Kajari Depok Yudi Triadi.
RADARDEPOK.COM, DEPOK - Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin, tak main-main berupaya mengembalikan aset Fisrt Travel ke jamaah. Sampai-sampai kemarin, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Depok, Yudi Triadi ditegur bos Korps Adyaksa tersebut di kantornya, Jalan SultanHasanuddin Dalam No1 RW7, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Jaksa Agung, ST Burhanuddin mengaku, kesulitan melelang aset First Travel, karena masih melakukan upaya hukum. Sehingga dia memerintahkan Kajari Depok meluruskan pernyataannya. Sebab, jaksa masih mengupayakan agar tuntutan aset First Travel dikembalikan ke korban terpenuhi.
"Baik ini akan dipelajari, dan kalau memang itu salah saya akan minta meluruskan tentunya mesti mempertanggungjawabkannya," kata Burhanuddin, di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Senin (18/11).
Dia belum bicara apakah akan dikenakan sanksi atau tidak terhadap Kajari Depok. Burhanuddin memastikan saat ini aset First Travel tidak akan berkurang.
"Barang bukti itu tidak akan berkurang. Akan sesuai, tapi pendapat kita harusnya dikembalikan kepada korban bukan disita untuk negara. Ini menjadi masalah, eksekusi kita kesulitan kan," tegas Burhanuddin.
Menimpali hal ini, Kajari Depok Yudi Triadi menegaskan, menunda proses lelang aset First Travel. Seiring dengan pernyataan dari Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang hendak mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan alasan untuk kepentingan Umum. "Ya kita tunda sambil menunggu petunjuk pimpinan (Kejaksaan Agung)," singkatnya kepada Radar Depok, Senin (18/11).
Kekecewaan mendalam, diutarakan para korban penipuan Travel Umrah dan Haji First Travel, ketika mengetahui putusan Mahkamah Agung. Yang menyatakan aset yang menjadi barang bukti dirampas untuk negara. Bukan dikembalikan kepada calon jamaah.
Salah satu korban penipuan First Travel, Andriansyah mengatakan, keputusan tersebut sangat mengecewakan. Selama ini, negara tidak pernah berpartisipasi apapun terutama saat kasus tersebut masih dalam proses hukum.
"Ketika kita mengusahakan agar ketiga pelaku (bos utama First Travel), dihukum saja partisipasi pemerintah tidak ada. Kami, sempat ajukan penanganan kasus ini ke DPR RI dan bertemu muka dengan mereka. Bahkan, sampai ke Departemen Agama kami sudah lakukan tapi hasilnya nihil," ucap Andriansyah.
Ketika kasus tersebut mencapai putusan pidana, tiba-tiba dikeluarkan penetapan seluruh aset perusahaan penipuan disita untuk negara. Hal itu, membuat para korban sedih sementara nasib mereka masih terkatung-katung. "Jadi intinya saya melihat negara tidak ada support sama sekali. Ketika jamaah berjuang menuntut, hingga akhirnya sampai di ujung keputusan eh malah disita negara. Ini tidak lucu," bebernya.
Menurut dia, jumlah korban penipuan First Travel mencapai puluhan ribu. Seluruhnya, masih menunggu nasib. Apa yang terjadi, setelah putusan MA ditetapkan. "Untuk di Kota Bandung, ada sekitar 4.000 korban jamaah. Kami masih menunggu (wait and see), karena hasil putusan MA itu katanya masih dilakukan peninjuan. Kami berharap yang terbaik," tegasnya.
Sementara itu, Kartipah warga Depok yang menjadi korban First Travel mengaku, hasil putusan MA sangat tidak adil. Aset yang disita seharusnya di kembalikan, bukannya malahan diberikan kepada negara. "Disitu ada uang kami, hasil jerih payah selama ini ingin berangkat Umrah kenapa tega seperti itu," paparnya.
Pantauan Kantor Kejari Depok, Jalan Raya Boulevaed GDC Cilodong kurang lebih tujuh kendaraan roda empat, mulai dipindahkan. Beberapa diantaranya adalah aset kasus First Travel. Saat di konfirmasi terkait hal tersebut, Kejaksaan Negeri Kota Depok belum bisa memberikan konfirmasi secara jelas.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kota Depok, Kosasih mengatakan, belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut. Terutama mengenai apa saja barang bukti yang dipindahkan.
"Kami belum bisa memberikan keterangan, karena masih menunggu arahan dari pimpinan Kejaksaan Agung," Ucap Kosasih, saat ditemui di ruangannya.
Pemindahan barang bukti tersebut, dilakukan karena kondisi Kantor Kejaksaan Negeri yang sudah tidak mampu menampung. Pasalnya, seluruh sitaan negara tersebut sudah terlalu banyak.
"Barang bukti, dipindahkan karena teman-teman ketahui barang bukti disini tidak hanya aset First Travel saja, ada dari Pandawa dan lain-lain. Ini dipindah ke Kejaksaan Negeri yang lama, Jalan Siliwangi," terangnya.
Selain itu, barang bukti kendaraan baik roda dua maupun empat yang terlalu banyak itu, juga dinilainya merusak estetika kantor Kejaksaan Negeri Kota Depok. "Itu alasannya, kenapa ada pemindahan," pungkasnya. (rd)Jurnalis : Fahmi Akbar (IG : @akbar.fahmi.71), Jurnalis : Rubiakto (IG : @rubiakto)Editor : Pebri Mulya