam-diam dengan prosedur yang tidak sesuai dengan standar medis. Alhasil, risiko kematian ibu dan janin akibat aborsi sangatlah tinggi.
Menurunkan angka kematian ibu, merencanakan kapan waktu yang tepat untuk hamil dan punya anak nyatanya menguntungkan buat kesehatan wanita. Kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan dapat memperbesar peluang risiko berbagai komplikasi kehamilan dan melahirkan, termasuk kematian ibu.
Tren komplikasi kehamilan dan melahirkan sebagian besar ditunjukkan oleh kelompok perempuan yang menikah di usia terlalu dini. Data kolaborasi BPS dan UNICEF Indonesia melaporkan, anak perempuan usia 10-14 tahun berisiko lima kali lebih besar untuk meninggal saat masih hamil maupun selama persalinan akibat komplikasinya daripada perempuan yang hamil di usia 20-24 tahun.
Beberapa risiko komplikasi yang harus dihadapi oleh anak perempuan yang hamil di usia belia adalah fistula obstetri, infeksi, perdarahan hebat, anemia, dan eklampsia. Hal ini bisa terjadi karena tubuh anak perempuan belum “matang” secara fisik maupun biologis. Alhasil, mereka akan lebih berisiko untuk menerima dampak dari kehamilan yang tidak direncanakan dengan matang.
Risiko berbagai komplikasi ini juga tercermin dan mungkin terjadi terlebih jika Anda semakin sering hamil dengan jarak yang berdekatan.
Kabar baiknya, berbagai penyebab kematian ibu akibat komplikasi kehamilan dan persalinan sebenarnya dapat dicegah salah satunya dengan mengikuti program KB. Sebab selain menekankan pentingnya kontrasepsi demi mencegah kehamilan, program Keluarga Berencana juga menyediakan akses layanan untuk merencanakan waktu, jumlah, dan jarak kehamilan yang tepat bagi setiap pasangan.
Mengurangi angka kematian bayi, wanita yang hamil dan melahirkan di usia dini berisiko lebih tinggi melahirkan bayi prematur, lahir dengan berat badan rendah, dan kekurangan gizi. Berbagai laporan bahkan mengatakan bahwa bayi yang dilahirkan oleh perempuan berusia sangat belia memiliki risiko kematian dini lebih tinggi daripada ibu yang berusia lebih tua.
Hal tersebut terjadi lantaran janin bersaing untuk mendapatkan asupan gizi dengan tubuh ibunya, yang notabene juga sama-sama masih dalam tahap tumbuh kembang. Bayi yang tidak mendapatkan cukup asupan gizi dan darah bernutrisi akan terhambat atau bahkan gagal berkembang dalam kandungan.
Membantu mencegah HIV/AIDS, salah satu metode kontrasepsi yang umum dan paling mudah ditemukan adalah kondom. (rub)