Senin, 22 Desember 2025

HMS Center: Naskah Akademik Keppres Nomor 2/2022 Memanipulasi Sejarah

- Selasa, 8 Maret 2022 | 15:36 WIB
Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho. Istimewa
Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho. Istimewa

RADARDEPOK.COM, JAKARTA- Kecaman terhadap naskah akademik  Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara hingga kini belum juga mereda.


Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho sangat menyayangkan naskah akademik  Keppres tersebut  sangat kental dengan nuansa memutarbalikkan sejarah. Hal ini sangat mencederai martabat sejarawan nasional.


“Jujur, saya hanya mengelus dada kalau intelektual, sejarawan, dipakai untuk kepentingan politis begini. Rusak negara kita kalau intelektual kampus, sejarawan, main-main politik. Hancur negara ini,” kata Hardjuno saat konfrensi pers di Jakarta, Selasa (8/3).


Seperti diketahui, Keppres Nomor 2 tahun 2022, yang memuat tentang Serangan Umum 1 Maret 1949 diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta pada 24 Februari 2022 itu.


Namun Keppres Nomor 2 tahun 2022 menuai polemik karena tidak menyebut nama Soeharto sebagai tokoh sentral di dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.


Padahal, Soeharto yang kala itu berpangkat Letkol  memiliki peran yang sangat besar saat peristiwa tersebut.


Hardjuno, melihat naskah akademik ini produk murahan yang jauh dari nuansa intelektual.
Bahkan, Keppres ini sangat kental dengan nuansa menjilat pemerintahan Jokowi.


Sisi lain, Keppres ini justru jahat sekali pada mantan presiden Jenderal Besar Soeharto.
Padahal, peran Soeharto dalam sejarah perjalanan bangsa ini sangat besar sekali.
Bahkan ditangan Soeharto, Indonesia terbebasakan dari  ancaman perang saudara dan juga kesusahan ekonomi.


Tetapi anehnya tegas Hardjuno tidak satu pun jasa Presiden Soeharto yang dibanggakan dan justru yang dikampanyekan seolah-olah penuh kejahatan.


"Ini kan kebangetan banget. Dan ingat, Indonesia seperti sekarang ini juga karena jasa dan hasil keringat pak Harto. Jangan lupakan itu," tuturnya.


Berbeda dengan Soeharto, Jokowi yang memiliki banyak sekali kritik di masa pemerintahannya selalu dipuja.
Seolah-olah di jaman pemerintahan Jokowi semuanya  berisi kebaikan. Dan bahkan ditulis sanggup membawa bangsa ini keluar dari neo imperialisme.


“Apa lupa berapa utang luar negeri kita di masa Jokowi? Apa lupa minyak goreng sampai nggak ada padahal negara kita kaya sawit? Apa lupa berapa hutan yang dijual ke imperialis,” ujar Hardjuno dengan nada tanya.


Sebagai naskah akademik lanjut Hardjuno, produk ini sangat tidak berkualitas.
Apalagi, hasil kajian akademisnya berisikan  politik.



Menurut Hardjuno, kebijakan tidak bisa ditulis sebagai naskah akademik sebuah keputusan presiden. Kebijakan selalu memunculkan banyak pandangan tergantung cara pandangnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X