Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Manik Marganamahendra.
RADARDEPOK.COM, DEPOK - Memang kemarin dan hari ini (26/9), mahasiswa di sekitaran Jabodetabek dan daerah belum turun ke jalan lagi menyuarakan aspirasinya. Mahasiswa masih menahan diri dan sedang konsolidasi. Sikap itu bukan berarti karam, mereka malah tetap mengawal seluruh tuntutan sampai 30 September.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Manik Marganamahendra menegaskan, pada hari ini, Rabu (25/9) belum ada aksi dari mahasiswa. "Hari ini (kemarin) belum ada aksi lagi," kata Manik kepada jurnalis di LBH Jakarta, Jakarta Pusat.
Manik mengungkapkan, perihal waktu yang akan dipilih untuk bersama mahasiswa lainnya kembali turun ke jalan, masih dikonsolidasikan. Mahasiswa, kata dia, tidak akan tinggal diam dan akan terus mengawal tuntutannya hingga paripurna terakhir yang diinformasikan akan jatuh pada 30 September 2019 mendatang. "Yang jelas kami masih akan terus mengawal karena paripurnanya itu kan tanggal 30 September," tegas Manik.
Menurut dia, pergerakan mahasiswa merupakan pergerakan napas panjang. Karena masalah korupsi juga masih ada. “Masalah RUU KPK, itu masih yang kami kawal, sehingga kedepannya masih ada pengawalan," ucap Manik.
Hanya saja, sambung pemuda berkumis ini belum tahu dalam bentuk aksi ataupun pengawalan lain sampai disiapkan juga untuk judicial review. “Sebenarnya sudah ada teman-teman mahasiswa yang mengajukan, nanti kami ingin bantu kawal," bebernya.
Menurutnya, aksi Selasa (24/9) ada oknum yang menghasut massa mahasiswa untuk berbuat ricuh saat unjuk rasa, menolak sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang bermasalah, digelar. Oknum tersebut, kata dia, tidak mengenakan atribut kampus manapun. Padahal, para peserta demonstrasi telah diminta mengenakan almamater dan melengkapi diri dengan kartu tanda mahasiswa. “Itu oknum yang ada di dalam massa. Bukan massa yang ingin menyampaikan aspirasi. Kami rasa itu massa di luar massa kami yang membuat kegaduhan,” terangnya.
Dia menuturkan, kericuhan dimulai saat mahasiswa hendak berdialog dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo. Namun tiba-tiba, ada sekelompok orang yang mengarahkan untuk menggoyang pintu gerbang keluar/masuk Kompleks Parlemen.
Setelah itu, mereka membakar sesuatu yang memicu polisi mengerahkan mobil water cannon untuk menyemprot mahasiswa. Tidak berhenti sampai di sana, polisi juga menembakkan gas air mata ke arah kerumunan mahasiswa.
Manik mengatakan, ulah oknum tersebut telah mendelegitimasi gerakan mahasiswa. Kericuhan yang terjadi saat unjuk rasa berpotensi membuat publik tidak lagi percaya dengan mahasiswa. “Padahal ini gerakan yang betul-betul gerakan organik, massa yang meluapkan kemarahannya pada penguasa,” katanya.
Presiden BEM Universitas Gadjah Mada (UGM), Atiatul Muqtadir mengaku, akan terus mengawal pembahasan keempat RUU kontroversial tersebut. Keempat RUU dimaksud, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, dan RUU Minerba.
Adapun untuk revisi UU KPK yang telah disetujui disahkan menjadi undang-undang oleh DPR bersama pemerintah, BEM UGM menyatakan mendukung langkah pegiat antikorupsi mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Saya pastikan kemarin bukan bentuk perjuangan terakhir, tapi perjuangan berikutnya akan dilakukan. Entah lewat aksi massa atau melalui jalur hukum,” katanya.
Komitmen untuk terus mengawal pembahasan RUU bermasalah muncul karena Atliatul mengaku, sudah lelah dibohongi oleh DPR dan pemerintah. Jika tak dikawal, bukan tidak mungkin pasal-pasal yang kontroversial bakal lolos.
Ucapan elite DPR yang menyatakan telah memenuhi permintaan mahasiswa untuk menunda pengesahan RUU dinilai sebagai pemanis belaka agar situasi keamanan tidak menjadi lebih buruk.
“Ketika disampaikan ditunda, masih ada kemungkinan (RUU) diloloskan, ini perlu terus dikawal. Belum semua tuntutan kami dipenuhi, terutama soal RUU KPK. Kami tak ingin kecolongan lagi,” tegasnya.
Terpisah, Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo berharap, penundaan pengesahan empat revisi dan rancangan undang-undang bisa dimanfaatkan DPR untuk memperbaiki pasal-pasal yang kontroversial. Keempat RUU tersebut yaitu, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Pertanahan, RUU Minerba, dan RUU Pemasyarakatan (PAS).
"Kami berharap bisa memperbaiki pasal-pasal yang menjadi kontroversi. Mungkin kalau ada pasal-pasal yang bisa didrop, kami bisa drop," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (25/9).
Bambang menegaskan, keempat RUU itu ditunda pengesahannya hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Jika RUU belum juga disahkan hingga masa sidang akhir DPR, 30 September 2019, akan dibahas DPR periode mendatang. Namun, melihat sisa masa kerja DPR yang kurang dari seminggu lagi, kemungkinan besar RUU tersebut bakal diselesaikan DPR masa kerja 2019-2024.
"Sebetulnya kalau kita cerdas ya, batas waktu yang tidak ditentukan itu kalau dilihat, orang batas waktunya tinggal tiga hari ya berarti artinya (disahkan) periode depan," tandas Bambang. (rd)Editor : Pebri Mulya