RADARDEPOK.COM – Jangan aneh jika hari ini sampai Rabu (23/2) makanan tahu dan tempe, tidak ada di pasar se-Kota Depok. Pengusaha tahu dan tempe sepakat, selama tiga hari tidak produksi. Aksi ini dilakukan menyusul bahan dasar pembuatan : kedelai harganya semakin tinggi sejak tiga bulan terakhir.
Pengusaha Tahu 234 di kawasan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Imron mengatakan, langkah tersebut agar mendapat perhatian dari pemerintah. Karena harga kedelai semakin tinggi. Sebelumnya, perkilogram kedelai seharga Rp9 ribu, kini menjadi Rp11.500 perkilonya. "Kami akan mogok tiga hari kalau tidak ada respon dari pemerintah," jelasnya saat dikonfirmasi.
Aksi mogok, kata dia, sudah disepakati seluruh pengusaha tahu di Jabodetabek. Namun belum ada kabar lebih lanjut. Paguyuban masih berkomunikasi dengan pemerintah. Menurutnya, memang hal mustahil untuk harga kedelai kembali normal seperti biasa. Tapi setidaknya ada subsidi kedelai pemerintah agar tidak terlalu berdampak ke hasil produksi tahu. "Kita memang rencana untuk menaikan harga tahu atau memperkecil ukuran, tapi jujur belum dilakukan ya," ungkapnya kepada Radar Depok.
Setiap harinya, pabrik tahu yang berada di kawasan Pasir Putih ini mampu memproduksi empat kuintal kedelai untuk dijadikan tahu cokelat dan tahu kuning. Tentunya, kata Imron, dengan harga kacang kedelai yang terus meningkat, akan mempengaruhi biaya produksi yang juga bertambah. "Apalagi kami mempekerjakan delapan karyawan beserta sopir. Tentu kondisi ini membuat kami kewalahan," bebernya.
Salah pengusaha tahu rumahan di Depok lainnya, Irfan Suhendar berencana akan meliburkan pekerjanya selama tiga hari, mulai 21 Februari 2022. Aksi mogok tersebut berkaitan dengan dampak dari kenaikan harga kedelai. "Kalau kenaikan ini memang cukup lumayan juga, terasa banget. Apalagi di saat pandemi begini. Kita serba salah, mau naik (harga) juga susah, kalau enggak naik harga susah juga. Mau enggak mau dinaikkan," kata Irfan.
Menurutnya, harga kedelai telah mengalami kenaikan sejak tiga bulan yang lalu. Kendati demikian, dia mengaku mulai merasakan kenaikan tertinggi pada akhir Januari 2022. "Tiga bulan lalu sudah naik. Tiga minggu lalu mulai naik drastis. Mau enggak mau (tahu) harus naik harganya," ujarnya.
Irfan mengatakan, sebenarnya masyarakat dapat mengetahui akan terjadi kenaikan pada produksi pangan dengan bahan baku kedelai. "Sepertinya demo itu bentuk perhatian pemerintah buat harga kedelai, tapi yang paling penting biar masyarakat tahu bahwa tiga hari enggak ada (tahu dan tempe) di pasar, tahu dan tempe itu bakal ada kenaikan harga," kata Irfan.
Setelah aksi demo mogok kerja, pihaknya akan menaikan harga tahu. "Kalau tahu belum ada kenaikan, cuma kalau dari kedelainya sudah ada kenaikan. Cuma kita setelah ini (mogok) mungkin nantinya ada kenaikan harga (tahu)," ujarnya.
Irfan menyebut, kenaikan harga kedelai tak berdampak pada ukuran tahu yang diproduksinya. Ia tetap mempertahankan ukuran tahu meski harus menaikkan harga. "Kalau di tahu bandung naik harga. Tapi kalau diperkecil ukuran enggak bisa, susah ya kalau kecil. Jadi kerjanya juga makin lama durasinya juga, kasihan yang kerja," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu (Gakoptindo), Aip Syarifudin mengungkapkan, perajin tahu dan tempe berencana mogok produksi pada 21-23 Februari 2022. Rencana mogok ini terjadi lantaran naiknya harga kedelai yang menjadi bahan baku utama pembuatan tempe tahu. "Perajin rumahan itu sehari beli kedelai 20 kilogram, untuk modal dagang biasanya beli kedelai Rp 9.000-Rp 10.000 per kilogram," ujarnya, Selasa (15/2).
Anggaplah beli di harga Rp10.000 per kilogram, modal Rp200.000. Sementara kalau dijual menjadi olahan tempe tahu dapatnya Rp250.000. Itu Rp50.000 untuk makan dan Rp200.000 untuk modal besoknya. “Tapi karena harga kedelainya sudah naik ya sekarang di harga Rp11.000 per kilogram yah enggak cukup," katanya.
Aip menuturkan, mogok produksi ini tidak dilakukan secara nasional. Hanya perajin tahu tempe rumahan yang tersebar di Jabodetabek hingga Jawa Barat yang rencananya melakukan aksi tersebut.(arn/rd)
Jurnalis : Arnet Kelmanutu
Editor : Fahmi Akbar