utama

Kemendikbudristek Investigasi SMAN 2 Depok, Gara-gara Ini 

Senin, 10 Oktober 2022 | 07:49 WIB
LALU LALANG : Suasana SMAN 2 Depok ketika ramai diperbincangkan publik karena adanya dugaaan diskriminasi. GERARD SOEHARLY/RADAR DEPOK

RADARDEPOK.COM - Dugaan diskriminasi terhadap salah satu agama terjadi di sekolah Kota Depok. Siswa beragama Kristen di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Depok, kuat dugaan tidak diperbolehkan menggunakan ruangan untuk kegiatan ekstrakulikuler Rohani Kristen (Rohkris). Adanya hal tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melakukan investigasi di sekolah Jalan Gede, Kelurahan Abadijaya, Sukmajaya Kota Depok.

Guru Agama Kristen pada SMAN 2 Depok, Mayesti mengungkapkan, dugaan diskriminasi itu bermula ketika dia dan siswa bimbingannya akan melaksanakan kegiatan Rokris. Sesampainnya disana, ruangan itu dalam keadaan terkunci dan tidak diperbolehkan untuk digunakan karena, ruangan itu pakai untuk menyimpan pakaian. "Ini kan hari efektif untuk apa dikonci, kita kan juga mau memanage waktulah gitu kan karena jam 7 anak-anak semua mau belajar," ungkapnya kepada Radar Depok.

https://www.youtube.com/watch?v=43xSSbIwH2M

Menurut Mayesti, siswa beragama Kristen yang sejatinya masuk kegiatan Rokris sejak Pukul 06:45 WIB merasa khawatir dimarahi guru lainnya karena terlambat masuk jam sekolah pada Pukul 07:00 WIB. "Kalau mereka terlambat mereka akan dimarahi oleh gurunya. Lalu di sekolah itu menyuruh kita untuk melalui chat atau sms umtuk kita diatas," ujarnya.

Setelah bergegas ke ruangan yang dianjurkan, sebut dia, ruangan itu masih dalam keadaan terkunci. Sehingga, dia berinisiatif menggelar ibadah Rohkris di lorong sekolah.

Selanjutnya, Mayesti mengabadikan momen langka tersebut. Usai terlihat guru lain dan menjadi pergunjingan publik, dia diminta untuk menulis pernyataan yang membantah bahwa kejadian itu benar adanya. "Sebetulnya terpaksalah, tapi saya kasihan sama kepala sekolah saya, takut dia terpojok," tegas Mayesti.

https://www.youtube.com/watch?v=kc6rDSvKvTs&t=6s

Sementara itu, Kepala SMAN 2 Depok, Wawan menjelaskan, dugaan diskriminasi itu tidak benar adanya. Hal itu terjadi karena adanya miss komumikasi dari dua belah pihak. Bahkan, guru agama Kristen yang membimbing ekstrakulikuler tersebut telah membuat pernyataan bahwa hal itu tidak benar terjadi.

"Bu Mayesti sudah menyatakan membuat pernyataan di atas materai bahwa kegiatan yang kemarin itu tidak seperti itu, ada pernyataannya yang bisa saya sampaikan," kata dia.

Meski demikian, dia mengaku, pemberian sanksi tidak dilakukan pihaknya. Sebab, ranah tersebut ada di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Depok yang telah menugaskan Mayesti sebagai guru agama Kristen di SMAN 2 Depok.  "Namun, sekarang ada dari Kemenag yang akan membina, yang akan membimbing, harusnya bagaimana atau pantas tidaknya Ibu Mayesti mengajar di tingkat SMA. Sekarang masih dalam proses belum bisa kita memfinalkan," tutur Wawan.

Wawan mengaku, pihak sekolah telah memberitahukan kepada guru agama Kristen itu bahwa ruangan yang biasa digunakan untuk kegiatan Rohkris akan dipakai sementara untuk menyimpan baju yang hendak dibagikan ke siswa.

"Kejadian sebenarnya, sehari sebelumnya Bu Mayesti sudah diberitahukan kalau ruang Multiguna atau MG yang biasa digunakan kegiatan kerohanian Kristen sedang dipakai untuk menampung seragam baru yang akan dibagikan kepada siswa," sebutnya.

https://www.youtube.com/watch?v=A1QA1NpMkmQ&t=79s

Kepala Seksi Bimas Guru Agama Kristen pada Kemenag Kota Depok, Kanton Gultom menyatakan, adanya dugaan diskriminasi itu merupakan kesalahan informasi yang diberikan guru agama tersebut. "Bisa dibilang kesalahan di guru kami lah, karena memang bisa dibilang terlalu cepat membuat statemen padahal bukan seperti itu yang sebenarnya," ungkapnya.

Meski belum mendapatkan kepastian, Kanton mengaku, pihaknya akan melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap guru tersebut. Alasannya, tindakan guru tersebut mempertaruhkan nama baik Pegawai Negeri Sipil (PNS).   "Dengan itu, dewan pengawas atas nama Ratut Tampubolon akan saya tugaskan untuk dua tiga bulan ini untuk mengawasi guru agama Kristen kami yang ada disini, layak atau tidak untuk dimutasi seperti itu," terangnya.

Setelah menyimpulkan, dia menyebut, tidak mengetahui peristiwa yang sebenarnya terjadi. Kendati demikian, pihaknya telah menggali keterangan dari pihak sekolah. "Sebelumnya tidak tahu, baru setelah viral di youtube baru kita tahu dan ada yang telpon dari pihak alin. Harus ada pembinaan dulu, dan ini belum keputusan," ucap Kanton.

Anggota DPRD Kota Depok dari Fraksi PDIP, Ikravany Hilman menerangkan, seharusnya pihak sekolah memberitahukan terlebih dahulu kepada Guru agama Kristen tersebut, agar tidak terjadi miss komunikasi atau kesalahpahaman.  "Pihak sekolah sudah tahu dan tempatnya juga sudah disediakan, maka ketika tempat itu tak bisa digunakan harusnya sekolah memberi tahu dan menyiapkan tempat lain, shingga tidak terjadi peristiwa kemarin," ujarnya.

Ikra -sapaan akrabnya- menjelaskan, adanya kejadian tersebut dapat menjadi pembelajaran bagi pihak sekolah agar serupa tidak terjadi kembali di kemudian hari. Pasalnya, dia menilai, jika dilakukan pembiaran hal tersebut dapat berkembang menjadi sikap diskriminasi. "Jadi menurut saya, ini bukan soal keteledoran, tapi kurangnya sensitivitas soal itu. Nah ini perlu segera diantisipasi, harus segera diingatkan, karena jika dibiarkan terus menerus maka akhirnya berkembang jadi diskriminasi," ucapnya.

Menanggapi hal itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, turut merasa prihatin atas adabnya kejadian tersebut. Menurut dia, dugaan diskriminasi itu telah melanggar amanat Undang Undang No20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas, pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

"Satuan pendidikan harus merdeka dari diskriminasi. Sekolah sudah seharusnya menjadi ruang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi semua peserta didik untuk belajar dan mengembangkan diri, terlepas dari identitas yang melekat pada dirinya," tegasnya melalui keterangan resmi.

Selanjutnya, dia memastikan, pihaknya melalui Inspektorat Jenderal akan melakukan investigasi mendalam demi mengetahui kebenaran atas dugaan diskriminasi tersebut. "Upaya penghapusan tiga dosa besar pendidikan, yang meliputi intoleransi, perundungan, kekerasan seksual, juga terus kami dorong melalui kampanye penguatan karakter bertemakan Profil Pelajar Pancasila," ujar Nadiem.

Lebih lanjut, Nadiem menegaskan,  kunci keberhasilan dalam upaya menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari segala bentuk diskriminasi dan intoleransi, serta jenis-jenis kekerasan yang lain adalah kolaborasi dan sinergi antara pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat. "Semuanya harus terlibat dalam upaya mewujudkan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman serta menjunjung tinggi nilai-nilai inklusivitas dan kebinekaan," tutupnya.(ger/rd)

Jurnalis : Gerard Soeharly 

Editor : Fahmi Akbar 

 

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB