nasional

Pemerintah Diminta Tak Menaikkan Harga BBM Bersubsidi

Kamis, 25 Agustus 2022 | 13:29 WIB
ILUSTRASI: Mengisi BBM di SPBU. FOTO: SALMAN TOYIBI/JAWA POS

RADARDEPOK.COM, JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad menyarankan pemerintah untuk tidak terburu-buru menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Dia menyebutkan tiga alasan untuk tidak menaikkan harga BBM.

Menurut politikus Partai Gerindra itu, kebijakan tersebut perlu dilihat secara mendalam dari aspek keuangan negara, sebab menyangkut alokasi APBN untuk subsidi energi sebesar Rp502 triliun, yaitu subsidi BBM, listrik, dan elpiji 3 kilogram.

“Itu Rp502 triliun, yang terserap pada Juni 2022 baru Rp 74,5 triliun. Artinya, alokasi kita di APBN masih cukup memadai kalau kita lihat dari segi keuangan negara. Bagaimana perkembangan terbaru pada bulan Agustus? Ada tiga yang bisa kita jadikan dasar untuk tidak menaikkan harga BBM,” kata Kamrussamad kepada wartawan, Kamis (25/8).

Alasan pertama untuk tidak menaikkan BBM adalah harga minyak dunia sudah turun. Dia mengutarakan, harga minyak mentah dunia saat ini berada di angka USD 94,68 per barel.

Angka tersebut secara tren terus menurun dibandingkan pada harga saat 9 Juni 2022 yang mencapai USD 121,5 per barel. Bahkan pada Agustus 2022 ini, harga minyak dunia tidak pernah menyentuh lebih dari USD 95 per barel.

Alasan kedua, yaitu penerimaan negara meningkat bahkan surplus pada semester pertama. BPS menyebutkan ekonomi Indonesia tumbuh tinggi pada triwulan II 2022 di tengah risiko pelemahan ekonomi global dan tekanan inflasi yang meningkat.

“Perkembangan tersebut tecermin pada pertumbuhan ekonomi triwulan II 2022 yang mencapai 5,44 persen, jauh di atas capaian triwulan sebelumnya 5,01 persen,” ujar Kamrussamad.

Alasan ketiga, yaitu konsumsi atau daya beli masyarakat sudah mulai membaik. Kalau daya beli masyarakat ini sudah mulai membaik, kemudian pemerintah menaikkan harga BBM, daya beli bisa kembali drop.

“Kenaikan harga BBM ini bisa memengaruhi inflasi yang cukup tinggi dan laju pertumbuhan kita bisa terjadi stagflasi. Nah, ini yang harus dihitung baik-baik oleh pemerintah,” jelas legislator dapil DKI Jakarta III tersebut.

Karena itu, ia berharap para menteri, selain Menteri Keuangan, harus membaca kembali data realisasi APBN 2022 sebelum berkomentar mewacanakan rencana kenaikan BBM, khususnya alokasi subsidi energi.

“Menurut saya tidak cukup alasan untuk menaikkan harga BBM untuk saat ini,” tandas Kamrussamad.

Senada, Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka mengatakan, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi seharusnya tidak naik karena alokasi anggaran di APBN untuk subsidi energi jumlahnya bertambah.

“Di tengah pernyataan, kenaikan alokasi APBN untuk subsidi energi yang mencapai Rp502 triliun. Artinya, subsidi naik tiga kali lipat dari tahun sebelumnya, namun terjadi kontradiksi yaitu harga BBM bersubsidi justru direncanakan akan naik,” kata Rieke dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VI DPR bersama Menteri BUMN di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Menurutnya, ketika alokasi anggaran negara untuk subsidi energi naik, maka secara logika harga jual kepada rakyat tidak naik. Oleh karena itu, dia mempertanyakan kenapa harga jual BBM ke rakyat malah direncanakan naik padahal alokasi uang rakyat di kas negara untuk subsidi BBM bertambah.

“Presiden Jokowi telah memberikan keputusan politik anggaran yang luar biasa untuk memperkuat bangkitnya ekonomi rakyat, khususnya mereka yang miskin dan tidak mampu melalui lokasi APBN untuk program-program, termasuk subsidi energi,” kata Rieke.

Dia mendukung komitmen Presiden Jokowi untuk tidak menaikkan harga BBM bersubsidi karena alokasi subsidi BBM dari APBN sudah naik tiga kali lipat.

Rieke mengatakan, hal itu untuk menanggapi pernyataan Presiden Jokowi pada Rapat Paripurna DPR, Selasa (16/8), yang menyebutkan hingga pertengahan tahun 2022, APBN surplus Rp 106 triliun.

Oleh karena itu, Pemerintah mampu memberikan subsidi BBM, LPG, dan listrik sebesar Rp502 triliun di tahun 2022 ini agar harga BBM di masyarakat tidak melambung tinggi.

Rieke juga mendukung Presiden Jokowi untuk memerintahkan menteri-menteri terkait untuk memperbaiki data penerima subsidi #SatuDataIndonesia yang akurat dan aktual, termasuk penerima subsidi energi.

“Alokasi APBN Rp 502 triliun untuk subsidi BBM wajib tepat sasaran kepada warga yang miskin dan tidak mampu,” ujar Rieke Diah.

Dia meminta Kementerian BUMN memberikan jawaban tertulis tentang rincian minyak mentah dari Indonesia dan impor. Dia juga meminta rincian impor minyak mentah, LPG, dan LNG dari tahun 2011-2022 serta dari mana sumber data penerima subsidi energi tahun 2019-2022. (jpc/rd/net)

Tags

Terkini