RADAREPOK.COM-Di tengah derasnya berita viral tentang guru, tantangan yang muncul bukan hanya soal citra profesi, tetapi juga ketenangan jiwa. Sorotan publik sering terhenti pada satu 'titik hitam', sementara luasnya dinding putih pengabdian sehari-hari luput dari perhatian.
Laporan : Andika Eka Maulana
Karena itu, guru perlu kembali meneguhkan niat, menjaga konsistensi pada nilai-nilai kebaikan, dan terus berdiri teguh dalam marwah serta kemuliaan profesinya, apa pun isu yang datang dan pergi.
Beberapa waktu terakhir, dunia pendidikan kembali menjadi sorotan publik. Media sosial ramai membicarakan berbagai kasus yang melibatkan guru, mulai dari teguran yang disalahartikan, tindakan disiplin yang dianggap kekerasan, hingga miskomunikasi dengan orang tua murid yang kemudian menjadi viral.
Baca Juga: Punya Fasilitas Bank Darah, Anggota DPRD Kota Depok Hamzah Puji Perkembangan RSUD ASA
Namun sesungguhnya, dalam hiruk-pikuk media sosial tersebut, dunia pendidikan sering tampil seperti tembok besar berwarna putih bersih yang di tengahnya terdapat satu titik noda hitam.
Alih-alih melihat luasnya warna putih yang mendominasi, simbol dari pengabdian, ketulusan, dan kerja sunyi jutaan guru, banyak orang justru terpaku pada satu titik hitam itu.
"Kasus viral sekecil apa pun, meskipun hanya dilakukan oleh segelintir orang, seakan cukup untuk mencoreng marwah seluruh profesi guru," ujar dia kepada Harian Radar Depok.
Baca Juga: Dampak Investasi di Jabar Penyerapan Tenaga Kerja Mengalami Peningkatan
Padahal titik itu hanyalah sebagian kecil dari tembok besar yang selama ini berdiri kokoh menopang masa depan bangsa.
Di tengah sorotan yang tak selalu adil ini, guru sering menjadi pihak yang paling mudah disalahkan.
"Setiap kesalahan cepat dibagikan, setiap kekhilafan mudah dihakimi. Namun jarang sekali dunia mau berhenti sejenak untuk melihat betapa luasnya bagian putih yang tak pernah terekam kamera: guru yang datang paling pagi, yang mengajar sambil menahan lelah, yang membimbing tanpa pamrih, yang tetap tersenyum meskipun digempur tuntutan, administrasi, dan ekspektasi yang kian tak terbatas.
Baca Juga: Inflasi Jawa Barat Tembus 0,45 Persen, Didorong Kenaikan Harga Emas Tertinggi
Guru sering disebut “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Sebutan ini bukan untuk merendahkan, melainkan justru untuk meninggikan: karena jasa mereka tak ternilai, priceless. Guru mendidik manusia, membentuk akhlak, menanam nilai, dan menumbuhkan peradaban.
Tak ada mata uang yang bisa membayar tugas semulia itu. Namun di tengah perubahan zaman, penghormatan terhadap guru kerap digoyang oleh pandangan yang serba cepat dan dangkal.
Artikel Terkait
Santri MA Pesantren Al-Hamidiyah Go International, Ikuti The 9th Teenager Maker Camp dan Teacher Workshop di China
95 Persen Lulusan MA Pesantren Al-Hamidiyah Diterima di PTN dan PTLN
Santri MA Al-Hamidiyah Belajar Teknologi Masa Depan, Steammi : Bentuk Generasi Santri Kreatif dan Berkarakter
Yayasan Islam Al-Hamidiyah Hadir di ITE 26 : Cetak Generasi Islam Berdaya Saing Global