RADARDEPOK.COM – Kegaduhan saat sidang paripurna yang berlangsung Selasa (28/4) lalu, berbuntut panjang. Kartu Depok Sejahtera (KDS) pemicunya. Senin (9/5), 38 anggota DPRD non PKS menyatakan mosi tidak percaya secara kompak terkait KDS. Alasanya, puluhan wakil rakyat tersebut menemukan politisasi dari kartu sakti tersebut dan terindikasi melanggar hukum dalam pelaksanaanya.
Partai yang menyatakan mosi tidak percaya : Fraksi PDIP, Fraksi Gerindra, Fraksi Golkar, Fraksi PAN, Fraksi Demokrat, Fraksi PPP, dan Fraksi PKB dan PSI.
"Kami melakukan beberapa hal yang dianggap penting, karena ada hal-hal yang kita soroti dan ternyata itu tidak baik di lapangan. Jadi 38 anggota DPRD selain Fraksi PKS menggugat pemerintah dan melakukan mosi tidak percaya kepada Ketua DPRD Kota Depok," tegas Anggota DPRD Fraksi PKB, Babai Suhaemi kepada Harian Radar Depok.
Di lokasi yang sama, Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrik Tangke Allo menyampaikan, ada beberapa persoalan yang lebih mendasar, seperti gimana kinerja pemerintah selama ini. Lalu, bagaimana tentang infrastruktur di Depok. Sebab DPRD layak mempertanyakan hal tersebut, mengingat pasukan Kota Kembang sebagai legislatif yang mengawasi kinerja pemerintah. "Kemudian bagaimana pendidikannya, bagaimana kesehatannya, persoalan yang mendasar juga soal sampah," beber politisi PDI Perjuangan yang kerap disapa HTA itu.
Bahkan HTA menegaskan, kinerja pemerintah tidak di jalankan secara maksimal. Hal ini diketahui setelah legislatif melakukan koordinasi ke seluruh dinas yang menjadi bawahan Walikota Depok.
Tak hanya itu, semakin bulatnya mosi tidak percaya, sebab hingga detik ini LPKJ Walikota Depok belum di terima para anggota dewan. "Sampai hari ini LKPJ walikota kami belum sepakati, kami belum terima ya, catat, ini kami belum terima," ungkapnya kepada Harian Radar Depok.
Hal ini karena anggota dewan melihat bahwa ada hal-hal yang tidak dilakukan secara baik oleh pemerintah daerah Kota Depok. Jadi banyak persoalan-persolan mendasar yang tidak bisa diselesaikan, datanya pun tersimpan secara rapih oleh dewan.
Anggota Badan Anggaran DPRD Kota Depok, Ikravany Hilmam menyatakan, jika ada isu bahwa DPRD menolak program kesejahteraan itu adalah omong kosong. Sebab terbukti, 6 dari 7 program KDS bukan ide orisinil Idris-Imam, itu adalah program lama yang setiap tahun diperjuangkan oleh DPRD. "Silakan tanya teman-teman Komisi D dari badan anggaran," katanya.
Bahkan, dalam beberapa kesempatan DPRD Depok harus berdebat dengan pemkot, karena pemkot enggan memperluas jaminan sosial ini. Hal itu terlihat saat tahun 2019, dari 60 ribu orang sampai sekarang menjadi 167 ribu itu adalah satu kartu 7 manfaat yang dibayangkan legislatif adalah ada perbaikan sistem kesejahteraan sosial. "Alih-alih perbaikan malah tambah ruwet. Jadi sebenarnya itu program tanpa kartu pun jalan. Jadi sebenarnya ada kartu tambah biaya, apalagi ruwet," ungkap Ikra.
Jadi sebetulnya, kata Ikra, dewan gugat ini karena ternyata program KDS tidak berupaya untuk memperbaiki seluruh sistem jaminan sosial ini. Tapi malah bikin ruwet karena ada agen-agen politis di dalamnya.
Lebih dalam, Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Partai Golkar, Tajudin Tabri yang sekaligus Koordinator Komisi D sebagai lading sektor KDS menjelaskan, KDS adalah program pemerintah yang berhubungan langsung dengan Komisi D.
Permasalahan ini sudah dibawa dalam berbagai rapat. Hasil rapat internal juga deadlock. Sehingga permasalahan ini sudah kaya bisul. Bukan hanya KDS semata.
"Jadi bukan KDS aja, makanya saya bilang kaya bisul. Soal masalah penempatan pegawai sudah tidak sesuai, karena dasarnya suka dan tidak. Contoh, penempatan seorang Kabid di Disdik tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, termasuk ada di kepala dinas, camat dan lurah bahkan ada yang baru tiga bulan jadi camat sudah bisa jadi kepala dinas," beber Tajudin.
Walaupun itu hak prerogratif walikota, namun lanjut Tajudin, harus dilihat juga latar belakang pendidikan dan harus melibatkan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).
"Jadi harus diingat, kami bukan menolak KDS. Kita bukan anak kecil, kita ingin prosesnya tepat sasaran, jangan dijadikan alat politik, itu aja. Karena ini kan sangat riskan, sebentar lagi hadapi pemilu 2024. Jangan dimanfaat dengan menggunakan dana APBD, kecuali duit pribadi. Mau pakai foto nggak masalah tapi kan duit itu duit rakyat," tegas Tajudin.
Bahkan, Anggota DPRD Fraksi PAN, Igun Sumarna menilai, bahwa ini bisa masuk dalam ranah pidana sebab ada dugaan penyalah gunaan anggaran. "Ini bisa masuk ranah pidana. Jadi ada dugaan penyalanggunaan anggaran," katanya.
Sementara, Ketua Komisi A DPRD Depok fraksi Partai Gerindra, Hamzah menuturkan, bila mosi tidak percaya ini bukan hanya permasalahan KDS semata, tapi ada juga soal mutasi yang terindikasi orang-orang siapa. "Bayangkan dalam satu bulan seorang ASN bisa langsung naik jabatan, ini tidak benar juga dalam pelaksanaan roda pemerintah," ungkapnya.
Ketika dikonfirmasi terkait KDS, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Depok, Manto selaku juru bicara di tatanan Pemkot Depok lebih memilih diam seribu bahasa. Hanya menjawab salam yang dilontarkan Radar Depok, dan tidak menjawab pertanyaan.
Sama dengan Manto, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Depok, Asloeah Madjri malah tidak mengangkan telepon genggamnya saat di konfirmasi Radar Depok.
-
Terpisah, menjawab tudingan sejumlah fraksi soal KDS. Ketua Fraksi PKS DPRD Depok, Hafid Nasir mengaku, Fraksi PKS DPRD Kota Depok mendukung semua program dan kegiatan pemerintah Kota Depok, selama dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan memberikan kesejahteraan kepada warga Kota Depok yang tidak mampu dan warga terdampak karena wabah Covid-19.
Bicara terkait dengan KDS. Sebenarnya itu kan janji kampanye Walikota dan Wakil Walikota terpilih pada Pilkada tahun 2020 yang lal. Di launching secara resmi pada 15 September 2021. Kartu KDS diluncurkan, guna membantu warga Depok yang kurang mampu secara ekonomi. Khususnya bagi warga miskin yang telah tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kota Depok.
KDS mengintegrasikan 7 layanan manfaat, yaitu Pelayanan Kesehatan Gratis melalui PBI-APBD Depok, Bantuan Pendidikan, Renovasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), Bantuan Santunan Kematian, Bantuan Ketersediaan Pangan bagi lansia dan disabilitas, Pelatihan Keterampilan, Bantuan Usaha dan Penyaluran Kerja.
“Kami dari fraksi PKS tentu terus mendorong pemerintah Kota Depok, mengingat dinamika kondisi ekonomi di tengah-tengah pandemi Covid-19 agar DTKS terus di verifikasi dan validasi. Ini supaya datanya semakin tepat sasaran, valid, dan aktual,” beber Hafid kepada Harian Radar Depok.
Menurutnya, bagi warga yang belum terdaftar di DTKS, maka mereka harus dibantu untuk diverifikasi sesuai regulasi dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu pihaknya berharap, agar ada aplikasi yang memudahkan warga prasejahtera bisa mendaftar secara online. Sehingga dapat segera di verifikasi dan validasi untuk terdaftar di DTKS.
“Kami sebagai anggota DPRD punya tugas untuk pengawasan terkait kebijakan-kebijakan pemkot. Termasuk persoalan DTKS yang masih harus terus dilakukan verifikasi dan validasi. Bukan mengoreksi tapi menjalankan fungsi pengawasan,” ucap dia.
Ketika ditanya terkait ada muatan politis soal pemberian KDS. Hafid berharap, implementasi KDS dilakukan secara profesional. Artinya, jika ada temuan yang tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Tentu ada tahapan-tahapan evaluasi oleh pemerintah, dan ada sanksi yang diberlakukan kepada mereka. “Dalam tatib DPRD Kota Depok dijelaskan Hak DPRD : interpelasi, angket dan menyampaikan pendapat,” tandasnya.(arn/rd)
Jurnalis : Arnet Kelmanutu
Editor : Fahmi Akbar