DAMPAK : Suasana pemadaman listrik yang terjadi di salah satu mall di kawasan Kota Depok. FOTO : ISTIMEWARADARDEPOK.COM, DEPOK - Insiden pemadaman listrik (blackout) yang terjadi Minggu (4/8) berbuntut panjang. Pelaku usaha ramai-ramai mengklaim telah merugi miliaran rupiah akibat blackout hampir 12 jam tersebut. PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) pun jadi sasaran utama atas kerugian mereka.
Marcomm Manager Depok Town Square (Detos), Ferry Nurdin mengaku, pihaknya sangat menyayangkan penanganan yang tidak cepat serta durasi padamnya listrik sangat luar biasa lama. Ia menilai, kejadian ini menjadi masif, mendadak di akhir pekan dan tanggal muda.
“Ya jelas rugi, ini kan kepadatan kunjungan mall sedang tinggi, pelayanan publik terganggu dan tidak berjalan dengan baik. Bila dihitung, kerugian sekitar 13 persen dari target,” ungkap Ferry kepada Radar Depok, kemarin (5/8).
Ferry menyontohkan, dampak dari kereta api moda transportasi yang berbasiskan online, karena customer Detos banyak yang menggunakan fasilitas tersebut.
“Karena Commuterline terhenti, akhirnya kan terkendala untuk datang dan belanja di Detos,” tutur Ferry.
Terpisah, Perwakilan JNE Depok, Ale mengatakan, dalam mengatasi padamnya listrik pihaknya menggunakan genset. Sedangkan pada sistem internet JNE memakai VPN, hingga tidak terlalu berpengaruh jika internet tidak berfungsi.
“Kalau di kantor kami, semua terkendali karena ada genset. Hanya saja beberpa konsumen pending pengirimannya. Ditambah lagi, Minggu banyak agen tutup, kecuali agen besar saja yang buka lima sampai enam agen,” singkat Ale kepada Radar Depok.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) misalnya yang mencatatkan kerugian anggotanya akibat blackout, lebih dari Rp200 miliar. Anggota yang merugi terdiri dari 82 pusat perbelanjaan dan 2.500 lebih toko ritel modern swakelola di Jakarta.
“PLN seyogyanya memberi pengumuman terlebih dahulu kepada pelaku usaha agar bisa mempersiapkan cara tetap memberi pelayanan maksimal kepada konsumen dan masyarakat pun tetap bisa mendapat haknya sebagai konsumen,” kata Ketua Umum APRINDO Roy N Mandey dalam keterangannya kepada awak media, Senin (5/8).
Roy menilai, pemadaman listrik yang terjadi pada Minggu sangat merugikan pelaku bisnis yang bergerak di sektor ritel. Pasalnya, kata dia, rata-rata masyarakat menghabiskan waktu luangnya di gerai ritel modern atau pusat perbelanjaan pada akhir pekan.
“Potensi kehilangan penjualan terlihat betul, karena masyarakat akhirnya enggan atau membatalkan keinginan berbelanjanya,” ujarnya.
Menurut Roy, biaya operasional juga ikut membengkak. Sebab beberapa gerai menggunakan genset diesel agar bisa tetap buka melayani masyarakat. Di situ, jelas menambah biaya yang dikeluarkan oleh perseroan.
“Demi kenyamanan konsumen, kami menggunakan genset diesel berbahan bakar solar yang tentu berimbas pada naiknya biaya operasional, dan itu seharusnya tidak perlu kami keluarkan,” lanjutnya.
Roy mengatakan, PLN sebagai satu-satunya perusahaan yang mensuplai listrik seharusnya bisa bertindak lebih cepat dan tanggap apabila ada gangguan gardu listrik. Senada dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dia meminta PLN harus mempunyai back-up plan menghadapi situasi seperti kemarin.
“Kami setuju bahwa seharusnya PLN mempunyai sistem mumpuni untuk mengantisipasi masalah semacam ini, back-up plan yang reaktif terhadap gangguan dan contingency plan yang terencana,” ucapnya.
Transaksi Manual di Sebagian Pintu Tol
Berbeda dari industri ritel, PT Jasa Marga (Persero) Tbk justru masih bisa menjaga pendapatan tol saat pemadaman listrik berlangsung, kemarin. Badan usaha pelat merah tersebut langsung mengaktifkan genset sepanjang PLN melakukan pemadaman.
“Sistem back-up kami secara umum berjalan lancar. Saat pemadaman listrik PLN, genset kami langsung beroperasi. Hanya beberapa lokasi di mana otomatis genset kami sedang dalam perbaikan, sehingga sempat dilakukan transaksi manual,” kata Corporate Communications and Community Development Group Head Jasa Marga, Dwimawan Heru kepada awak media, Senin (5/8).
Adapun Gerbang Tol (GT) yang terpaksa menggunakan transaksi manual adalah GT Pasteur arah Bandung yang berlangsung selama 3 jam dan GT Karang Tengah Barat 2 selama 5 jam. Saat transaksi berjalan manual, perseroan tetap memberlakukan SOP yang berlaku agar pendapatan tol tetap stabil.
“Kami memberlakukan SOP manual yang tetap memperhatikan pengamanan pendapatan tol tetap diamankan sepenuhnya, dan menjaga pelayanan transaksi kepada pengguna jalan,” terangnya.
Heru mengatakan, terhitung pada Senin (5/8), kondisi jalan tol yang digawangi oleh Jasa Marga telah beroperasi normal. Genset-genset sudah mulai tidak dipakai lagi oleh perseroan. Hanya mereka belum bisa merinci transaksi yang dicetak oleh Jasa Marga selama pemadaman berlangsung.
“Butuh waktu mengevaluasi ya. Maaf kami belum bisa jawab,” pungkas Heru. (ina/jpc)