utama

Bersikap Terhadap Orang Kafir

Jumat, 27 Juli 2018 | 11:07 WIB
Ust. Achmad Solechan, Wakil Ketua PCNU Kota Depok Oleh: Ust. Achmad Solechan (Wakil Ketua PCNU Kota Depok) Beberapa waktu belakangan, dunia media sosial diramaikan dengan cuitan yang berisikan bahwa seorang muslim itu seharusnya bersifat keras kepada orang-orang kafir dan berkasih sayang (ramah) kepada sesama muslim. Dan dilanjutkan bukannya malah sebaliknya berkasih sayang dengan orang kafir dan memusuhi sesama islam. Hal ini mengacu pada ayat 29 surat Al Fath yang artinya “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka….”.    Ayat-ayat seperti diatas seringkali dipakai dan digunakan oleh sebagian kaum muslimin yang berperilaku keras dan kaku terhadap kaum kafir (orang yang tidak memeluk agama islam). Dalam memahami ayat-ayat tersebut, jika tidak tepat dan bermodalkan membaca apa adanya ayat dan terjemahannya semata, maka bisa jadi yang timbul adalah pembenaran dan legitimasi seorang muslim untuk berlaku keras kepada kaum kafir dan hanya kepada sesama muslim kita boleh berkasih sayang. Al Hasil, yang ada adalah wajah kerasnya aliran islam dan tidak manusiawinya islam terhadap golongan manusia yang tidak Islam.   Bermodal ayat ini maka mereka pasang muka marah, tidak bersahabat dan garang kepada kafir. Potret tafsir dan pemahaman yang sperti ini adalah kegagalan dalam memaknai secara utuh ayat yang ada. Mereka hanya memaknai ayat secara harfiah semata dan melupakan konteks dan pesan ayat yang diturunkan. Mari kita ulas ayat tersebut secara Bersama. Pertama, bahwa Surat Al Fath yang berjumlah 29 ayat turun dalam konteks perjanjian hudaibiyah. Artinya ayat diturunkan dalam situasi yang tegang bukan dalam kondisi yang tenang dan damai. Jadi mestinya kita bisa pahami bahwa konteks ayat ini tidak dipakai dalam suasana yang damai dalam ranah kehidupan sosial. Dalam hubungan antar sesama manusia yang sedang dalam situasi aman dan damai, tentu tidak pas menggunakan rujukan dalil dalam berperilaku dengan orang-orang kafir. Kalau situasi damai berlaku ayat tersebut, maka yang ada justru mengajak perang dan membangun ketegangan relasi kehidupan sosial. Maksud dan tujuan agama yang hendak mengajak untuk kehidupan yang damai dan menebarkan rahmat (kasih sayang) justru kehilangan esensinya. Karena Allah dalam ayat 8 surat Al Mumtahanah berfirman “Allah tidaklah melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kalian karena agama dan tidak pula mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. Dalam ayat lain Allah berpesan “Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu berperilaku tidak adil. Kedua, dalam berbagai keterangan tafsir juga dijelaskan terkait ayat tersebut agar tidak salah paham dan serta merta memahami secara harfiah. Redaksinya adalah Muhammad adalah utusan Allah. Sampai disini menerangkan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Baru dilanjutkan dengan dan orang-orang yang bersama dengan dia (nabi Muhammad) adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka (orang-orang muslim). Hal ini menegaskan bahwa para sahabat nabi yang berperilaku keras terhadap orang kafir. Dan perlu diterangkan disini kerasnya para sahabat terhadap para kaum kafir ini perlu dijelaskan riwayat perilaku kaum kafir terhadap para sahabat. Selama 13 tahun di mekkah dimusuhi, diintimidasi dan dihalangi untuk beribadah sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW. Dan selama 13 tahun itu, Rasulullah Muhammad melarang dan tidak mengizinkan untuk membalas segala kedhaliman kaum kafir mekkah. Meski dilempari kotoran saat solat, diganggu saat ta’lim dan rangkaian ibadah lainnya, para sahabat tetap diam dan tidak melakukan pembalasan apapun. Dan para sahabatpun meninggalkan mekkah hijrah ikut Nabi ke Madinah. Mereka meninggalkan kampung halaman berikut harta benda yang dimiliki. Saat berita dari Rasulullah yang bermimpi akan datang kemenangan kaum muslim kepada kaum kafir mekkah, para sahabat begitu gembira dan bersenang hati untuk bisa balas dendam kepada kaum kafir untuk kembali mengambil rumah dan harta mereka dari kaum kuffar. Jadi bisa dibayangkan bahwa atas begitu dholimnya kaum kuffar mekkah selama 13 tahun kepada para sahabat dan niat para sahabat yang hendak balas dendam terutama untuk mengambil hak-hak mereka, oleh redaksi diatas disebutkan sudah keras. Dalam keterangan lain juga dijelaskan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dan orang yang Bersama Nabi yakni Umar yang keras kepada kaum kafir, Utsman yang ramah kepada sesame muslim, dilanjutkan ayat mereka rukuk dan sujud mengacu kepada sahabat Ali. Yang perlu diperhatikan dari penjelasan ini adalah Pertama bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Jangan sampai diikutkan bahwa Muhammad berperangai keras kepada kaum kafir, karena hal ini bertabrakan dengan firman Allah dalam surat Al Anbiya “Dan Tiadalah Kami (Allah) mengutus Engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”. Nabi adalah seorang yang lembut dan penuh kasih sayang. Dalam Surat Ali Imron 159 dijelaskan “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”.             Kedua yang berperilaku keras sebagaimana dijelaskan diatas adalah para sahabat dengan keterangan diatas. Bahwa kerasnya Sahabat adalah terlebih karena semangat mengambil haknya dan atas perasaan terdholimnya mereka selama 13 tahun di mekkah. Yang terakhir, bahwa al hasil meskipun dituliskan keras sebagaimana dijelaskan diatas, dalam prakteknya di perjanjian hudaibiyah, Nabi Muhammad justru menampilkan sikap lunak dan cenderung mengalah kepada kemauan kafir mekkah. Begitupun saat peristiwa Fathu Makkah, yang ada justru Nabi memberikan pengampunan kepada Abu Sofyan dan kafir mekkah. Dalam fathu Makkah dimana Rasulullah dan kaum muslimin mengendalikan kemenangan, yang ada justru kelembutan yang ditampilkan Nabi. Nabi mengumpulkan di Masjidil Haram dan memberikan kebebasan kepada kaum kafir tanpa tekanan dan intimidasi atas kemenangan kaum muslim. Dan justru dari perilaku kelembutan dan akhlak rasulullah ini, para kaum kafir mekkah berbondong-bondong masuk islam atas kesadaran mereka sendiri. Oleh karenanya, akhlak mulialah yang mesti dikedepankan dalam berhubungan sesama manusia. Wallahu a’lam. (*)

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB