MERAKYAT: Sejumlah orang membawa keluarganya untuk bermalam minggu di Pasar Malam yang ada di Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Sabtu (11/3). Khususnya anak-anak, mereka sangat menikmati permainan yang tersedia di tempat itu. Hiburan masyarakat untuk kelas menengah kebawah ini memang sangat diminati untuk dikunjungi oleh mereka. Foto:Ahmad Fachry/Radar DepokKehadiran pasar malam di Kota Depok ibarat oase di tengah gurun. Mampu memberi kesejukan di tengah panasnya gurun. Ya, pasar malam saat ini mampu menjadi alternatif wisata murah, ditengah glamornya objek wisata saat ini. Radar Depok berkesempatan main-main ke sebuah pasar malam, bilangan Jalan Komjen M Jasin, Kelurahan Tugu, Cimanggis.
Letaknya yang berada di pinggir jalan, membuat kehadiran pasar malam di kawasan Pura, Jalan Komjen M Yasin, Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis ini selalu ramai tiap akhir pekan.
Di dalamnya terdapat lebih 13 wahana permainan yang ditawarkan. Bermacam lapak yang menjajakan makanan serta berbagai kebutuhan juga ada.
Adapun wahana yang ada, antara lain komidi putar, perahu ombang-ambing, mancing ikan tiruan, lempar kaleng, lempar gelang, lempar panah, mandi bola, kereta keliling, pesawat tiruan, sampai mobil-mobilan.
Segmentasi pasar malam ini juga bukan sembarangan. Mereka yang mampu menikmati wahana pasar malam merupakan balita dan anak usia di bawah 11 tahun. Untuk pasar malam yang berada di Tugu ini, kehadirannya sudah ada sejak akhir tahun lalu, atau tepatnya pada akhir Desember 2016.
Jika musim penghujan datang, mereka harus mengejar target pendapatan. Biasanya mereka mampu bertahan lebih dari satu bulan. “Kami mendirikan pasar malam di Jabodetabek,” beber Rinto Mahuri, bos pasar malam tersebut.
Pria 35 tahun ini sudah melakoni bisnis ini hampir 15 tahun. Bisnis ini adalah warisan orang tuanya.
“Kalau di total dari orang tua, bisnis ini sudah berjalan lebih dari 20 tahun,” terang lelaki tinggi besar ini.
Anak pertama dari tiga saudara ini juga mengaku menjalankan bisnis ini untuk menjaga peninggalan orang tua. “Pasar malam buka dari pukul 17:00 WIB sampai 22:00 WIB. Jadi paginya saya melakukan usaha lain. Berdagang,” jelas dia.
Tiap wahana yang ada di pasar malam diberikan tarif Rp 5000. Mereka yang datang, dapat membeli tiket dan menukarkan ketika ingin bermain. Walau tidak menyebutkan secara spesifik, tetapi bisa dibayangkan pendapatan Rinto tiap malamnya jika ramai.
“Kalau pendapatan bersih tiap bulannya tidak tetap. Kadang bisa lebih dari Rp5 juta atau malah kurang. Atau bahkan merugi,” beber dia.
Saat ini dalam pengoperasian wahana permainan, terbilang modern. Sudah pakai listrik. Kalau dulu manual menggunakan tenaga manusia.
Usaha ini sangat tergantung dengan cuaca. Karenanya kala musim hujan yang terjadi tiga bulan terakhir membuat dirinya bersama 12 pegawainya harus menambah waktu menetap hingga tiga bulan.
Hidup Nomaden, Jalani Izin Bertingkat
Hidup nomaden atau berpindah-pindah bagi pengelola pasar malam sudah merupakan hal yang biasa. Biasanya mereka hanya sebulan bertahan disuatu tempat, tetapi jika pemasukan tidak mampu mencukupi biaya operasional seperti membayar karyawan dan lain-lainnya. Rinto tak jarang juga harus menambah waktu untuk menetap.
Tidak hanya itu, dirinya juga harus menyiapkan uang jutaan rupiah untuk mendapatkan izin mendirikan pasar malam. Dari mulai izin lingkungan, izin keramaiaan, hingga biaya yang tidak terduga seperti memberikan uang jatah bagi oknum yang mengaku pengaman.
“Setiap wilayah memang bervariasi (biaya izin) tetapi biasanya tidak kurang dari jutaan rupiah untuk mengurus izin,” terang dia.
Memberikan biaya terduga kata dia, juga menjadi salah satu kendala yang dihadapi untuk mencapai target pendapatan. Bahkan izin berlapis dari Ketua RT, RW, Kelurahan, Kepolisian, TNI hingga ormas harus dilaksanakan tiap dia ingin menempati suatu tempat sebagai lokasi pasar malam.
“Yang sudah pasti itu ialah harus membayar uang makan karyawan Rp50 ribu perhari, kami juga harus menyiapkan biaya tak terduga,” ungkap dia.
Pria asal Riau ini juga mengaku harus pandai mendekati banyak ormas agar usahanya tidak menemui halang rintang.
“Kalau uang untuk ormas itu memang tidak ada di peraturan, tetapi harus diberikan karena mereka yang ada di wilyah juga,” jelas dia.
Tetapi menurut dia, saat ini, pendapatannya jauh berkurang dari tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut diakibatkankan pasar bebas yang diberlakukan di Indonesia. Walau begitu, dirinya yakin usahanya masih mampu eksis beberapa tahun ke depan.
“Selama kebutuhan masih terlalu mahal. Tentunya tempat wisata seperti ini masih terus dilirik karena murah tetapi kami juga tidak mengenyampingkan standard keselamatan tiap wahana juga,” tutup dia.
Wakil Walikota Depok, Pradi Supriatna mengatakan pasar malam bisa jadi alternatif tempat wisata di Kota Depok. Namun demikian, pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap kehadiran pasar malam atau pasar dadakan.
“Ke depan pasar malam ini menjadi evaluasi kami. Karena pasar malam yang ada juga tidak boleh mengenyampingkan amdal lingkungan dan keramaian,” terang dia.
Sejalan dengan kehadiran pasar malam di Kota Depok yang semakin marak. Dia juga berfikir untuk memanfaatkan pasar malam ini sebagai wadah untuk mewujudkan program pemerintah Kota Depok, yaitu mengadakan 1000 kios.
“Adanya pasar malam juga menjadi keuntungan bagi kami, lahan pekerjaan bisa meningkat, dan program 1000 kios juga bisa dicapai,” jelas dia.
Karena itu, dalam waktu dekat dia akam mengumpulkan dinas terkait, seperti Dinas UMKM untuk membicarakan hal ini.
“Yang penting kami sebagai pemerintah kota tidak menyampingkan harkat hidup orang banyak, kehadiran pasar malam di Kota Depok kalau bisa harus menjadi alternatife keselarasan program pemerintah kota juga,” tukas dia. (bry)