JAWA POS GRUP RADARDEPOK TAMBAH PERSONEL: Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengaku lembaganya saat ini kekurangan personel.JAKARTA – Saat ini sudah ada 325 mantan narapidana terorisme yang sudah menjalani program deradikalisasi. 128 di antaranya diberdayakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai narasumber program deradikalisasi.
Data itu diungkapkan oleh Kepala BNPT Suhardi Alius saat hadir dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (30/5). "Alhamdulillah, kondisinya tidak ada satupun dari mereka yang mengulangi perbuatannya lagi," kata Suhardi.
Suhardi menambahkan, untuk mencegah radikalisme itu menyebar, pihaknya juga menggandeng berbagai organisasi kemasyarakatan seperti Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Ini karena keterbatasan jumlah personel BNPT. "Jumlah anggota BNPT tidak sebanding dengan narapidana teroris yang berjumlah 289 dan tersebar di seluruh Indonesia," ujarnya.
Karena itu, lanjut Suhardi, dibutuhkan satu lapas yang khusus napi terorisme seperti sekarang sedang dibangun di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. "Kapolri juga sudah minta dibangun baru di Cikeas (Jawa Barat) untuk pengganti yang di Mako Brimob," tandasnya.
Sebelumnya, ratusan warga negara Indonesia (WNI) yang pulang dari Syria bakal mendapat pengawasan ketat dari Polri, TNI dan BNPT. Itu dilakukan sebagai aksi nyata dari UU Antiterorisme yang telah disahkan. Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Mohammad Iqbal memastikan upaya pencegahan itu dilakukan untuk menghindari adanya WNI yang terlibat ISIS di Syria dan menyebarkannya di Indonesia.
“Kita berupaya untuk melakukan pencegahan. Jadi misalnya nanti ditemukan bukti dan sudah jelas akan diproses hukum,” kata dia ketika dikonfirmasi.
Iqbal juga menjelaskan, Polri akan melakukan pengawasan bersama Badan Nasional Penanggulan Teror (BNPT) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sesuai dengan fungsinya masing-masing. "Nanti diatur siapa yang di depan, siapa yang akan proses hukum, dan siapa yang lakukan penindakan," tambah dia.
Sebelumnya revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Antiterorisme) telah disahkan DPR Jumat (25/5). UU tersebut dianggap sebagai aturan yang lebih pro aktif dibanding regulasi sebelumnya. Polri pun menegaskan, pihaknya siap memgimplementasi UU tersebut dengan maksimal. Diketahui, dalam UU Antiterorisme tersebut, terdapat beberapa perubahan terkait teknis kepolisian. Perbedaan itu di antaranya, kepolisian juga bisa menindak WNI yang pernah terlibat dalam pelatihan militer di negara lain sesuai Pasal 12B ayat (1). (aim/dna/JPC)