Sosoknya memang dikenal di Kota Depok, bahkan Nasional. 40 tahun sudah bergelut dengan pena dan foto untuk menghasilkan karya jurnalistik. Semua berawal dari dari SD saat Ashari berjualan koran di lampu merah perkotaan.
Laporan : Arnet Kelmanutu
RADARDEPOK.COM, Kondisinya yang sudah renta tak pernah menyurutkan hobinya dalam menciptakan karya jurnalistik. Diusianya yang ke-60 tahun, Ashari masih terus menjadi manusia produktif, memberikan informasi ke seluruh pembaca.
Dirinya sejak berusai 20 tahun mulai berkecimpun dengan dunia jurnalistik. Ketika itu, di tahun 1982. Dia belum memakai lencana kartu pers atau identitas lainnya, tapi harus berjibaku dengan berbagai pejabat negara untuk mendapatkan informasi yang murni.
Tak jarang ada yang menolaknya, justru itu menambah semangatnya untuk mendapatkan hasil yang maksimal untuk dilaporkan ke kantornya yang saat itu di Sinar Harapan.
"Sinar Harapan itu sore terbitnya. Jadi dari pagi sampai sebelum jam 2 siang harus dapat berita. Karena jam 2 siang itu, saya harus balik ke kantor untuk setor berita," katanya yang penuh senyuman.
Apalagi katanya, saat awal terjun ke wartawan, harus menghadapi narasumber yang berpangkat kolonel yang dulu masih ada dijajaran Reskrim Polda Metro Jaya sampai Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU).
Tapi karena niat, kejujuran, dan kegigihan, dirinya berhasil duduk satu ruangan dengan dua pejabat yang di era Presiden Soeharto sangat susah untuk ditemukan, sebab wajib menembus berbagai pintu penjagaan.
"Itu awal saya liputan ya. Sama sekali dibekali indentitas pers, karena emang itu peraturannya di media," beber Ashari.
Lima tahun kemudian, setelah berhasil menuntaskan berbagai tugas semi militer dari redaksi yang sejatinya harus dapat secara utuh. Ashari akhirnya mendapatkan identitas persnya lima tahun mendatang, sekitar di tahun 1987 dan 1988.
Sejak itu, tugas liputan mulai diberikan kepadanya, mulai dari dalam kota sampai luar kota. Tapi sejak 1982 Ashari bertugas di Bogor dan Depok. Ketika itu Depok masih menjadi kota administratif.
Banyak hal berkesan buatnya dari semua tugas liputannya. Paling yang yang tak bisa dilupakan dirinya, setiap bertugas ke luar kota, perlengkapan liputan yang dijinjing nyaris 40 kilogram karena terdapat tele photo atau perintilan alat untuk mencuci foto, mencetak foto, mengirim foto sampai tulisan.
"Ya kurang lebih seperti alat fax. Jadi saya lakukannya itu di kamar hotel, tepatnya di kamar mandi yang sangat rapat biar cuci dan cetak foto hasilnya maksimal," ceritanya saat mengingat bertugas waktu itu.
Bahkan, dirinya ketika bertugas di tanah Sumatera, tepatnya di Padang. Masyarakat daerah mengelilingi dirinya bersama rekan media lainnya untuk menanyakan bantuan sembako yang tidak merata saat Presiden Soeharto menyuplai bantuan ke tanah Padang.