Senin, 22 Desember 2025

Soal Pembatasan Masa Jabatan Presiden, Din Syamsuddin Minta MK Buka Suara

- Jumat, 16 September 2022 | 10:14 WIB
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin. FOTO: DOK. JAWAPOS.COM
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin. FOTO: DOK. JAWAPOS.COM

RADARDEPOK.COM, JAKARTA -- Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin mengkritik pernyataan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono yang menyebutkan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat maju lagi pada Pemilihan Presiden dalam Pemilu 2024 mendatang. Din menilai, pernyataan Fajar sangat tendensius dan berpotensi melanggar konstitusi.

Menurut Din, MK harus mengambil langkah tegas dengan mencopot Fajar dari posisinya saat ini. Sebab jika tidak, publik akan menilai apa yang disuarakan oleh Fajar sudah mendapat restu dari MK sebelumnya.

“Seorang Jubir biasanya mewakili lembaga, dan tidak akan berani mengeluarkan pernyataan kecuali atas restu bahkan perintah Pimpinan MK. Kalau MK membantah maka harus ada sanksi tegas berupa pencopotan sang jubir yang telah melakukan pelanggaran, tidak hanya off side, tapi free kick,” ucap Din kepada wartawan, Jumat (16/9).

Din menilai, adanya pernyataan dari Fajar Laksono dapat membuktikan bahwa selama ini MK memihak calon tertentu dalam memutus perkara Pemilu maupun Pilpres.

Jika memang itu yang terjadi saat ini, maka Din menilai hal ini sangat berbahaya bagi bangsa Indonesia.

“Pernyataan Jubir MK itu, tidak atas pertanyaan atau permintaan seseorang atau lembaga/organisasi adalah tendensius, dan membenarkan dugaan bahwa MK selama ini tidak netral, tidak imparsial, dan tidak menegakkan keadilan menyangkut isu Pemilu dan Pilpres, seperti yang ditunjukkannya pada keputusan tentang Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan Presiden-Wakil Presiden,” tegas Din.

Malapetaka bagi bangsa Indonesia, apabila perisai terakhir penegakan hukum atau konstitusi justru berkecenderungan melanggar hukum atau konstitusi itu sendiri.

Maka, lanjut Din, sudah waktunya rakyat mereview atau merevisi keberadaan MK dari perspektif UUD 1945 yang asli.

MK tidak hanya harus mengenakan sanksi tegas atas jubirnya, tapi harus mengeluarkan pernyataan bahwa seorang Presiden hanya untuk dua masa jabatan berturut-turut dan tidak boleh diotak-atik untuk diberi peluang mencalonkan diri lagi walau sebagai wakil presiden.

“Penegasan itu harus segera dikeluarkan oleh MK. Sebab jika ini diabaikan oleh MK, saya sebagai warga negara bersedia bergabung bersama rakyat cinta konstitusi melakukan aksi protes besar-besaran,” demikian Din.

Sebelumnya, Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menyatakan, tidak ada aturan secara eksplisit yang mengatur soal presiden yang telah menjabat selama dua periode, lalu kembali mencalonkan diri sebagai cawapres.

“Soal presiden yang telah menjabat dua periode lalu mencalonkan diri sebagai cawapres, itu tidak diatur secara eksplisit dalam UUD,” kata Fajar kepada wartawan, Senin (12/9).

Karena itu, Fajar menuturkan tidak terdapat adanya larangan bagi presiden dua periode untuk menjadi wakil presiden di periode berikutnya.

“Secara normatif mau dimaknai boleh sangat bisa. Secara etika politik dimaknai tidak boleh, bisa juga. Tergantung argumentasi masing-masing,” tutup Fajar. (jpc)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X