AHMAD FACHRY/RADAR DEPOK RAJIN BELAJAR: Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sedang melakukan kegiatan belajar di SLB Negeri Kota Depok, terletak di kawsan Kelurahan Ratujaya, Kecamatan Cipayung, beberapa waktu lalu.DEPOK - Hyperaktif, tekun dan selalu menyendiri merupakan gambaran Irfan Baharudin (23), siswa kelas XI Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Kota Depok.
Irfan merupakan satu di antara puluhan anak penderita autisme di SLBN yang terletak di Perumahan Permata Regency, Kelurahan Ratujaya, Kecamatan Cipayung.
Dia sudah dua tahun menempuh pendidikan di SLBN satu-satunya di Kota Depok. Irfan merupakan anak sulung dari dua bersaudara, berbadan tinggi, berkulit putih, berhidung mancung merupakan penampakan tubuh Irfan.
Di sebuah ruangan yang berukuran 2,5 x 2,5 meter, Irfan duduk di bangku yang posisinya tepat berhadapan dengan papan tulis. Pada saat melakukan aktivitas belajar-mengajar, pandangan matanya sesekali terlihat tidak fokus.
Matanya terlihat kosong saat menatap ke arah guru yang tengah menyampaikan materi, padahal posisi guru dan dirinya hanya sejengkal saja. Guru kelas Irfan bernama Nurhaedy. Selama di dalam kelas, posisi Edy-sapaan Nurhaedy-tidak pernah beranjak dari tempat duduk yang memang langsung berhadapan dengan Irfan. Dengan sabar, Edy terus menyampaikan materi kepada siswanya, termasuk Irfan.
Di dalam ruang kelas yang kurang lebih berisi 10 siswa, mendadak riuh saat bel tanda waktu istirahat berbunyi. Seketika seluruh anak berlari keluar kelas dengan riang. Namun berbeda dengan Irfan.
Dia masih tetap berada pada posisi tempat duduknya. Tangannya masih saja menulis materi dari Pak Edy yang terpampang di papan tulis. Saat diajak ngobrol, bukannya menjawab pertanyaan, tapi Irfan mengulang pertanyaan yang diajukan.
Suara yang keluar dari mulutnya tidak dapat berhenti seperti kicauan burung yang terus-menerus berbicara. Tak lama, Edy menegur Irfan untuk berhenti berbicara. Dengan trik yang dilakukan Edy, Irfan pun terdiam. Namun, selang beberapa menit dia melakukan hal yang sama kembali. Mengulang perkataan yang diucapkan oleh temanya di kelas.
Selama di sekolah, Irfan dicap sebagai siswa paling tekun. Karena setiap tugas yang diberikan guru, selalu dikerjakannya hingga tuntas. Dia tidak akan melakukan aktivitas lain sebelum pekerjaannya selesai. Meski pun jam istirahat pelajaran maupun jam pulang sekolah telah tiba.
“Anak ini harus dipantau, karena suka bengong di kelas. Anaknya juga pasif, jadi harus dipandu kalau ingin melakukan sesuatu,” kata edi ditemui Radar Depok di ruang kelas.
Irfan anak yang bersahabat. Dia tidak pernah menujukkan sikap yang berlebihan, biarpun ia sering diejek oleh temannya. Kondisi tersebut berbanding terbalik saat dirinya duduk di kelas X. Irfan mudah marah.
Edi mengatakan, Irfan merupakan siswa yang istimewa. Karena, meski Irfan tekun dalam melaksanakan tugas yang diberikan, namun Irfan tidak akan mengerjakan sesuatu jika tidak dipantau. Meski begitu, kata Wdi, Irfan merupakan anak yang serba bisa dan cerdas. Setiap pertanyaan yang ditanyakan, selalu dijawab oleh Irfan, selain itu juga ingatan Irfan sangat kuat. “Tapi responsnya agak lama,” kata Edi.
Irfan juga memiliki kelebihan lain, yakni tidak bisa menulis dengan huruf kecil. Dia selalu menggunakan huruf kapital dalam setiap tulisan yang ia goreskan dalam buku. “Unik sih. Selalu saya ajarkan untuk menulis huruf kecil, tapi dia tetap menulisnya dengan huruf kapital,” kata edi.
Kelebihan lain yang dimiliki Irfan jika mendengar suara azan. Irfan segera meninggalkan aktivitasnya dan langsung keluar menuju masjid. “Dia juga kuat menghafal. Salah satunya asmaul husna, dia hapal semua,” katanya.
Meski usianya sudah 23 tahun, sifat Irfan masih seperti anak kecil, dan juga termasuk siswa yang gampang untuk diajarkan. “Tapi susahnya, anaknya kurang kreatif. Dia baru mengerjakannya sesuai dengan perintah,” katanya.
Kebiasaan Irfan di sekolah ternyata tidak jauh berbeda ketika berada di rumah. Ibunda Irfan, Heny Susilowaty mengatakan, sifat tempramental anaknya masih suka muncul apabila ketika permintaannya tidak dipenuhi kedua orang tua. “Anak seperti itu kan punya dunia sendiri ya, jadi kalau dia mau sesuatu kita nggak paham ya dia ngamuk,” kata Heny.
Heny menceritakan, Irfan dapat memiliki kemampuan berhitung dan membaca yang hampir setara dengan anak normal. Karena sejak TK hingga SD, Irfan bersekolah di sekolah umum. “SMP-nya ikut yang paket B. Pas mau SMA nggak ikut yang kesetaraan karena malam sekolahnya. Jadi lebih milih tiga tahun tidak sekolah,” tutur Heny.
Lain Irfan, lain pula Thalia Ananda Putri (18). Siswi yang memiliki perawakan tinggi, putih dan kurus ini adalah salah satu siswa yang masuk dalam gabungan dua jenis ABK, yakni tuna daksa dan tuna grahita. Thalia masuk dalam jenis tuna daksa karena salah satu bagian fisiknya ada yang mengalami gangguan. Ia juga masuk dalam jenis tuna grahita karena mental yang dimiliki sedikit mengalami gangguan.
Namun, dengan menyandang dua jenis gangguan tersebut, sama sekali tidak membuat Thalia merasa minder ketika berada di dekat teman-temannya.
Di kelas, Thalia adalah satu dari dua siswa kelas X yang ada di kelasnya. Karena di kelas berukuran 2,5 x 2,5 meter persegi tersebut berisi tiga rombel siswa SMA, terdiri dari kelas X hingga XII. Meja dan kursi tempat duduk Thalia berada tepat di depan meja Henny Herlina, Wali Kelasnya. Karena notaben siswa di kelasnya adalah kelas XII, saat didatangi awak Radar Depok ia tengah mengikuti ulangan harian.
Thalia dikenal dengan keunggulan dalam hal akademik. Terbukti saat ditanya oleh guru, dengan sigap ia langsung menjawab pertanyaan. Siswi berkerudung tersebut terlihat sangat ceria saat jawaban yang keluar dari mulutnya tersebut dianggap benar oleh Henny. Setelah bel tanda istirahat berbunyi, Thalia bermain dengan riang bersama teman-temannya.
Bercanda, tertawa, lari ke sana-kemari ia lakukan dengan temannya. Tidak terlihat seperti anak yang memiliki kekurangan, melainkan ia terlihat seperti perempuan normal.
Wali kelas Thalia, Henny Herlina menceritakan keseharian dirinya mengajar siswanya tersebut. Dia mengaku tidak kesulitan saat mengajar Thalia, karena sekali diberikan materi Thalia langsung memahaminya. “Dia anaknya cepat tanggap. Bisa dibilang Thalia siswa yang paling mudah diatur dibanding yang lain,” kata Henny.
Kata Henny, Thalia adalah siswa pendiam dan ramah dengan semua orang. Ia tidak pernah marah dan tidak pula menganggu teman-temannya. “Dia mah baik, diam aja. Murah senyum juga kalau sama orang,” tutur Henny.
Kelebihan yang dimiliki Thalia, menurut Henny, pandai di bidang memasak. Keahlian tersebut terlihat saat pelajaran vocational yang dilakukan setiap Selasa dan Kamis. “Untuk perempuan kalo vocational ada pelajaran tata boga, Thalia pandainya mengolah masakan yang sudah dipotong-potong oleh temannya. Masakannya juga enak,” tuturnya.
Selain di bidang tata boga, Thalia pun memiliki keterampilan lain, yakni membuat prakarya. “Dia bisa bikin amplop dengan cepat dari kertas bekas yang sudah tidak terpakai di kelas. Ide anak itu banyak sekali, saya senang,” ucap Thalia.
Kata Henny, setelah pulang dari sekolah, Thalia selalu berkomunikasi dengannya via WhatsApp. Hal itulah yang juga menjadi kelebihannya, dia pandai menggunakan handphone (Hp). “Dia nggak pernah absen WA saya kalau pulang sekolah. Ada saja yang ditanyain tentang pelajaran. Aktif sekali dia,” sambung Henny.
Jam menunjukkan pukul 13.30, seluruh siswa bergegas pulang. Tak terkecuali yang dilakukan oleh Irfan dan Thalia. Orang tua mereka sudah menunggu di halaman sekolah dengan senyuman yang terpampang di wajah keduanya. Irfan dijemput sang ibu. Sedangkan Thalia oleh neneknya. Keduanya berjalan menghampiri halaman sekolah dengan senyum yang gembira. (cr3)