Senin, 22 Desember 2025

Honorer Dialihkan Jadi PPPK

- Kamis, 23 Januari 2020 | 10:05 WIB
Wakil Ketua PGRI Kota Depok, Mulya.   RADARDEPOK.COM, DEPOK – Komisi II DPR RI bersama Kementerian PAN-RB, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyepakati tidak ada lagi status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah selain Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Maka tenaga honorer bakal ditiadakan dari instansi pemerintahan. Namun, kebijakan tersebut bertolak belakang dengan kebutuhan pegawai di instansi Pemkot Depok yang hingga kini masih memerlukan adanya sentuhan tenaga honorer. Sekretaris Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Depok, Mary Liziawati menegaskan, kebutuhan pegawai di Kota Depok sekitar 13.000 orang. “Depok masih butuh bantuan tenaga honorer, karena jumlah ASN belum mencukupi. Sedangkan penerimaan CPNS masih berdasarkan kuota dari MenPAN-RB,” ungkap Mary kepada Radar Depok, Rabu (22/1). Diketahui, saat ini jumlah pegawai honorer di Kota Depok mencapai 6.809 orang. Sedangkan anggaran pembiayaan tenaga honorer bersumber dari setiap perangkat daerah yang menugaskan honorer. “Berdasarkan arahan pusat, pegawai non-ASN secara bertahap dialihkan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), hingga jangka waktu lima tahun,” tutur Mary. Meski begitu, hingga saat ini belum ada pegawai honorer di Depok yang ditetapkan menjadi PPPK, walaupun tahapan seleksi telah dilakukan. Pasalnya, pemerintah pusat yakni KemenPAN-RB belum menegaskan peraturan terhadap para pegawai tersebut. “Ada 150 honorer yang lulus seleksi PPPK. Tetapi belum kami tetapkan, karena belum ada arahan pengangkatan dari pusat, termasuk skema penggajiannya,” ucap Mary. Pemerintah pusat bakal meniadakan status tenaga honorer dari semua instansi pemerintahan. Tetapi, peniadaan itu bukan berarti menghapus tenaga honorer, melainkan mengganti status honorer menjadi PPPK. “Honorer akan digaanti statusnya menjadi PPPK, tapi harus mengikuti seleksi yang berlaku,” beber Mary. Sementara pelaksanaan tes calon PPPK sama seperti tes CPNS. Dengan demikian jumlah penerimaan PPPK akan menunggu informasi dari KemenPAN-RB. “Honorer bisa ikut tes seleksi PPPK ini. Batas usia tes ini adalah satu tahun sebelum usia pensiun,” tandasnya. Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok, Mohammad Thamrin menyebutkan, jumlah guru honorer yang mengajar di Kota Depok mencapai 1.700 orang. Dari jumlah tersebut, Depok masih mengalami kekurangan tenaga pengajar. Ia mengaku, peniadaan status honorer ini b ukan penghapusan dalam arti sebenarnya. “Tidak mungkin guru honorer dihapus, karena kami masih kekurangan guru. Sementara tambahan dari CPNS tidak signifikan dengan guru yang pensiun,” tegas Thamrin. Sementara itu, salah satu tenaga honorer di Kelurahan Tapos, Udin Abas (46) mengaku, kecewa dengan adanya wanaca peniadaan status pegawai honorer. Sebab, ia sudah bertahun-tahun mengabdi, tetapi tidak ada respon dan perhatian pemerintah dalam kesejahteraan. “Saya sudah 14 tahun lebih mengabdi di sini, tapi malah dapat kabar mau ditiadakan tenaga honorer. Ya pasti sedih pa,” ungkap Udin. Ia menilai, selama ini tenaga honorer sangat membantu ASN dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. “Pada praktiknya saya juga melayani berbagai macam pelayanan yang dibutuhkan masyarakat,” tutur pria yang bertugas sebagai staf Kasi Pemerintahan di Kelurahan Tapos. Dia mengaku belum bisa menentukan masa depannya jika tidak lolos seleksi PPPK nantinya. Sebab usianya yang sudah tidak muda lagi membuatnya pesimis bisa meniti karir di luar profesinya saat ini. “Saya gak tau mau berprofesi apa lagi kalau sudah tidak jadi tenaga honorer. Peluang kerja sekarang sudah sedikit apalagi faktor usia saya yang sudah tua,” tandasnya. Menyikapi adanya kebijakan pemerintah tersebut, Wakil Ketua PGRI Kota Depok, Mulya menilai, jika guru honorer dihapus sementara guru ASN dan PPPK yang ada tidak akan mencukupi kebutuhan guru di Kota Depok. “Sekiranya pemerintah punya program seperti itu, mestinya semua guru honorer diangkat menjadi PPPK. Dan itu mesti dilakukan secara bertahap, sampai kebutuhan guru tercukupi,” ungkap Mulya kepada Radar Depok. Mulya membayangkan jika guru honorer tersebut langsung dihapuskan, maka proses pendidikan di Kota Depok maupun di Indonesia akan lumpuh. Ia berharap kepada pemerintah agar dipertimbangkan nasib honorer, seandainya PPPK benar-benar diberlakukan. Mengingat jasa honorer selama ini, harus ada solusi buat mereka agar tidak kehilangan pekerjaannya. “Misalnya, bagi mereka yang mungkin standar kualifikasinya tidak memenuhi syarat, diberikan jabatan lain. Contohnya jadi TU, atau staf di Dinas Pendidikan,” ucap Mulya. Menurutnya, tenaga TU di sekolah- sekolah sangat kurang, terutama di Sekolah Dasar (SD). Padahal keberadaan mereka sangat membantu atas kelancaran dan mutu layanan pendidikan. Terpisah, Ketua Umum Honorer Indonesia Bersatu (HIB), M. Nur Rambe menegaskan, atas dasar keputusan DPR dan pemerintah menghapus tenaga honorer hal itu memang sesuai dengan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UUASN). Hanya saja bahasa dihapuskan itu ia yakini tidaklah seperti yang dibayangkan. Artinya pemerintah juga akan memperhatikan honorer yang masih ada. “Dalam hal ini tetap dilema bagi pemerintah, dilema juga bagi honorer. Intinya pemerintah tidak boleh main-main dalam hal ini,” tegas Rambe kepada Radar Depok, Rabu (22/1). Pria yang juga menjabat sebagai Sekjen Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) ini menilai, pihaknya tetap melakukan perhitungan atas aturan yang ada di dalam UUASN tersebut. Rambe mengatakan, berkaca pada sejarah, biasanya pemerintah selalu ingkar. Maka itu ia mengimbau kepada seluruh honorer di Indonesia untuk waspada. Sebab apa yang diputuskan pemerintah tidak sesuai harapan honorer itu sendiri. “Kami sudah melayangkan gugatan atau uji materi UUASN ke Mahkamah Konstitusi pada 13 Januari 2020. kami lebih dahulu mendaftarkan ke MK, seminggu kemudian DPR dan pemerintah ketuk palu bahwa honorer dihapus,” terang Rambe. Rambe meyakini, gugatan tersebut akan berdampak bagi pemohon. Juga berdampak pada kemungkinan besar UUASN direvisi. Sebab sudah empat tahun revisi itu diwacanakan hingga masa bakti DPR berakhir, dan sekarang diwacanakan lagi. “Barisan kami tak percaya revisi itu. Jika suatu saat gugatan dikabulkan, kemungkinan berdampak positif bagi honorer Indonesia khususnya honorer Depok,” harap Rambe. (rd)   Jurnalis : Tim Radar Depok Editor : Pebri Mulya (IG : @pebrimulya)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X