PENGUNGSI: Tenda pengungsi korban gempa di Dusun Karang Lauk, Desa Jatisela, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat. Insert: Usman Ali, korban terdampak gempa di Dusun Karang Laut, Lombok Barat di depan tenda daruratnya.
Rencananya Sutiah dan suami akan kembali ke rumah hari ini, Senin (20/8). Namun keinginan itu terpaksa ditunda. Pasalnya, Minggu (19/8) malam Lombok kembali diguncang gempa. Kekuatannya mencapai 6,9 skala richter (SR).
Laporan: ILHAM SAFUTRA
"Sebetulnya kami mau merapikan perabotan dan tidur di rumah," ungkap Sutiah mengawali pembicaraan dengan Jawa Pos (Radar Depok Grup). Sejak gempa yang melanda Lombok pada Minggu (29/7), ibu muda dua orang anak itu bersama suaminya, Usman Ali, memilih tinggal di tenda pengungsian yang berada di tengah sawah. Sawah tersebut baru saja panen, sehingga tanahnya masih keras dan dapat disulap jadi tempat pengungsian. Sawah yang terdapat di Dusun Karang Lauk, Desa Jatisela, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat ini merupakan milik salah seorang warga setempat. Sawah itu sengaja dipinjamkan sementara waktu untuk penginapan darurat warga yang terdampak gempa. Para pengungsi memilih tinggal di tenda tersebut di kala malam tiba. Siangnya mereka kembali ke sawah atau ke rumah untuk merapikan perabotan yang masih bisa diselamatkan. Ada juga warga hanya memilih tetap berada di tenda pengungsian di siang hari karena tidak bisa bekerja. Sebab umumnya warga setempat profesinya sebagai petani, buruh tani, maupun kuli bangunan. Semenjak bencana gempa melanda Tanah Lombok, relatif sejumlah tempat usaha tutup. Kalau buruh tani sebagian ada yang ke sawah namun sebentar. Siang menjelang sore kembali ke pengungsian. Sedangkan para buruh bangunan tidak bekerja karena pemilik proyek memutuskan untuk menyetop pekerjaan proyeknya sementara waktu sampai kondisi benar-benar aman dari gempa. Untuk Usman Ali, dia memilih tetap berada di sekitar penginapan karena menganggur. "Sejak gempa pertama saya tidak bekerja lagi. Tempat saya bekerja tutup sementara," ungkap pria yang sehari-hari sebagai buruh bangunan itu. Selama di pengungsian, warga terdampak gempa menggantungkan hidupnya belas kasihan dan bantuan pihal luar. Sayangnya untuk Dusun Karang Laut bantuan yang datang belum memadai. Kalaupun ada itu hanya datang dari sesama warga yang memberikan bantuan karena rumah mereka tidak rusak. Usman mengaku rumahnya retak cukup parah. Ada retak di beberapa bidang dinding. Retak itu dari atas sampai bawah. "Kalau didorong dinding itu bisa roboh," sebutnya. Malam hari sawah yang jadi pengungsian Dusun Karang Laut begitu ramai. Mereka berasal dari beberapa dusun yang berada di sekitar Jatisela. Di setiap tenda yang berukuran 3 meter kali 2 meter terdapat dua sampai empat kepala keluarga (KK). Di tenda yang ditempati Usman dan istri terdapat 4 KK. Setiap malam mereka merasa kedinginan. Sesekali mereka keluar tenda karena dikejutkan gempa susulan. Seminggu terakhir Lombok Barat sempat dilanda hujan. Ketika hujan tiba tenda-tenda yang terbuat terpal itu tiris. Air hujan membasahi tanah yang jadi lantai pengungsi. Kalaupun dialasi tapi tidak tahan air. Hal itu membuat para bayi dan balita tidak nyaman. Buah hati Usman dan Sutiah ketika hujan tiba selalu rewel. Mereka menangis tak kuat menahan dingin. "Tenda kami tiris, tengah malam anak saya selalu menangis," ujar Usman yang anak keduanya baru berusia empat bulan. Atas kondisi ini pasutri ini bersama warga lainnya berharap mendapatkan bantuan. Mulai terpal untuk tenda, selimut agar bisa menahan dingin bagi bayinya. Khusus untuk bayi membutuhkan popok sekali pakai. "Kami memang membutuhkan tenda, Pak. Anak kami selalu kedinginan setiap malam. Siang panas begitu gerah," tandasnya.
-