ANTRE MASUK STASIUN: Pengguna KRL Commuter Line antre saat akan memasuki peron di Stasiun Citayam. PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) memprediksi pengguna Kereta Rel Listrik (KRL) pada Senin (3/8) akan meningkat. FOTO : AHMAD FACHRY/RADAR DEPOKRADARDEPOK.COM - Menumpuknya penumpang Kereta Rel Listrik Jabodetabek, membuat Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan menetapkan paket kebijakan komprehensif untuk mengurainya. Kepala BPTJ, Polana B Pramesti mengatakan, penumpukan di stasiun kereta api terjadi setelah pemerintah menerapkan kebijakan protokol kesehatan di KRL. Alhasil, tentu ada pengurangan kapasitas.Namun, disayangkan hal itu tidak sejalan dengan aktivitas masyarakat yang signifikan pada waktu tertentu.Polana pun mengakui, bus gratis pada Jumat sore dan Senin pagi sejak Mei 2020 dirasa tak efektif.Oleh karena itu, pemerintah melakukan evaluasi atas kebijakan ini. Tujuannya agar dapat menemukan solusi yang berkelanjutan untuk mengatasi penumpukan penumpang tersebut. Evaluasi ini melibatkan berbagai pihak. Mulai dari pakar/pemerhati transportasi.Polana menyebutkan bahwa hasil evaluasi itu memperlihatkan adanya keberagaman karakteristik pengguna KRL. Mulai dari status sosial hingga ekonomi.“Evaluasi ini berhasil memetakan karakteristik pengguna KRL. Selanjutnya menjadi dasar kami menyusun kebijakan yang lebih menyeluruh,” kata Polana.Polana memaparkan, ada tiga paket kebijakan yang diambil pemerintah.Pertama, mengurangi secara bertahap layanan bus gratis bagi pengguna KRL hingga Desember 2020. Alasannya, bus gratis ini akan tetap dipertahankan hingga akhir 2020, namun keberadaannya akan dikurangi secara bertahap.Ini untuk mengakomodasi kelompok masyarakat yang sangat tergantung pada KRL karena kemampuan finansial yang terbatas."Pengurangan bus dilakukan dengan tetap mempertimbangkan dinamika kondisi yang terjadi di setiap saat," lanjut Polana.Kemudian yang kedua, menyediakan dan meningkatkan layanan bus Jabodetabek Residence Connexion (JR Connexion) di wilayah Bogor dan sekitarnya. Diyakini, kebijakan ini mampu mengakomodasi kelompok pengguna KRL yang memiliki kemampuan finansial untuk memanfaatkan transportasi lain ketika saat tak terakomodasi KRL.Terakhir, menata angkutan kota (angkot) yang terintegrasi dengan Transjabodetabek. Dia menyebut, BPTJ tengah meminta semua Pemerintah kota/kabupaten di Jabodetabek untuk mengajukan skema subsidi kepada pemerintah pusat terkait penataan angkot.“Intinya, kebijakan yang diambil harus mampu mengakomodasi kondisi dan kepentingan mereka semua sehingga pada masa pandemi ini jika terpaksa melakukan aktivitas mereka dapat mengakses layanan transportasi yang memadai dengan penerapan protokol kesehatan,” tutup Polana. (rd/net)Editor : Pebri Mulya