utama

Gubernur Jabar dan Kemendagri Saling Tunjuk, Raperda Kota Religius Depok Antiklimaks

Rabu, 5 Oktober 2022 | 07:48 WIB
ILUSTRASI : Situasi saat Pegawai di lingkungan Balaikota Depok usai menjalani pekerjaan dan akan bergegas pulang ke rumah. ARNET/RADARDEPOK

RADARDEPOK.COM – Rancangan peraturan daerah (Raperda) Kota Religius yang digodok secara matang, belum juga disahkan. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menuding Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) yang menolak adanya raperda tersebut. Sejak awal, disebut-sebut Gubernur Jawa Barat (Jabar) tidak mendukung adanya Raperda Kota Religius milik Kota Depok.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Benny Irwan mengatakan, fasilitasi penyusunan Raperda tingkat kabupaten/kota bukan kewenangan dari Kemendagri, melainkan Pemerintah Provinsi masing-masing. “Berdasarkan UU No23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Permendagri No80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, fasilitasi penyusunan Rancangan Perda kabupaten dan kota merupakan kewenangan provinsi,” kata Benny melalui keterangan resmi yang diterima Harian Radar Depok, Selasa (4/10).

https://www.youtube.com/watch?v=3NxLng88z8A&t=5s

Raperda Penyelenggaraan Kota Religius (PKR) usulan Pemerintah Kota Depok merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, sebagai naungannya.  “Tidak ada pembahasan Rancangan Perda dimaksud (Raperda PKR) di Kemendagri,” kata Benny.

Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Makmur Marbun menyebut, penolakan Raperda Kota Religius bukan dari Kemendagri melainkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. “Kenapa Kemendagri disangkutpautkan, Kemendagri itu tugasnya bukan memfasilitasi perda kabupaten kota,” kata Makmur.

Menurutnya, saat terjadi penolakan Raperda Kota Religius dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Pemerintah Kota (Pemkot) Depok sempat berkonsultasi dengan Kemendagri untuk menanyakan kebenaran alasan penolakan yang disampaikan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.

“Gubernur Jawa Barat menyampaikan ada substansi dalam Raperda itu menyentuh kewenangan absolut pemerintah pusat. Pemkot Depok datang ke Kemendagri konsultasi informal. Walikota Depok mendapat informasi yang berbeda,” bebernya.

Menimpali hal ini, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menuturkan, ada dinamika yang membuat Raperda Kota Religius Depok ditolak Kemendagri. Namun, dia tak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai alasan ditolaknya raperda oleh Kemendagri. "Di mana-mana Perda Religius itu pasti biasanya ada dinamika di Kemendagri. Jadi kita tunggu saja," kata Emil saat ditemui wartawan di kampus UPI Bandung, Selasa (4/10).

https://www.youtube.com/watch?v=ZG7fvpIY3dk

Kewenangan menyetujui ataupun menolak, sambung Emil –sapaan tenar Ridwan Kamil- sebuah perda berada di Kemendagri. Jadi, segala keputusan apa pun merupakan kewenangan dari Kemendagri. "Biasanya ditolak di Kemendagri karena ujung yang meng-approved-nya Kemendagri. Kita lihat saja," tegasnya.

Kepala Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Depok, Ikravany Hilman menyambut, baik keputusan Kemendagri yang menolak Perda Penyelenggaraan Kota Religius yang diajukan Pemerintah Kota Depok.  “Keputusan Kemendagri untuk menolak Perda Penyelenggaraan Kota Religius sudah tepat,” ucap Ikravany, Selasa (4/10).

Menurut Ikra, keputusan Kemendagri untuk menolak Perda Religius di Depok bukan tanpa alasan. Sebab, regulasi untuk mengatur agama merupakan wewenang Pemerintah Pusat.  “Sesuai dengan Undang – Undang, agama adalah urusan absolut Pemerintah Pusat. ada kata absolutnya,” tuturnya.

Selain itu, dia juga  bercerita Perda Penyelenggaraan Kota Religius sempat ditolak oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat, tetapi Pemkot Depok bersikeras mengajukan banding ke Kemendagri dengan hasil tetap tidak disetujui. Tak hanya itu, proses pembentukan perda itu juga terbilang memaksakan, sebab proses pembentukan Perda Penyelenggaraan Kota Religius dilakukan menggunakan voting. "Saya dari fraksi PDIP sejak awal memang tidak setuju, tetapi saya kalah saat voting,” katanya.

Bahkan, lanjut Ikra,  PDIP sempat mengajukan usulan nama Perda agar judulnya dilakukan perubahan. Pihaknya, berjuang agar isinya tidak diskriminatif, kemudian dicoba untuk merubah nama Perdanya bukan Penyelenggaraan Kota Religius. “Tetapi Perda Pelaksanaan Jaminan Kebebasan Beragama dan Beribadah, itu yang diusulkan PDIP,  tetapi tetap ditolak dalam rapat,” ujarnya.

https://www.youtube.com/watch?v=9xOpcEpPF1E

Ikra berpesan, agar Pemkot Depok tidak perlu memaksakan ketika Perda tersebut tidak bisa diterima oleh provinsi ataupun Kemendagri. “Buat apa juga dipaksakan, makanya kalau ada usulan jangan cuma ngotot, padahal kalau judul Perda Pelaksanaan Jaminan Kebebasan Beragama dan Beribadah mungkin masih bisa lolos,” tegasnya.

Sebelumnya, Ketua Panitia Khusus (Pansus) IV DPRD Kota Depok, Qonita Lutfiyah menjelaskan, isi naskah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Kota Religius (PKR) atau Perda Kota Religius. Dia menyatakan raperda itu tidak menyinggung soal urusan peribadatan masyarakat. “Apa yang kita tuangkan dalam Raperda itu bukan hal-hal prinsip hubungan manusia kepada Tuhan, hanya supaya ada payung hukum dalam kegiatan keagamaan,” kata Qonita.

Qonita mengatakan, perda itu bertujuan untuk memberikan payung hukum dalam kegiatan-kegiatan Pemerintah Kota Depok yang mengusung visi Unggul, Nyaman dan Religius. “Makanya kami tidak tahu apa alasannya ditolak, apakah alasannya itu ditolak secara keseluruhan, ataukah alasannya ada sebagian pasal yang harus diubah, ataukah alasannya judulnya yang diharus diganti, saya belum tahu ini,” jelas Qonita.

Namun, sebagai anggota DPRD Kota Depok, dia dapat menerima keputusan bahwa raperda PKR tidak bisa dijadikan aturan daerah yang berlaku. “Ya kami tetap fatsun pada keputusan pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi,” kata Qonita.

Perlu diketahui, Walikota Depok Mohammad Idris mengaku, menyesali penolakan terhadap raperda yang menurutnya dibutuhkan untuk mendukung visi dan misi Kota Depok tersebut. “Sudah disahkan dewan, tetapi tidak disahkan oleh Kemendagri, Gubernur juga tidak mendukung, sehingga mandek di kementerian,” kata Idris dikutip dari situs pribadinya.

https://www.youtube.com/watch?v=6M_cpjCEh3o

Idris mengaku, heran dengan sikap Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kemendagri, yang tidak menyetujui diundangkannya Raperda PKR di Kota Depok tersebut. “Padahal ranahnya kita tidak mengatur orang pakai jilbab atau mengatur salat itu tidak, tetapi masalah kerukunan umat beragama, kedamaian, kekompakan, dan toleransi,” jelas Idris.

Idris mengatakan, jika Pemkot Depok memiliki perda tersebut bisa melakukan sejumlah upaya seputar keagamaan. Seperti melakukan survei keberagaman umat beragama dan toleransi masyarakat. Jika ada perda itu, Pemkot Depok bisa mengatur belanja langsung di Badan Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Penelitian (Bappeda) untuk survei.

“Namun kalau sekarang kami ingin melakukan survei dan menunjuk pelaksanaannya tidak bisa karena tak punya perda, nanti akhirnya hibah, dan hibah ini sekarang ketat, syarat-syaratnya dan laporannya itu tidak main-main, harus hati-hati, bisa kejebak kita dengan permainan-permainan hibah, itu maksud dari perda ini,” beber Idris.

Namun begitu, Idris mengaku bakal tetap kekeuh memperjuangkan Raperda PKR itu disahkan menjadi perda sebelum masa jabatan berakhir. Dirinya akan meminta draft Raperda PKR ke Kemendagri. “Sebelum saya turun (habis jabatan Wali Kota Depok), saya akan minta ke sana (Kemendagri), termasuk dengan menteri agama saya minta rekomendasi untuk tolong dibantu,” tandas Idris.(dra/jpnn/rd/tem)

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB