RADARDEPOK.COM - Pembelian gas elpiji 3 Kilogram (Kg) alias si melon mulai tahun depan pakai kartu tanda penduduk (KTP), yang diprotes masyarakat Depok dinilai beralasan. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut pemerintah wajib mengawasi dan data mesti dimuthakirkan. Alasannya, itu demi menghindari penyelewengan.
Kepada Harian Radar Depok, Pengurus Harian YLKI, Agus Suyatno mengatakan, wacana menjadikan distribusi gas elpiji 3 Kg bersifat tertutup. Bisa dimengerti. Sebab, awal upaya migrasi dari minyak tanah ke gas elpiji tahun 2004, distribusi gas elpiji 3 Kg tertutup, dengan kartu kendali.
Namun, kata Agus, di tengah perjalanan kartu kendali tak berfungsi. Selanjutnya, distribusi bersifat terbuka yakni bebas pembeli. Hal itu, membuat kondisi semakin parah, manakala harga gas elpiji 12 Kg makin mahal. "Akhirnya banyak pengguna gas elpiji 12 Kg yang turun kelas menjadi pengguna gas elpiji 3 Kg," tutur dia.
Kebijakan saat ini, menggunakan model pendataan, terhadap kelompok penerima subsidi, berbasis data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE). Jadi, perlu pemuthakiran data, agar tidak ada distorsi, salah pendataan, atau praktik patgulipat, sehingga berpotensi terjadi penyimpangan. "Selain itu, harus ada skenario dari pemerintah dalam hal pengawasan sistem distribusi, hingga di tangan konsumen agar tidak terjadi gesekan antara pengecer dan konsumen," ucap Agus kepada Harian Radar Depok, Selasa (27/12).
Ketua Komisi B DPRD Kota Depok, Yuni Indriany mengatakan, kebijakan tersebut harus bertahap. Terlebih saat ini melek digital, masyarakat harus mampu menyesuaikan meskipun sedikit rumit. Karena aturan baru, pastinya masyarakat belum biasa. Butuh proses, pelan pelan diperbaiki. “Mengingat, tujuan positifnya yaitu subsidi tepat sasaran. Membantu masyarakat yang kurang mampu," jelas Yuni kepada Harian Radar Depok, Selasa (27/12).
Untuk itu, tambah Yuni, segera daftarkan KTP di aplikasi Pertamina. Tentunya, kebijakan tersebut guna memudahkan bukan untuk menyusahkan masyarakat. "Memang agak sulit, maka dari itu kesadaran masyarakat juga harus terbuka," imbuh dia.
Sebelumnya, kebijakan pemerintah membeli si melon alias gas 3 Kilogram (Kg) dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP), dinilai tak berpihak dengan usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Kota Depok. Musababnya, dalam sehari pelaku usaha ada yang bisa menghabiskan lebih dari satu tabung. Tak hanya itu, masyarakat juga merasa direpotkan dan khawatir data dirinya disalahgunakan.
Pedagang Bakso Trenso Kelurahan Cilodong, Sutrisna mengaku, keberatan jika harus menggunakan KTP saat membeli gas elpiji 3 Kg. Tiap hari dia membutuhkan delapan tabung gas. "Disini terdapat delapan tenaga kerja. Daerah asal mereka juga berbeda. Kalau harus menggunakan KTP, bukan domisili Depok bagaimana," jelas Sutristo kepada Harian Radar Depok, Senin (26/12).
Apalagi, kata Sutrisno, masih UMKM. Biaya pengeluaran akan bertambah, jika tidak mendapatkan gas elpiji 3 Kg, bagaimana. Kebijakan itu harus benar-benar berpihak kepada UMKM. Jangan hanya melihat dari sisi perorangan datanya. "Biaya karyawan, sewa, bahan dasar, dan masih banyak lainnya yang dikeluarkan tiap harinya. Kalau saya gunakan gas 5 Kg keberatan," ucap dia.
Sementara, pedagang lumpia basah, Ajie M mengatakan, selama subsidi tidak diberhentikan masih bisa diterima di masyarakat yang tidak masalah. Tapi, perlu diperhatikan juga usaha masakan yang membutuhkan lebih dari satu tabung gas 3Kg dalam sehari. "Kalau saya hanya cukup satu tabung. Itu bisa digunakan selama 2-3 hari," kata Ajie.
Warga Beji, Tuslam mengatakan, baru mengetahui ada kebijakan dari pemerintah yang ingin menerapkan hal itu. Menurutnya, jika hal itu diterapkan akan membebankan masyarakat karena harus memakai identitasnya. “Repot lah jadinya, masa mau beligas harus pakai KTP,” kata dia.
Di tempat lain, salah satu warga Ratu Jaya, Yuni Astuti menuturkan, jika hal itu diterapkan akan membuat was-was banyak masyarakat. Mengingat, KTP adalah sebuah hal yang bersifat pribadi, khawatir banyak oknum yang menyalah gunakan. “Harusnya jangan pakai KTP ya, bisa juga dibuatkan kartu khusus para penerima gas bersubsidi ini,” tutur dia.
Menurut dia, pada zaman sekarang sedang banyaknya pinjaman online banyak oknum menyalahgunakan identitas orang untuk pinjaman online tersebut. “Takut juga si kalau KTP kita di gunakan, apalagi kalo fotocopynya juga harus ditahan,” ungkap dia.
Dia berharap agar pemerintah mengkaji ulang terkait pembelian LPG 3 kg menggunakan menggunakan KTP. “Saya berharap kebijakan ini tidak di laksanakan karena buat masyarakat was-was,” tegas dia.(mg7/rd)
Jurnalis : Wilda Apriyani
Editor : Fahmi Akbar