TERBARING LEMAS : Muniroh (terbaring) sedang menjalani perawatan dan terbaring di tempat tidur ruang UGD RSUD Kota Depok. FOTO : INDRA SIREGAR / RADAR DEPOKKecelakaan bus rombongan kader Posyandu Kelurahan Bojong Pondok Terong (Boponter), Cipayung, meninggalkan duka mendalam bagi keluarganya. Kecelakaan tersebut memakan korban jiwa delapan orang. Hal itu, meninggalkan trauma bagi salah seorang kader yang selamat dalam kecelakaan tersebut, yaitu Muniroh (50).Laporan : Indra Abertnego SiregarRADARDEPOK.COM - Minggu (19/1) siang, ruangan Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Depok mendadak penuh sesak, berbeda dari hari biasanya.
Saking padatnya, sampai–sampai halaman ruangan UGD RSUD Kota Depok disulap menjadi ruang perawatan karena ada beberapa pasien yang ditaruh diatas tempat tidur dengan ditutupi tirai di halaman UGD tersebut.
Ternyata, pasien yang ada di luar gedung UGD adalah korban kecelakaan bus rombongan kader Posyandu Kelurahan Boponter. Mereka ditaruh diluar karena ruangan UGD sudah tidak mampu menampung para koraban luka ringan yang berjumlah 13 orang.
Sebagian pasien, khususnya yang dirawat di halaman UGD tidak sampai seharian sudah langsung dijemput keluargannya untuk pulang karena mereka hanya mengalami luka ringan dalam kecelakaan tersebut.
Diketahui, pasien yang dirawat di RSUD merupakan pasien kecelakaan dengan luka ringan. Ketika masuk ke dalam ruang UGD, salah satu korban selamat yang sedang berbaring di kasurnya bersedia untuk menceritakan detik–detik terjadinnya kecelakaan maut yang menewaskan delapan orang tersebut.
Dia adalah Muniroh (50), Kader Posyandu Mawar Merah RW08, Kelurahan Boponter, Cipayung. Sambil berbaring dia menceritakan saat kejadian naas tersebut. Dia duduk tepat di belakang sopir bus. Penuturannya, kejadian bermula saat dalam perjalanan mereka pulang namun dalam perjalanan, sopir mendadak menghentikan mobilnya.
“Mobil tiba–tiba berhenti di kawah Dauh Ciater yang ada lapangan bola. Sopir dan kenek turun dari bis untuk ngecek ban. Kenek ngecek ban sebelah kiri depan belakang, sopir ngecek ban kanan depan belakang. Ban-nya kaya dipukul–pukul gitu,” cerita Muniroh.
Saat sopir masuk ke mobil untuk melanjutkan perjalanan, Muniroh sempat menanyakan apa yang dilakukan sopir saat menghentikan mobil dan mengecek ban. Tetapi, sopir tidak menjawab dan hanya mengatakan tidak terjadi apa–apa.
“Sopirnya saya tanya kenapa, tapi dia cuma jawab ‘gapapa bu, lanjut aja’ sopirnya bilang begitu,” katanya.
Tak lama setelah sopir melanjutkan perjalanannya, ucap Muniroh, bus tersebut langsung melaju kencang dan tak terkendali di sebuah jalan menurun. Sontak seluruh penumpang yang ada di dalam bus berteriak histeris.
“Selang dua menit habis berhenti mobil langsung jalan kenceng banget. Kita semua pada teriak. Saat itu sopir dan keneknya diem aja. Gak lama mobil jalannya gak beraturan belok kiri belok kanan baru bagian belakang mobil jatuh disusul bagian depan,” bebernya.
Dia mengaku melihat dengan jelas kejadian kecelakaan tersebut dengan mata kepalanya sendiri secara sadar. Namun, dia mengaku bersyukur karena saat kejadian dia tidak merasakan apa–apa.
“Allah punya kuasa, saat kecelakaan saya gak berasa apa–apa, bahkan saya bisa lihat dengan jelas kejadian itu,” tuturnya.
Dia mengaku sudah melihat gelagat yang tidak bagus dari sopir dan kenek sesaat sebelum kejadian kecelakaan. “Saya curiga kok kenek yang tadi duduk anteng di bawah tangga, tiba–tiba naik ke atas dan pegangan. Saya punya firasat buruk lalu buru–buru bangkit dari tempat duduk untuk berdiri dan langsung pegangan sama bagasi yang ada di atas bangku saya. Maka itu pas mobil terguling saya gak kenapa–napa,” ucapnya.
Ketika detik–detik kecelakaan, semua penumpang berteriak histeris sambil meneriaki sopir agar tidak ugal–ugalan dalam mengendarai bus tersebut. “Semua teriak ketakutan,” tuturnya.
Setelah bus terguling, yang ada di dalam fikirannya adalah bagaimana caranya keluar dari dalam bus yang sudah terbalik tersebut. “Setelah jatuh saya berfikir bagaimana cara saya keluar, saya harus keluar lewat mana. Akhirnya saya keluar lewat kaca depan bus yang sudah pecah. Sepintas saya lihat tubuh sopir sudah tergencet, saya lihat jadi takut,” imbuhnya.
Dia menyebutkan, korban meninggal yang diketahuinya ada dua orang, mereka berada satu saf duduknya dengan tempat duduknya.
“Yang meninggal penumpang di belakang saya sama penumpang yang duduk dua baris dari belakang saya,” urainya.
Dia menuturkan, sejatinya perjalanan mereka ke sana untuk melakukan perpisahan dengan salah satu bidan bernama Nailupi yang pada saat kejadian duduk persis di samping bangkunya. Namun perpisahan tersebut malah berujung petaka. Beruntung bidan tersebut, kata Muniro mengalami luka sedang dan sedang dirawat di RSUI.
“Harusnya kita cuma rekreasi aja sambil perpisahan sama ibu bidan. Karena ibu bidan sudah sembilan tahun bertugas di Boponter,” katanya.
Akibat kejadian tersebut, dia mengalami luka di sekitar tangan dan kakinya. Serta dia juga mengalami sesak di dadanya. Namun menurut dokter keadaanya baik–baik saja. “Saya sudah dironsen kata dokter gak papa,” pungkasnya. (rd)Editor : Pebri Mulya (IG : @pebrimulya)