Menurut Jojo, prinsip kampanye adalah apakah bukan tentang hak para peserta Pemilu, tapi juga apakah hak para pemilih itu sudah terpenuhi dengan mendapatkan informasi terhadap setiap calon.
“Saat kampanye, bukan hanya hak calon untuk dia bisa menginformasikan kepada publik tentang visi misi dan program-programnya. Tapi juga harus memikirkan hak pemilih dalam menyukseskan pemilu,” tandas Jojo.
Selain itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow mempertanyakan siapa yang menentukan panjang/pendeknya masa kampanye. Apakah KPU, dengan pertimbangan yang lebih teknis, atau partai politik dan masyarakat.
“Semakin terbiasanya masyarakat kita dengan Pemilu, mungkin masa kampanye bisa diperpendek. Tapi jika masyarakat masih bingung, maka kampanye harus diperpanjang,” ungkapnya.
Jeirry mengatakan, pemilih kita selalu datang hanya untuk melegitimasi tanpa dia tahu apa keterlibatannya secara komprehensif.
“Inilah pentingnya Voter Education. Rakyat harus paham untuk apa dia memilih dan kenapa dia memilih calon tertentu,” pungkas Jeirry.
Dirinya juga berharap semoga demokrasi di pemilu 2024 bisa menjadi Pemilu yang berkelas. Dengan tidak diminimalisirnya potensi pelanggaran pemilu khususnya saat tahapan kampanye. (*)
Editor : Ricky Juliansyah