utama

Depok Dihantui Badai PHK Massal, Buruh Tuntut Kenaikan UMK 13 Persen

Jumat, 4 November 2022 | 07:40 WIB
BURSA KERJA : Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Depok menggelar bursa kerja mini (Jobfair) selama dua hari di Balai Rakyat, Jalan Jawa, Kecamatan Beji. PUTRI AISYAH/RADAR DEPOK

RADARDEPOK.COM – Lonceng kematian industri dan jasa sudah santer terdengar. Tercatat hingga Kamis (3/11), ada 18 perusahaan yang tutup dari 14 kabupaten/kota di Jawa Barat, terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada sekitar 9.500 karyawan. Dari belasan wilayah di Jawa Barat (Jabar) itu, diklaim tidak termasuk Kota Depok. Pertahanan pengupahan pabrik dan ritel di Depok dinilai masih kuat.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Depok, Muhammad Thamrin mengungkapkan, PHK massal di berbagai kota maupun daerah, termasuk Provinsi Jawa Barat, tidak berdampak di Kota Depok. Dipastikan karyawan di Depok tidak merasakan PHK, mulai dari pekerja pabrik, karyawan mal, hingga guru dan pelaku usaha kecil.

“Depok tidak terdampak PHK massal. Alhamdulilah,” tegasnya kepada Harian Radar Depok, Kamis (3/11).

https://www.youtube.com/watch?v=J00yX3U78HA

Thamrin juga memastikan, tidak ada pabrik maupun retail di Depok yang terpaksa gulung tikar buntut dari inflasi. Bahkan, resesi yang telah digaungkan pemerintah pusat. Hal ini terjadi karena koordinasi dengan para pelaku usaha berjalan secara baik. Namun, mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok ini tidak mengetahui jumlah pekerja di Depok, baik yang sebagai karyawan pusat perbelanjaan (mal), buruh pabrik, guru swasta, karyawan hotel, rumah sakit.

“Kalau karyawan pabrik di Depok jumlahnya sekitar 150 ribu karyawan. Tapi total semua pekerja seperti toko-toko kecil di sepanjang Jalan Margonda Raya dan jalan utama kota, itu banyak sekali, saya tidak tau jumlah keselurahannya,” ungkap Thamrin.

Lebih jauh, terkait jumlah pabrik yang ada di Depok, juga tidak mengetahui tepatnya karena datanya secara lengkap berada di ruang kerjanya. “Data rilisnya ada di kantor, saya takut salah kalau bilang tanpa datanya,” lanjutnya.

Lolosnya Depok dari badai PHK massal juga dibenarkan, Sekjen Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Depok, Wido Pratikno. Wido mengaku, karyawan di Depok tidak terdampak PHK besar-besaran yang memang sedang terjadi di beberapa daerah. “Belum, Belum ada yang terdampak PHK massal,” terangnya kepada Radar Depok ketika dikonfirmasi.

https://www.youtube.com/watch?v=w6CtVokD5mU

Buntut dari terbebasnya dari PHK massal, bukan berarti buruh tidak mengidahkan tuntutannya terkain Upah Minimum Kerja (UMK) di Kota Depok. Melalui Wido, buruh juga menyinggung soal kenaikan UMK di 2023 sebesar 13 persen, yakni menjadi Rp4.946.271 dari sebelumnya Rp4.377.231. “Kami meminta kenaikan UMK 13 pesen nanti di 2023. Kami harap terealisasi oleh pemerintah, karena ini tuntutan dari buruh di Depok,” tegasnya.

Memang saat menggelar aksi demo di Balaikota Depok ketika BBM membumbung tinggi, buruh telah menyampaikan tuntutan soal kenaikan UMK sudah menggema. Tapi respon dari pemerintah belum ada kejelasan.

Bila membahas soal perkerjaan, tentu akan melekat dengan pengangguran. Sesuai informasi yang dihimpun menurut data yang disajikan Disnaker Kota Depok ada 117.816 pengangguran perbulan Oktober 2022 dari total 2.089.250 jumlah angkatan kerja.

Dengan begitu, angka pengangguran di Depok mengalami peningkatan sebesar 9 persen. Alasan terbesarnya karena peneraman PSBB saat kasus covid 19 sedang merebak, termasuk di Depok.

Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jabar (PPTPJB) Yan Mei menyebut, efek perang Rusia - Ukraina membuat konsumsi masyarakat Eropa dan Amerika Serikat menjadi lesu. Dampaknya pun terlihat dengan banyaknya pabrik yang tutup di Indonesia karena permintaan pasar ekspor turun.

https://www.youtube.com/watch?v=E1b3I1eukMI

"Ada 18 perusahaan yang tutup dari 14 kabupaten/kota di Jawa Barat, yang terpaksa melakukan PHK terhadap kepada sekitar 9.500 karyawan. Angka ini akan terus berubah seiring laporan yang masuk. Tahun depan masih bisa terus bertambah akibat adanya tekanan resesi global," kata Yan Mei.

berdasarkan data perselisihan hubungan industrial (HI) menurut Dinas Provinsi dan Kabupaten/ Kota, per September 2022, ada 4.155 buruh yang sudah di-PHK. Namun, jika mengacu data BWI-ILO (lembaga kemitraan kerja sama Organisasi Buruh PBB), sudah ada 47.539 karyawan di Jawa Barat yang di-PHK.

Angka itu melonjak lagi jika menurut data sementara Apindo yang melaporkan ada 73.644 orang yang sudah di-PHK di Jawa Barat.

"Pelemahan ekspor terasa sejak kuartal ketiga lalu. Banyak order ekspor yang pengirimannya harus ditunda, bahkan sampai awal tahun depan," kata ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja.

Di sisi buruh, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia KSPI Said Iqbal meragukan data-data yang dikeluarkan pengusaha soal pemutusan hubungan kerja (PHK). Ia menyebut isu ini ditunggangi untuk melakukan PHK terhadap buruh. "Coba aja cek, dimana perusahaannya, kapan PHK. Nggak benar itu PHK, nggak ada. Yang ada data lama diangkat lagi seakan-akan PHK sekarang," sebut Said Iqbal.(arn/rd)

Jurnalis : Arnet Kelmanutu

Editor : Fahmi Akbar 

 

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB