RADARDEPOK.COM – Pantas saja kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota Depok disebut naik 10 persen dari tahun sebelumnya. Fakta itu berkaca dari rentetan kejadian di awal November 2022, yang sudah terjadi tiga kasus KDRT. Terakhir, Sabtu (5/11) seorang istri dipukul suaminya di pinggir Jalan Cinere yang kini sudah ditangkap Polrestro Depok. Sebelumnya Jumat (4/11) suami tikam istri di Kelurahan Bedahan dan di Kelurahan Jatijajar, suami membacok istrinya hingga kritis dan membunuh anaknya.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok, Mia Banulita mengungkapkan, kasus tindak pidana KDRT mengalami peningkatan pada 2022. "Kalau kami lihat memang ada sedikit peningkatan dibanding tahun sebelumnya, persentasenya tidak terlalu tinggi sekitar 10 hingga 20 persen," kata Mia dalam keterangannya, belum lama ini.
https://www.youtube.com/watch?v=RHl3mgOcYnI
Mia menuturkan, kasus KDRT yang ditangani Kejaksaan Negeri Depok itu rata-rata penyebabnya masalah ekonomi dan pernikahan dini. "Pemicunya banyak kami harus lihat dari kasus per kasus, tapi yang jelas salah satunya masalah dugaan ekonomi itu yang jadi penyebab tindak pidana KDRT, kemudian juga soal pernikahan dini atau siri," ujar Mia.
Bila diasumsikan kenaikan 10 persen. Data terakhir Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Depok menyebut ada 204 kasus di tahun 2021. Artinya, dari angka 204 kasus naik 10 persennya menjadi 224 kasus.
Perlu diketahui, kasus KDRT di Kota Depok tercatat mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Angka tersebut sesuai yang tercatat di DP3AP2KB Kota Depok. “Selama 4 tahun terakhir mulai dari 2017 hingga 2021, kasus KDRT di Depok mengalami peningkatan,” ungkap Kepala DP3AP2KB Kota Depok, Nessi Annisa Handari, Rabu (29/6) lalu.
Pada 2017 angka KDRT tercatat 117 kasus, 2020 naik menjadi 200 kasus, dan terakhir pada 2021 angka KDRT di Depok mencapai 204 kasus.
https://www.youtube.com/watch?v=aOH4EKbzzIk
Bila melihat dari data yang diberikan, dari 2017 ke tahun 2020 terjadi kenaikan 83 kasus, dan dari tahun 2020 ke tahun 2021 alami kenaikan 4 kasus. Namun Nessi menegaskan, pihaknya selalu melakukan berbagai program untuk mencegah kasus tersebut, seperti penguatan ketahanan keluarga. “Seperti 8 fungsi fungsi keluarga, sosialisasi Pencegahan KDRT, serta penguatan kelembagaan Pencegahan KDRT,” tegasnya.
Kata Nessi, terutama yang mengalami KDRT adalah perempuan hingga berdampak kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologi dan penelantaran rumah tangga. “Tapi bukan hanya istri atau perempuan, anak-anak juga menjadi orang yang terdampak dalam kekerasan ini,” ungkapnya.
Faktornya pun beragam, seperti ekonomi, karena ketidaktahuan hingga permasalahan keluarga. Untuk itu diperlukan pemahaman 8 fungsi keluarga tersebut. Pemahaman fungsi keluarga itu seperti diajarkan wirausaha, peningkatan ekonomi, pemahaman keluarga, bersikap sosial budaya dan lain sebagainya.
Bahkan, pemerintah telah memprogrampkan pencegahan KDRT itu lewat sekolah pranikah dan sekolah ayah bunda yang sampai hari ini masih terus diselenggarakan. “Sekolah pranikah untuk remaja yang ingin menikah, sedangkan sekolah ayah bunda bagi orang yang sudah menikah, dan kita juga menyelenggarakan kegiatan parenting di masyarakat bagi orang tua,” jelas Nessi.
https://www.youtube.com/watch?v=0FuCg2jAhO0
Nessi melanjutkan, upaya mengentaskan KDRT juga dilakukan dengan membentuk Satgas Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) mulai dari tingkat kelurahan hingga kota.
Satgas bertugas untuk pencegahan dini, tapi kalau terjadi penanganan mereka ikut membantu, ikut melaporkan, ikut menangani, ikut melindungi korban. “Satgas diisi dari berbagai elemen Pemerintah Kota, TNI, Polri dan Kejaksaan,” tegasnya.
Ketika dikonfirmasi update kasus KDRT hingga akhir Oktober 2022, Kepala DP3AP2KB Kota Depok Nessi Annisa Handari memilih diam dan enggan membalas pertanyaan yang dilontarkan Harian Radar Depok.
Sebelumnya, Walikota Depok, Mohammad Idris mengatakan, melihat dari sisi indeks ketahanan keluarga yang dikeluarkan kementerian terkait, Kota Depok mengalami peningkatan angka kasus KDRT. “Kalau dari provinsi itu sekarang Depok sudah meraih angka 90 lebih dari sisi indeks,” ungkapnya.
Menurut walikota, angka KDRT tidak dapat diukur dari perorangan. Sebab, jumlahnya akan terus mengalami peningkatan. “Tapi kalau kita ukur dengan perorang perwarga itu tidak bisa apple to apple, karena itu pasti ada penambahan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, faktor urbanisasi yang mencapai 4 persen pada Tahun 2021 mempengaruhi terjadinya peningkatan kasus KDRT di Kota Depok. Misalnya, kasus KDRT yang tidak ber KTP Depok namun, tinggal di Kota Depok. “Diantaranya kasusnya KTPnya bukan KTP Depok. Tapi karena tinggal di Depok jadi kita tangani dan kita selesaikan, kita advokasi, kalau sudah didampingi kepolisian juga kami dampingi si korbannya dan juga kita dampingi dari sisi psikologis keluarga korbannya,” papar Idris.
https://www.youtube.com/watch?v=tg9DQNhWZ-A
Jka dilihat dari persentasenya, sebut Idris, kasus KDRT justru mengalami penurunan. Namun, tetap saja jumlah perpindahan warga ke Kota Depok dapat mempengaruhi angka tersebut. Idris mencontohkan, seorang perantau yang hendak membuka usaha atau bekerja di Jakarta mengalami kendala. Sehingga, mereka berpindah di Kota Depok. Karena jauh dari keluarga, seorang lekaki akan mencari kepuasan seksual yang diketahui istri dan terjadi pertengkaran yang berujung pada KDRT.
“Kalau dari sisi presentase ini rendah, tapi kalau dari orang perwarga ini memang ada penambahan karena memang penduduknya akan bertambah terus. Perpindahan penduduk sangat mempengaruhi juga,” bebernya.
Terbaru Senin (7/11), Polres Metro Kota Depok mengamankan pelaku KDRT di Jalan Pangkalanjati, Kecamatan Cinere, Kota Depok. MS yang merupakan tersangka mengaku, sempat mengkonsumsi minum-minuman keras bersama temannya sebelum insiden tersebut terjadi.
Kasatreskrim Polres Metro Depok, AKBP Yogen Heroes Baruno menyebut, motif MS memukul sang istri berinisial SW di depan anaknya karena permasalahan hutang. Kepolisian pun langsung melakukan penyelidikan usai kejadian itu viral di media sosial. “Minum arak bali sama anggur merah di parkiran, mabok, terus ketemu istri yang dibahas utang. Jadi, kalap mukulin istri karena emosi,” ujar MS kepada Harian Radar Depok, Senin (7/11).
Sebelumnya, pasutri tersebut memang telah tinggal secara terpisah selama setahun. MS yang merupakan seorang biro parker, di Pondok Labu Jakarta Selatan pun menyebut tindakan memukul SW merupakan yang pertama kalinya.
https://www.youtube.com/watch?v=_YjfNOkXmsI
“Pelaku mengajak korban untuk bertemu dan membahas utang yang ada. Setelah di jemput di kosan, pelaku mau mengajak makan. Tapi, korban tak berkenan karena utamanya membahas utang. Langsunglah terjadi cekcok dijalanan, pelaku membanting motornya dijalan dan menurunkan korban dan anaknya,” jelas Yogen.
Lebih lanjut, beber Yogen, tersangka dilaporkan telah melakukan pemukulan sebanyak tiga kali ke arah wajah SW. Berdasarkan hasil visum, korban mengalami luka sobek dibagian bibir selebar 10 sentimeter. Sementara itu, sang anak yang menyaksikan kejadian tersebut akan mendapatkan pengobatan trauma healing dari psikologi.
Kini, tersangka di bawa ke polres Depok untuk dilakukan Berita Acara Pemeriksaan Perkara (BAP). Kendati demikian, sang istri belum membuat Laporan Polisi (LP). Namun, pihak kepolisian akan mengarahkan korban untuk membuat LP agar memperkuat dasar jika pelaku telah melakukan tindak KDRT. “Dua pekan ini sudah ada tiga kasus KDRT,” tandasnya.(mg10/arn/rd)
Jurnalis : Ashley Angelina Kaesang, Arnet Kelmanutu
Editor : Fahmi Akbar