utama

Tidur Dimana Saja hingga Bantu Orang Tua

Senin, 5 Maret 2018 | 10:45 WIB
BAGAS SYAFII/MGF-1/RADAR DEPOK
HARUS DIJALANI :Seorang anak sedang mencari nafkah dengan cara mengamen di jalanan salah satu kawasan di Kota Depok, beberapa waktu lalu.

Fenomena Anak Jalanan di Kota Depok

Tidak semua anak bernasib baik. Tinggal bersama keluarga, tidur di kasur hangat, dan mengenyam pendidikan yang layak. Sebab tak sedikit dari mereka, justru bernasib terbalik. Mereka menggantungkan masa depan di jalanan. Sebuah pilihan yang keras, di usia mereka yang belia. Awak Radar Depok berupaya menghadirkan sekelumit kisah anak jalanan di Kota Depok yang bertahan hidup di tengah kerasnya jalanan.

DEPOK - Suara Adam (18) sudah mulai serak saat menyanyikan lagu di sebelah pintu masuk angkot yang tengah terjebak lampu merah. Sedari pagvi suara terus digeber, menjelang siang layu juga. Tak sampai semenit bernyanyi, tak setupun rupiah yang diperoleh. Baginya itu biasa. Namanya ngamen, tak melulu suara dihadiahi penghargaan. Adam sehari-harinya mengamen di Simpangan Depok, setelah tidak lagi ikut kepada orang tua asuhnya. “Hari-hari ngamen aja, sama teman-teman untuk membeli makan,” kata Adam membuka suara. Kehidupan jalanan rupanya telah mengubah dirinya menjadi lebih keras. Perkelahian dan minuman keras sudah menjadi makanan hari-harinya untuk tetap bisa bertahan hidup. Sejak kecil dirinya diasuh oleh orang tua asuh yang tinggal di Kelurahan Cilodong, Kecamatan Cilodong. Namun selepas SD, dirinya sudah tidak lagi tinggal bersama orang tua asuhnya. Banyak masalah yang menyebabkan dirinya harus keluar dari rumah orang tua asuhnya. Awal mula dirinya bisa turun kejalan karena pergaulan teman sebayanya yang sudah mencari uang sendiri dengan cara mengamen. “Awalnya diajakin temen ngamen, kan pake botol yakult diisi beras juga sudah bisa jadi alat musik,” katanya mengisahkan. Semenjak sering mengamen dan merasa telah bisa mencari nafkah sendiri, dirinya mulai memberanikan diri untuk keluar dari rumah orang tua angkatnya. Hingga kini dirinya mengaku lebih sering tinggal di jalanan. “Ya kan bareng-bareng sama teman-temen, kalau tidur bisa dimana saja, makan juga begitu,” kata Adam. Untuk mengais rezeki, banyak cara yang dilakukan Adam mulai dari mengamen, hingga membantu mencuci di tempat cucian mobil. “Penghasilan yang didapat ya tidak tentu, kalau lagi bagus ya bisa dapat sampai Rp100 ribu per hari, kalau ngga keluar ya ngga dapat uang sama sekali,” tuturnya. Penghasilan yang didapat tentunya digunakan untuk membeli makan sehari-hari, dan untuk keperluan lainnya. Dirinya juga tidak menampik kerap mabuk-mabukan jika mendapat penghasdilan lebih. “Kalau lagi rame ya kita juga patungan beli minum untuk menghangatkan badan, buat obat pede juga kalau lagi ngamen,” tuturnya. Hingga kini, ia belum bisa meneropong masa depannya. Ia hanya memikirkan bagaimana cara bertahan hidup hari ini dan memperoleh makan hari ini. “Sekarang mah jalanin aja, bagaimana nanti saja. Sekarang juga sambil bantu-bantu nyuci mobil siapa tahu nanti bisa belajar nyupir,” tuturnya. Lain Adam, lain pula Rizki (10). Warga Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoranmas ini lebih beruntung, karena dirinya hingga kini masih sekolah. Rizki juga mengaku masih tinggal bersama kedua orang tuanya. “Saya masih sekolah. Masih kelas dua SD,” kata Rizki saat ditemui di Jalan Margonda Raya. Meski demikian dirinya juga harus membantu perekonomian keluarga dengan berjualan tisu di simpang Arif Rahman Hakim, Jalan Margonda Raya. Hasil dari jaualkan tisu menurutnya digunakan untuk uang jajan, dan sebagian disetorkan ke orang tuanya. “Ibu saya jualan sendal diterminal, dan saya jualan tisu,” ujar Rizky. Dia mengaku setiap hari selalu berjualan di simpang Arif Rahman Hakim, tepat di bawah tugu Piala Adipura milik Kota Depok. “Kalau pagi ya saya sekolah di Master, siangnya saya harus jualan, waktu mainnya ya sambil jualan di jalan,” jawab Rizki polos. Rizky juga mengaku selalu mendapat pesan dari orang tuanya ketika jualan di Jalanan. Karena ibunya juga merasa khawatir jika Rizky harus turun ke Jalan. “Ibu sering kasih pesan harus hati-hati dengan orang yang mau mengajak takut diculik katanya. Ibu juga mesan jangan mau kalau ada orang yang minta foto,” ujar Rizky menceritakan pesan ibunya. Masalah anak jalanan merupakan salah satu masalah sosial yang ada di masyarakat. Mereka termasuk Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Pemerhati masalah sosial dan keluarga, Anggraini menilai, hampir di semua kota di Indonesia terdapat fenomena Anjal, termasuk di Kota Depok. Namun, ika tidak ditangani dengan bijaksana akan mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat. “Selain juga terhadap anak-anak jalanan itu sendiri,” tutur Anggraini. Maraknya fenomena anjal disebabkan beberapa faktor. Kaya dia, penyebab terbesarnya lantaran masalah tuntutan ekonomi. Kebutuhan hidup yang meningkat tinggi sementara daya beli yang menurun (karena orangtua kehilangan pekerjaan), bisa jadi membuat anak-anak turun ke jalan untuk mendapatkan uang dengan mengamen dan jualan asongan. “Ada yang karena keinginan sendiri dan ada yang karena dieksploitasi orang dewasa,” urai perempuan berhijab yang akrab disapa Angga ini. Kedua, karena ketidakharmonisan di dalam rumah. Sehingga anak mencari lingkungan yang lebih menerima dan memberi mereka kenyamanan. Di sini, sambung Angga, mereka jadi Anjal bukan semata tuntutan ekonomi pada awalnya. Namun,  mereka memutuskan untuk hidup di jalan, tidak mau lagi berhubungan dengan orang rumah. “Maka dari itu mereka pun mencari uang untuk menghidupi diri di jalanan,” papar Angga. Menurut Angga, ereka tidak mengetahui bahaya di jalan seperti apa dan bahkan mereka bisa jadi objek dari tindak kriminalitas dan kejahatan seksual, atau bisa jadi seks bebas diantara mereka. “Dampaknya bisa jadi pada peningkatan kriminalitas, penggunaan narkoba dan sejenisnya, kejahatan seksual (misal sodomi dan pedofilia) bahkan bisa jadi seks bebas diantara mereka,” kata Angga. Ironinya, sambung Angga, anjal yang sebagian besar berada pada usia emas dan produktif, malahan menjadi lemah. “Kita malahan kehilangan sumber daya manusia yang berharga,” imbuh Angga. Pemkot Depok, khususnya Dinas Sosial, sudah cukup responsif menangani anak-anak jalanan yang ada di Depok. Mereka mencoba menangani sesuai kategori atau kebutuhan yang tertangkap. Misal, pengamen jalanan ke depannya dibina di panti sosial dan diikutsertakan dalam program "supercard" (support performance card) yang bekerjasama dengan Institut Musik Jakarta (IMJ) sehingga mereka tidak lagi mengamen di jalan, tapi mereka bisa tampil di tempat-tempat yang aman dari razia, misal di cafe, hotel atau taman-taman yang dikelola Pemkot. “Semoga saja program "supercard" ini sudah direalisasikan mengingat info ini tayang di November 2017,” ujarnya. Jika anak jalanan yang tertangkap bukan warga Depok maka dikembalikan ke daerah asal, kalau orang gila dimasukkan ke panti rehabilitasi sakit jiwa dan jika anak jalanan itu warga Depok, dikembalikan ke keluarganya. Ia menilai penanganan yang dilakukan sudah cukup komprehensif. Pembekalan soft skill (sisi religius/keagamaan dan mental sebagai pondasi hidup) dan hard skill (keterampilan dan pengembangan bakat serta potensi) bagi anak-anak jalanan ini, harus menjadi perhatian dari pihak-pihak yang berwenang. “Pemkot dalam hal ini bisa bekerja sama dengan dunia usaha (memanfaatkan CSR perusahaan) untuk pembiayaan dan pemanfaatannya,” bebernya. Angga mengungkapkan, idealnya memang pemerintah memberikan pekerjaan bagi anak jalanan yang menjadi warganya, namun ini kan tidak semudah membalik telapak tangan. Yang bisa dilakukan pada saat ini, selain yang tadi disebutkan, kata Angga, adalah memberikan ruang-ruang untuk berekspresi dan berkreasi sehingga muncul potensi yang terpendam dari mereka. “Bisa jadi hal tersebut menjadi cara untuk bermanfaat bagi dirinya dan orang lain,” ungkapnya. Selain itu, keluarga merupakan benteng utama dan terkuat bagi keharmonisan dan kekuatan anggota keluarganya. Bangunlah afeksi di dalam keluarga (cinta dan kasih sayang, perhatian, saling dukung, menerima kelebihan dan kekurangan, sehingga jika ada masalah, anggota keluarga akan kembali ke rumah, bukan mencari ke tempat yang lain. “Ingat, sebagian besar anak jalanan berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Peran ayah dan ibu yang terabaikan membuat mereka menjadikan jalanan sebagai rumah,” kata Angga. Angga menambahkan, Indonesia saat ini memasuki masa bonus demografi, dimana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibanding usia anak dan non produktif. Untuk itu, jangan sampai bonus demografi ini malahan jadi bencana, bukan jadi anugerah karena lemahnya penduduk usia produktif. “Narkoba, seks bebas dan penyimpangan seksual, merupakan tantangan yang harus dihadapi bersama. Pemerintah memegang peran penting dalam hal ini,” tandasnya. (cr2/cky)

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB