Perjalanan dari Ranu Pane menuju Ranu Kumbolo melewati jalur Ayak Ayak ditempuh dalam waktu 5 jam, itu pun kami sekeluarga berjibaku dengan tanjakan yang lumayan terjal selama pendakian, belum lagi debu yang kerap kali menghambat saluran pernafasan.
Bagi saya seorang ayah hal yang paling menyakitkan adalah melihat anak sedih karena asa nya pupus, dan paling bahagia melihat anak tersenyum lebar dan bahagia memiliki pengalaman baru yang tidak akan pernah dilupakan. “Yah kereen banget pemandangannya kaya lukisan,” kata Rama ketika tiba di Ranu Kumbolo. “Iya yah kereen banget,” timpal Adam.
Keesokannya setelah menikmati keindahan Ranu Kumbolo dan Tanjakan Cinta yang juga sangat fenomenal itu, kita beranjak pulang ke Ranu Pane. Puncak Mahameru terlihat jelas dari lembah savanna menuju jalur Ayak Ayak. “Nanti ade sama AA harus ke puncak Mahameru Yah kalau udah 10 tahun,” kata Rama sambil melihat puncak Mahameru kala itu.
Setibanya di Malang, Kamis (19/9/2019) pukul 03:00, kabar buruk kembali didengar. “Wah mas sekarang pendakian Semeru hanya sampai Ranu Kumbolo,” kata Pak Supri, supir angkot yang sudah dipesan oleh Mas Heri (saudara saya yang tinggal di Malang) untuk menjemput. “Serius mas,” timpal saya. “Iya mas, kebakaran hutan di Kalimati dari tanggal 16 september. Tapi info siang ini sudah padam,” katanya.
Baca Juga: Walikota Mohammad Idris Beri Penghargaan Enam Perangkat Daerah di Depok
Mendengar kabar buruk dari Pak Supri, nampak jelas kekecewaan Adam sama Rama, wajah kecewanya persis ketika petugas Jaga di Pos Ranu Pane tidak mengijinkan kita mendaki pada 2016 lalu. “Yah, ga bisa sampe puncak ya,” kata Rama, sedangkan Adam hanya tertunduk lesu tanpa semangat. “Kita lihat aja nanti, kalau Allah mengijinkan kita ke Puncak kita pasti ke puncak, tapi kalau Allah ga ngijinin, itu yang terbaik buat kita. Aa sama Ade berdoa aja supaya allah mengijinkan kita ke puncak,” kata saya disambut anggukan kepala mereka berdua
Bukan hanya Adam dan Rama saja yang kecewa, saya dan istri Ina Rosdiana juga kecewa. Bukan perkara mudah menyiapkan pendakian ke puncak Semeru sekeluarga. Komitmen untuk melakukan pendakian ini sudah dilakukan dua bulan sebelum perjalanan. Kami sekeluarga dipaksa melatih fisik, seminggu empat kali saya jogging setelah mengantar anak anak sekolah. Adam dan Rama juga melakukan itu sepulang sekolah, belum lagi latihan silat Merpati Putih seminggu dua kali. Sedangkan istri saya harus merogoh kocek lebih dalam buat latihan fisik di tempat fitness salah satu Mall terbesar di Cibinong.
Informasi dari Pak Supri itu tidak mengkandaskan keinginan kami sekeluarga dan para sahabat untuk medaki Gunung tertinggi di pulau Jawa dengan ketinggian 3676 Mdpl. Setibanya di rumah Mas Heri, tim yang berjumlah 10 orang terdiri dari Saya, Ina Rosdiana (istri), Adam (anak), Rama (anak), Arlan Yudi, Elviro Pratama (Kopdar), Rizki Muhammad (Kondor), Mohamad Tsabit (Oleng), Fidel Akbar dan Rizky Afrialdi (Kidoy) melakukan packing ulang. Beberapa barang yang tidak dibutuhkan ditinggal di rumah Mas Heri, dan pembagian peralatan lebih dimaksimalkan lagi. (bersambung).***