DEPOK - Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Depok, harus berpikir keras soal Upah Minimum Kota (UMK) 2019. Keladinya, Kementerian Ketenagakerjaan telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 sebesar 8,03 persen. Apalagi, buruh Depok sudah mengajukan Upah Minimum Kota (UMK) Rp4.480.886.
Ketua FSPMI Wido Pratikno mengatakan, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 soal upah, sudah diatur oleh pemerintah pusat. Jadi hak berunding serikat pekerja hilang.
"Undang-Undang 21 tahun 2000 kebebasan berserikat dikebiri oleh pemerintah pusat. Karena hak berunding serikat pekerja dihilangkan dengan adanya PP 78 tahun 2015 itu," kata Wido, kepada Harian Radar Depok, kemarin.
Selama ini dewan pengupahan Kota Depok, yang selama ini merundingkan upah tidak berfungsi lagi dengan adanya PP 78 tahun 2015. "Kami dari tahun ke tahun selalu mengajukan dan di tanda tangani walikota untuk direkomendasikan, tapi ujung-ujungnya diputuskan sesuai PP 78," tegas dia.
Diharapkan, PP 78 dicabut dan serikat pekerja punya hak berunding untuk menentukan gaji para buruh khusuanya di Depok. "Kami ajukan UMP di 2019 Rp4.480.886. Sekarang ini Rp3.584.709," tegas dia.
Menimpali besaran UMP yang diajukan buruh Depok, Disnaker tidak merespon.
Sementara itu, Anggota Komisi D Rudi Kurniawan mengungkapkan, untuk UMK Depok di 2019 belum dibahas oleh Pemkot Depok. Namun, dalam hal ini pihak DPRD khsusnya Komisi D dilibatkan untuk menentukan UMK. "Pengajuaan UMK ke Pemrov Jabar kita harus dilibatkan dong. Meski sudah ada PP 78," kata Rudi.
Prihal ditanya harapan para serikat buruh PP 78 dihapus, kata dia, itu sudah menjadi kewenangan pemerintah pusat. "Kebijakan pusat, tapi kita harus tahu mekanisme pengajuan UMK," katanya.
Terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar, Ferry Sofwan Ari menyebutkan, khusus di Jawa Barat UMP pada 2019 nanti naik menjadi Rp1.668.372 dari tahun ini sebesar Rp 1.544.360, atau naik sebesar 8,03 persen.
Penetapan kenaikan UMP tersebut akan diumumkan pada 1 November 2018. Berkaitan dengan surat Menaker tanggal 5 Oktober, ditetapkan bahwa kenaikan upah 2019 baik UMP dan UMK berdasarkan angka inflasi dan pertumbuhan domestik bruto yang angkanya 8,03 persen. Pihaknya, akan segera membahas bersama dewan pengupahan terkait kenaikan UMP tersebut, sehingga pada pekan ini Dewan Pengupahan Provinsi akan melakukan pembahasan berkaitan UMP. "Kemudian setelah itu diajukan ke gubernur dan gubernur akan menetapkan melalui keputusan gubernur," ujarnya.
Dia mengatakan, kenaikan UMP 8,03 persen ini merupakan hasil penghitungan di tingkat pusat oleh BPS secara nasional. Dari hasil hitungan tersebut, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi kemudian mengeluarkan surat edaran agar keputusan itu bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah.
"Jadi angka 8,03 persen itu dihitung BPS secara nasional. Sehingga Menaker menyampaikan lagi kepada seluruh gubernur se-Indonesia berkaitan angka inflasi dan PDB," ucapnya.
Dia mengatakan, kenaikan UMP tahun 2019 juga tetap mengacu pada PP 78/2015 tentang pengupahan, dan kenaikan 8,03 persen tersebut diberlakukan secara nasional.
"Yang menjadi rujukan kami ialah PP 78/2015. Kenaikan UMP itu berdasarkan angka inflasi dan PDB," ujarnya.
Sementara untuk besaran Upah Minimum Kabupaten dan Kota, Ferry mengatakan akan diumumkan paling lambat 21 November 2018.
"Saat ini kami masih menunggu pengajuan dari masing-masing kabupaten dan kota terkait kenaikan upah minimum. Untuk kabupaten dan kota segera menyampaikan usulan, karena paling lambat penetapan UMK itu 21 November mendatang," tandasnya. (irw)