"Kalau dulu kan lewat fasilitator. Misalnya ada orang miskin, contohnya saya nih. Saya dateng ke fasilitator di kelurahan, kemudian tiap bulan di rapatin untuk di cek kebenarannya. Misalnya, benar tidak pak RT, warga bapak miskin, terus RT bilang iya benar, berarti oke," terangnya.
Berbeda dengan aplikasi tersebut, semua bisa daftar dengan sendiri. Sistem aplikasi itu kalau tidak adabyang menyanggah berarti aman dan lolos masuk dalam DTKS, kalau ada yang sanggah berarti tidak lolos.
"Nah sekarang nggak. Orang bisa langsung, setiap individu boleh daftar. Sampai ada yang menyanggah. Misalnya, itu mah pak suparyiono, anggota dewan. Masa daftar," jelas Suparyiono.
Hal tersebut menurutnya membuat DTKS menjadi bengkak jumlahnya, seperti yang dirilis Kemensos. (rd/arn)
Jurnalis : Arnet Kelmanutu
Editor : Junior Williandro