Urusan hilang, berhalusinasi dan tidur bisa pulas. Begitulah yang dirasakan DA pelajar di Kota Depok selepas menghisap getok alias ganja. DA tak sendiri dalam menikmati hijau daun tersebut, bisa lima sampai enam teman sejawatnya dalam melakukan ritual bakar. Seperti apa ritual itu, dan dari mana barang haram tersebut didapat. Berikut penelurusan Jurnalis Radar Depok, Febrina.
RADAR DEPOK.COM - Setiap malam minggu tiba, banyak muda-mudi yang memutuskan beraktivitas keluar rumah. Termasuk (DA) salah seorang pelajar kelas XI yang selalu nongkrong bersama teman-teman. Namun disini ceritanya berbeda, ada “ritual” yang dilakukan. Tak sekadar bertukar pikiran, bersenda gurau, akan tetapi ritual yang dimaksud yaitu ke arah negatif.
Dua pekan lalu atau lebih tepatnya Sabtu (29/7) sore sekira pukul 17:00 WIB, sudah bersiap mau kongkow. Berkaos hitam dengan tulis The Bluss membuat pria berambut kelimis ini siap berangkat malam mingguan. Ya, dia adalah DA. DA merupakan segelintiran siswa SMA di Depok yang aktifitasnya belum diketahui orang tua pada umumnya.
DA banyak cerita ke Koran Depok Sesungguhnya (Slogan Radar Depok) sebelum berangkat ingin ritual. Di air yang tenang dan ditemani angin sepoy situ di wilayah Kecamatan Sawangan. Awalnya DA enggan berbagi pengalamannya itu selama menjadi pemakaian. Maklum, dia khawatir identitasnya diketahui. Merasa percaya dengan Radar Depok, pria berusia 16 tahun mulai berbagi pengalaman.
Sembari memandang landainya air situ, DA mengaku kebiasaan bergaul dengan orang yang lebih dewasa dan tidak memiliki pekerjaan alias pengangguran. Akhirnya, membuat dia terjebak dilingkungaan yang menggunakan Narkoba. Setahun sudah DA menkonsumsi ganja. “Saya baru setahun make, kalau abis bakar rasanya masalah ilang,” ungkapnya sembari berseloroh.
Dengan gamblang, DA yang sesekali menghisap rokok jenis mild ini menyebutkan, tadinya hanya sekadar ingin tahu dan kebetulan kenal dari teman ke teman menawarkan. Karena memang sudah sejak duduk di bangku SMP mengenal rokok, sehingga hingga SMA pun menggunakan ganja sama halnya dengan merokok. Hanya saja efeknya memang lebih dahsyat ketimbang rokok. Akan tetapi disini penggunaannya tidak setiap hari, dikarenakan Senin sampai Jumat tidak bebas waktunya. Biasanya hanya Jumat malam dan malam Minggu saja, kalau tidak begitu rasanya kepala pusing, ada yang kurang.
“Entah kenapa kalau habis isap itu badan enakan, tapi masih fokus berfikir bahkan mengendarai sepeda motor,” ungkapnya.
Menurutnya, ketika akan melakukan ritual bakar, biasanya ia tidak sendiri. Ada sekitar 5-6 orang teman. Untuk soal bayar-membayar disini dilakukan secara patungan atau PT-PT. Biasanya sih sekali nongkrong DA mengeluarkan uang Rp50 ribu. Pasalnya, DA tidak tahun harga dan belinya dimana. DA hanya sebagai pemakai dan itupun tidak setiap hari. Menjatuhkan pilihan ke ganja ya karena memang rasanya sama seperti rokok dan tidak terlalu mahal. Dalam sekali ritual tentunya mecari tempat yang aman. Dan kalau bisa diruangan yang orang lain tak tahu. Bisa dirumah atau lokasi yang jauh dari pemukiman.
“Kalau untuk jenis narkoba lain efek dan cara menggunakannya ribet dan cenderung mahal pula,” ujarnya.
Setiap orang memiliki kebiasaan yang berbeda, kata DA meski hanya terhitung dua kali dalam seminggu. Namun hal itu dimaksimalkan. Misalnya saja untuk jumat malam dan malam minggu merupakan malam panjang. Biasanya DA keluar hingga dini hari dan itu dianggap sudah biasa oleh orangtua. Dengan anggapan berkumpul dengan teman-teman. Tak ada yang berbeda ketika tiba dirumah, justru setelah asik bakar tidurnya pun lebih pulas. Tidur dini hari dan bangun siang hari. “Ya kalau ortu sih gak curiga, soalnya juga kan saya biasa aja,” tutur DA sambil melihat jam.
Menjelang Magrib di situ, DA masih berbagi pengalaman. Menurutnya, efek dari mengganja memang berbeda-beda. Dan biasanya kalau sedang parah-parahnya tentu tidak pulang kerumah. Bisa sampai pagi bersama teman-teman tertawa dan berbuat hal-hal gila dengan berhalusinasi. Namun, disini lebih cenderung ke arah bercerita, tidak sampai berbuat yang tidak-tidak. Biasanya sambil bakar seringkali ditemani dengan minuman alkohol. Akan tetapi tidak sampai tidak sadar, artinya tetap terkontrol. “Kalau lagi seru ya sampai pagi,” ucapnya dengan mimik yang antusias.
Remaja yang bisa dikatakan sedang mencari jatidirinya ini terlihat sama dengan pelajar pada umumnya. Bahkan, untuk prestasi tidak terlalu jelek. Tapi, ketika menjelang siang hari biasanya tubuh lemas dan mengantuk, mungkin efek tidak bakar. Biasanya pada hari-hari sekolah dialihkan dengan merokok. Untuk urusan makan pun biasa, tidak terlalu banyak ataupun sedikit. Jarang mendapat perhatian dari orangtua, sehingga timbul kenyamanan bersama teman-teman. “Saya begini karena nyari seneng aja, orangtua sibuk dengan urusan kantor. Setiap rokok rasanya beda, sama dengan ganja, ada yang menarik aja setelah menghisapnya,” tutupnya. (ina)