Foto : DOK BPJS KESEHATAN
RADARDEPOK.COM, JAKARTA - Polemik terus membengkaknya defisit anggaran untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berbuntut pada adanya wacana adanya kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Karena, di tahun ini saja pembengkakan defisit anggaran PT Asuransi Kesehatan Indonesia mencapai Rp 9,1 triliun.
Pada saat rapat bersama Komisi XI dan Kementerian Keuangan, Direktur Keuangan BPJS Kesehatan Kemal Imam Santoso mewacanakan kenaikan tersebut, karena sudah sangat mendesak.
“Kebutuhan kenaikan iuran memang sudah cukup mendesak. Ini supaya BPJS sustain (bertahan, Red),” ujar Kemal.
Saat ini iuran BPJS Kesehatan terdiri dari tiga kelas yakni kelas I, kelas II, dan kelas III. Dari kelas tersebut pemerintah telah menetapkan iuran sebesar masing-masing Rp 81 ribu, Rp 51 ribu dan 25,5 ribu. Besaran iuran tersebut mengacu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014.
Kemal menerangkan, difisitnya anggaran untuk BPJS Kesehatan tersebut, disebabkan karena banyaknya peserta yang menunggak iuran. Dimana, total ada sekitar 15 juta orang yang menunggak.
“Estimasi (defisit, Red) kita pada current running seperti ini Rp 28,5 triliun. Ini carried dari tahun lalu Rp 9,1 triliun plus yang ada tahun ini kan Rp 19 triliun,” bebernya.
Menurut Kemal, untuk berapa besar kenaikan iuran yangharus ditanggung peserta belum bisa ditentukan, meskipun untuk pembahasan kenaikan iuran sudah diusulkan oleh Dewan Jaminan Nasional (DJSN) kepada presiden Joko Widodo. Namun, DJSN belum mengetahui berapa kenaikan iuran yang harus ditanggung peserta.
“Mungkin sebaiknya (tanya, Red) kepada DJSN saja (soal kenaikan iuran, Red) supaya lebih akurat. Ini seperti yang sudah disampaikan kan untuk kepentingan bersama,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa salah satu faktor penyebab defisit tersebut adalah banyaknya peserta yang tidak patuh membayar iuran. Kelompok yang terbanyak adalah Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) yang jumlahnya mencapai 31,5 juta dan Bukan Pekerja yang jumlahnya mencapai 5,1 juta jiwa.
Tidak teraturnya pembayaran iuran dari peserta pun akhirnya membuat keuangan BPJS Kesehatan menjadi semakin memburuk. Sebab, besaran klaim yang dibayarkan perseroan lebih besar dari iuran yang diterima dari peserta setiap bulannya.
Rendahnya kepatuhan pembayaran iuran ini membuat pemerintah putar otak. Alhasil, mulai 2014 lalu, pemerintah memberlakukan kebijakan pengguna jaminan kesehatan tak bisa menggunakan langsung manfaat kartu ketika baru mendaftar. Masa tunggunya harus mencapai dua pekan terlebih dahulu. (jwp/rd)
Editor : Pebri Mulya
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Terkini
Sabtu, 20 Desember 2025 | 19:14 WIB
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:53 WIB
Sabtu, 20 Desember 2025 | 10:25 WIB
Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:45 WIB
Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:10 WIB
Sabtu, 20 Desember 2025 | 08:25 WIB
Sabtu, 20 Desember 2025 | 08:05 WIB
Sabtu, 20 Desember 2025 | 07:00 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:12 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 17:43 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 16:31 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 15:00 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 14:05 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 13:17 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 10:40 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 10:03 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 09:58 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 09:15 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 08:45 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 08:15 WIB