utama

Harga Pakan Ayam Meroket, Peternak di Depok Terancam Bangkrut

Kamis, 27 September 2018 | 10:55 WIB
AHMAD FACHRY/RADAR DEPOK
HARGA PAKAN NAIK : Pekerja saat memilah telur di peternakan ayam petelur di kawasan Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Cilodong, Rabu (26/9). Harga pakan yang semula satu karung seharga Rp. 317.000 kini naik menjadi Rp. 351.000. DEPOK – Imbas dari naiknya harga pakan ayam potong dan petelur, para peternak ayam di Kota Depok terancam gulung tikar alias bangkrut. Namun, kenaikan harga tersebut bukan hanya terjadi di Depok saja, melainkan hampir di setiap wilayah di Indonesia. Hal itu dirasakan Odih, peternak ayam Tiga Saudara Family di Kelurahan Jatimulya, Cilodong. Odih mengaku, sudah tiga bulan kebingungan menyiasati pemberian makanan dan nutrisi bagi ribuan ayam miliknya. Ia menyebutkan, harga pakan ayam semula satu karung Rp317 ribu, kini naik menjadi Rp351 ribu per karung. “Naiknya sampai Rp30 ribu lebih. Mau ngoplos atau ngeteng sama saja, kalau diganti pakannya produksi ayam tidak bagus,” ungkap Odih kepada Radar Depok, kemarin (26/9). Odih mengatakan, ia harus mengerem produksi ayam potong hingga 50 persen. Sebelumnya, setiap pekan ia bisa menghasilkan 10 ton daging ayam siap jual. Tetapi kini kondisinya tidak stabil, dan hanya dapat 5 ton daging ayam. “Itu juga tidak menentu, bahkan bisa kosong dalam sepekan. Nanti setelah dua pekan baru ada lagi," beber Odih. Pria yang menjadi peternak ayam sejak 2013 ini menuturkan, sudah mencoba berbagai cara. Mulai dari perampingan karyawan hingga memtasai pakan ternak. Namun hal itu ternyata bukan solusi terbaik. “Dulu tahun 2006 kita pernah seperti ini, sekarang begini lagi, pusing,” kata Odih. Imbas dari mahalnya pakan, omsetnya dalam kurun waktu lima tahun ini mengalami penurunan drastis. Biasanya Rp500 juta per tahun, tapi beberapa tahun ini hanya Rp50 juta-Rp100 juta saja. "Uang ini kan kita puterin lagi, untuk ongkos produksi dan gaji pegawai. Karyawan saya di sini ada 20 orang, untuk kandang kita ada 12 titik semuanya di wilayah Depok," ungkap Odih. Meski begitu ia bersama peternak lain berharap, pemerintah tergerak turun ke lapangan memberikan solusi terbaik. Karena kondisi peternak semakin sulit. Peternak lainnya, Paijo mengatakan, sejumlah perusahaan swasta selain menjual pakan juga memproduksi dan melempar ayam ke pasaran modern maupun tradisional. “Kalau begini kita kelimpungan, mau bagaimana sedangkan kita juga beli pakan dari swasta. Seharusnya pemerintah membatasi jangan dibiarkan begitu saja, kita yang mandiri jelas kalah," kata Paijo kepada Radar Depok. Ia menegaskan, tiga bulan lalu peternakannya memiliki kurang lebih 60 ribu ekor ayam kini menyusut hingga 25 ribu ekor. "Ya semakin menyusut, masih ketolong sama ayam petelur saya punya empat ribu ekor. Itu pun sangat minim perhari setiap ayam menghasilkan satu telur, pemberian pakan dan vitaminnya juga lebih mahal," paparnya. Walau pun kondisinya terbatas, Paijo mengaku masih bisa bertahan karena konsumen tidak pindah ke lain hati. "Ya alhamdulilah, pendistribusian masih di pasar Depok, tempat pengecer Cibinong, Cisalak ada juga yang delivery order dari Jakarta. Walaupun, produksi kami rem," bebernya. Dia menuturkan, ada beberapa solusi yang bisa digunakan pemerintah untuk mengatasi melonjaknya pakan ternak yaitu dengan membuka keran impor jagung. "Bila itu dilakukan tentunya kita masih bisa bernapas, juga untuk pihak swasta diharapkan juga mau menurunkan harga pakan dan produksi anak ayam dibatasi, minimalnya mereka mengerem juga produksi ayam," paparnya. Saat ditanya apakah persaingan antar peternak juga menjadi sebuah masalah, Odih menegaskan tidak ada pasalnya. Para peternak dianggap mandiri sudah saling mengerti. "Kalau antar peternak itu, tahu sama tahu. Satu peternakan ekonominya jatuh tentu peternakan lain juga mengalami hal serupa, semuanya mengeluh," pungkasnya. Menimpali hal ini, Kepala Bidang Perternakan  DKP3 Depok, Dede Zuraidah mengatakan, penyebab kenaikan harga pangan ayam adalah Dollar Amerika Serikat (AS)  yang melambung. Solusinya Pemerintah harua menurunkan kurs dollar AS. "Kalau pemerintah punya anggaran operasi pasar untuk komoditas ayam potong dan telur itu solusi sementara," kata Dede. Selain itu, menurut dia, saking tingginya biaya produksi dari peternak pertama pangan akan ayam petelur atau pedaging adalah impor, menguat, harga pakan naik. Lalu dilarangnya penambahan antibiotik growth promotor (AGP) dalam pakan, sehingga pertumbuhan ayam melambat sehingga kebutuhan pakan semakin banyak dalam masa produksi. "Tingkat kesehatan ayam tidak maksimal karena faktor cuaca dan penyakit. Harga ayam potong semakin tinggi daya beli masyarakat menurun, sehingga stok ayam  tidak terjual kerugian bagi perternak," ungkapnya.(irw)

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB