Achmad Solechan, Plt Ketua PCNU Kota Depok
Oleh: Ust. Achamd Solechan(Plt Ketua PCNU Kota Depok)Assalamuallaikum,,Wr,,Wb..
Sudah menjadi kebiasaan mayoritas masyarakat muslim Indonesia pada umumnya, setiap tahun memperingati perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Alkisah, pada hari itu, senin 12 Rabiul Awal Tsuwaibah datang kepada tuannya Abu Lahab dan mengabarkan tentang kelahiran bayi bernama Muhammad, putra Abdullah, saudara laki-lakinya. Mendengar berita tersebut, Abu Lahab pun bersuka cita.
Ia meneriakkan kata-kata pujian sepanjang jalan, bentuk kegirangan atas kelahiran keponakannya tersebut. Sebagai luapan rasa gembiranya, ia segera mengundang tetangga dan sanak saudaranya untuk merayakan kelahiran keponakannya ini. Sebagai bentuk suka citanya, ia pun berkata kepada budaknya, Tsuwaibah, dihadapan khalayak ramai yang mendatangi perayaan kelahiran keponakannya tersebut, “Tsuwaibah, sebagai tanda syukurku atas kelahiran keponakanku, anak dari saudara laki-lakiku, Abdullah, maka engkau menjadi manusia merdeka mulai hari ini”.
Namun sayang, dalam perjalanannya, kelak Abu Lahab, yang paman Nabi Muhammad ini, menjadi musuh utama Nabi dalam berdakwah bahkan diabadikan dalam QS. Al Masad (111). Namun, atas ungkapan kegembiraan dan sukacitanya atas kelahiran Muhammad, Abu Lahab mendapatkan keringanan siksaan di hari Senin.
Hal ini sebagaimana disampaikan Imam Al Hafidz as-Suyuthi dalam Al Hawy yang menyampaikan “Saya melihat Imamul Qurra’, Al Hafizh Syamsudiin ibnul Fauzi, berkata dalam kitab beliau Urf at Ta’rif bi al-Maulid asy-Syarif bahwa telah diperlihatkan Abu Lahab setelah meninggalnya didalam mimpi dan ditanya “Bagaimana keadaanmu?” Abu Lahab menjawab “Aku didalam neraka, namun diringankan siksaku di malam senin, karena aku telah memerdekakan Tsuwaibah saat ia menyampaikan kabar gembira kepadaku atas kelahiran Muhammad”.
Imam Suyuthi menyampaikan jika Abu Lahab yang kafir dan dicela dalam Al Quran saja diringankan siksanya dikarenakan kegembiraannya atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, maka bagaimana dengan seorang muslim dari ummat Muhammad yang bertauhid, yang bergembira atas kelahiran Nabi Muhammad dan karenanya mengerahkan segenap kemampuannya untuk mencintai Beliau? Tiadalah ada balasan dari Allah yang Maha Pemurah kecuali Dia akan memasukkannya ke dalam Surga.
Peringatan Maulid Nabi diwarnai pembacaan sholawat dan berbagai kegiatan sebagai wujud syukur atas anugerah diutusnya Nabi Muhammad dalam mengemban misi dakwah islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi semesta alam. Tradisi peringatan maulid tidak hanya di musholla, masjid yang di kampung dan Desa-Desa namun juga menjadi bagian dari kegiatan keagamaan resmi di instansi pemerintah maupun swasta. Supaya tidak terjebak pada pro kontra peringatan Maulid Nabi, mari kita tuturkan substansi peringatan maulid.
Substansi acara Maulid Nabi
Kelahiran Nabi Muhammad SAW merupakan nikmat yang paling agung dan merupakan rahmat bagi alam semesta. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Anbiya 107 “Dan Tiadalah Kami mengutus engkau (wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam”. Karenanya pada bulan Rabiu’ul Awal, bulan dimana Nabi Muhammad dilahirkan ummat muslim menunjukkan ungkapan kegembiraannya. Allah SWT berfirman dalam QS Yunus 58 “Katakanlah: dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, maka berbahagialah kalian semua”. Wujud kegembiraan dan cinta kasih kepada Nabi Muhammad SAW tersebut tergambar dalam peringatan acara Maulid Nabi.
Pertama; dalam peringatan Maulid Nabi berisi amalan kebajikan dan tebaran kasih sayang. Acara diisi degan pembacaan Al Qur’an, salawat kepada Nabi Muhammad dan pembacaan sejarah nabi dan syair-syair pujian karya penyair seperti al-Barzanji, ad-Diba’i, Simthud Dhuror dan sebagainya. Pembacaan ini dimaksudkan untuk megingat dan membaca kisah-kisah keteladanan kehidupan nabi dalam berbagai bidang. Pembacaan syair-syair kecintaan dan kerinduan kepada Nabi dilantunkan dalam bentuk nada dan ekspresi yang dalam sehingga mampu membuat jama’ah larut dalam untaian cintanya kepada Nabi. Bahwa ada sebagian yang menyampaikan bahwa bacaan-bacaan dalam barzanji tersebut melebih-lebihkan dan terlalu mengkultuskan Nabi seperti syair Anta Syamsun Anta Badrun, dst (Engkau laksana matahari, Engkau laksana bulan, Engkau Cahaya di atas Cahaya) tidak memahami konteks.
Kitab Barzanji adalah karya sastra tinggi yang menyatakan rasa cinta, maka bersamaan harus dipahami juga dalam kacamata sastra bukan kacamata fiqih atau yang lain. Tidaklah mungkin ekspresi kecintaan seorang ahli bahasa dan sastra dipahami dalam bahasa hokum fikih, tauhid dll. Acara Maulid Nabi dipenuhi dengan pembacaan solawat kepada Nabi, sebagaiman firman Allah QS Al-Ahzab 56 “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersolawat kepada nabi; wahai orang-orang yang beriman, bersolawatlah kepadanya dan ucapkan salam kepadanya”. Forum Maulid adalah majlis solawat dan ungkapan cinta dan rindu pada sang Nabi.
Kedua; Dalam forum peringatan Maulid Nabi kita bersilaturahim sesama umat Nabi Muhammad SAW. Sesama muslim berkumpul dalam majlis kebaikan, saling sapa dan bertukar kabar untuk saling menguatkan ukhuwah islamiyah (sesama umat muslim), wathoniyah (sesama anak bangsa) dan insaniyah (sesama anak manusia). Selain itu juga pemberian sedekah berupa makanan dan minuman yang dimakan bersama. Sungguh, merupakan satu wujud syukur dan kegembiraan yang luar biasa atas anugerah kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Ketiga; peringatan Maulid Nabi merupakan usaha untuk menjadikan Nabi Muhammad sebagai suri teladan yang nyata. Sebagaimana QS Al Ahzab 21 “Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah itu uswatun hasanah (suri teladan yang baik) bagimu, bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. Dengan secara periodik selalu berupaya pada saat lahir nabi diperingati Maulid Nabi, diharapkan setidaknya potret perilaku dan akhlak agung Nabi Muhammad SAW selalu menjadi isnpirasi dan keteladan bagi umatnya.
Kehadiran Nabi yang merupakan rahmat tak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak. Karenanya semakin sering dan intens dalam membaca sejarah nabi, keluhuran budi dan akhlak nabi semakin dekat dengan kita umatnya. Nabi Muhammadah sejatinya suri teladan. Mengikuti dan meneladani Nabi Muhammad adalah wujud kecintaan kita pada Nabi sekaligus kecintaan kita kepada Allah SWT. Dalam QS Ali Imron 31 “ Katakanlah (wahai Muhammad), Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutlah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”.
Berprofesi dan berperan apapun kita, tetaplah dalam berupaya mengikuti dan meneladani Nabi. Nabi yang diutus untuk menebarkan kasih sayang. Tiadalah kasih sayang bisa ditebarkan tanpa ada perilaku kasih dan sayang dari si pembawa pesan. Dalam QS At-Taubah 128 dijelaskan “Benar-benar telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalangan sendiri, yang terasa berat baginya penderitaan kalian; penuh perhatian terhadap kalian; dan terhadap orang-orang mukmin sangat pengasih lagi penyayang”.
Momentum peringatan Maulid Nabi adalah momentum refleksi diri atas diri kita untuk mencontoh dan meneladani perilaku agung Nabi Muhammad SAW. Peringatan Maulid Nabi bukan gerakan pamer dan pesta seremonial apalagi sekedar hajatan politik. Pesan peringatan Maulid Nabi adalah membumikan keteladanan akhlaq dan perilaku Nabi Muhammad di kehidupan. Bagi para pemimpin cukupkan Nabi Muhammad sebagai sang teladan. Sebagai pemimpin Nabi selalu berperilaku kasih sayang dan merasa berat atas penderitaan umatnya dan tak kuasa melihat kesewenangan dan kedhaliman.
Sebagai manusia Nabi Muhammad sangat memanusiakan manusia dan menghargai kemanusiaan. Kacamata kemanusaiaan Nabi membuat semua orang dekat dan tidak berjarak berhubungan dengan Nabi. Semua kalangan berasa nyaman bersama Nabi. Allahumma sholli wa sallim ala sayidina Muhammad. Wallahu a’lam bishshowab. (*)