Senin, 22 Desember 2025

Depok Kota Intoleran Cuma Framing, Berikut Penjelasan Lengkapnya

- Senin, 7 November 2022 | 23:53 WIB
KOMPAK : Narasumber dan peserta diskusi
KOMPAK : Narasumber dan peserta diskusi

RADARDEPOK.COM, DEPOK - Pelabelan Depok sebagai Kota Intoleran dibedah dalam diskusi bertajuk "Depok Kota Intoleran, Benarkah?" yang digelar DPC PIKI Kota Depok, PGI-S Kota Depok, STT Skriptura dengan menghadirkan peneliti dari Setara Institute di Gereja GGP Bait El, Jalan Puring, Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoranmas, Minggu (6/11).


Peneliti dari Setara Institute sekaligus penulis Indeks Kota Toleransi (IKT), Iif Fitriyati Ihsani menegaskan, pelabelan intoleran terhadap Kota Depok hanyalah framing belaka. Sebab, pihaknya tidak pernah mengeluarkan pernyataan atau penelitian terkait hal tersebut.


"Sebenarnya kita konfirmasi atau klarifikasi saja, karena isunya terlalu luas berkembang tapi arahnya gak jelas. Karena kalau kita mau memperbaiki itu item-itemnya yang mau diperbaiki itu harus jelas, jadi kita kesini konfirmasi," ungkapnya kepada Radar Depok, Minggu (6/11).


Menurut Iif, penelitian IKT yang menempatkan Depok pada urutan paling rendah ditujukan agar terciptanya regulasi dari pemerintah daerah yang menunjukan keberpihakan terhadap isu kerukunan antar umat beragama.


"Tujuannya, untuk bagaimana Depok bertumbuh. Karena kita juga membuat suatu indeks kota toleran itu tidak mengukur dalam pengertian melihat kekurangan. Tetapi, kita ingin melihat suatu kota itu berprogres untuk menjaga toleransi di masing-masing kota," tegasnya.


Dia menjelaskan, toleransi tidak dapat tumbuh begitu saja. Pasalnya, rasa toleran harus dipupuk atau dirawat sehingga, dapat terjaga dengan baik. "Untuk menjaga toleransi, perlu membangun komunikasi lebih intens antara pemerintah dan masyrakat," ujar Iif.


Iif membeberkan, salah satu alasan pihaknya menempatkan Depok menjadi kota paling rendah dalam penelitian IKT, karena regulasi yang dibuat Pemkot Depok dianggap kurang tepat.


"Temuan kami dari Setara Institute, aparatur pemerintah masih belum banyak melakukan progresnya dan mungkin cenderung terlibat ke dalam perilaku yang kurang pas," sebutnya.


Misalnya, ungkap Iif, Perda Religius dalam RPJMD yang dibuat Pemkot Depok memuat formalisasi agama tertentu yang selanjutnya diklaim sebagai bagian dari struktur pemerintah.


"Kemudian, minimnya kehadiran pemerintah ke dalam kegiatan keagamaan pada perayaan besar keagamaan. Karena kan harusnnya selalu harus hadir," terangnya.


Selain itu, Pemkot Depok secara tidak langsung membenarkan adanya ekslusifisme. Contohnya memberikan ruang seluas mungkin bagi perumahan atau sekolah yang mengatasnamakan agama tertentu.


Iif menjabarkan, Depok bisa saja naik tingkat dalam penelitian IKT jika, Pemkot Depok mau menganggarkan dana untuk program yang membangun kerukukan.


"Atau mulai memback up dinamika masyarakat sipil, kemudian hadir dalam perayaan hari raya besar, jangan banyak memberikan ruang eklsusif misalnya," urainya.


Sekum PGI-S Kota Depok, Mangranap Sinaga menjelaskan, diskusi itu digelar karena adanya keraguan dari pihak penyelenggara terhadap pelabelan Depok sebagai Kota Intoleran.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X