utama

Wacanakan Tarif KRL Naik Rp2.000, Kereta Mania Depok Tidak Setuju

Jumat, 30 Desember 2022 | 07:55 WIB
TARIF MELONJAK : Suasana Stasiun Kereta Depok Baru dengan aktifitas penumpang. Rencana Kementerian Perhubungan menaikan tarif KRL. ARNET/RADAR DEPOK

RADARDEPOK.COM – Kebijakan pemerintah pusat terkait tarif transportasi Perkeretaapian mendapat penolakan tegas, dari kalangan akar rumput alias pengguna trasportasi tersebut, Kamis (29/12). Memang Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi memastikan, tarif kereta rel listrik (KRL) Commuter Line tidak mengalami kenaikan pada 2023. Namun, pemerintah mewacanakan skenario subsidi tarif KRL 2023 dengan membebankan orang mampu membayar lebih tinggi, untuk golongan tak mampu.

Wacana tersebut pun menuai kontra di kalangan masyarakat khususnya para pengguna KRL di Kota Depok, yang setiap hari menggunakan jasa transportasi tersebut untuk beraktifitas bekerja.

Eni misalnya. Dia mengaku, keberatan dengan wacana tersebut. Menurut dia akan banyak orang yang beralih ke moda transportasi lain selain kereta.

"Sebenarnya keberata, kereta kan sebenarnya alternatif, paling mudah dijangkau. Kalau sekarang naik, kami mau naik apalagi. Kereta lebih cepat dan tujuan lebih cepat sampai. Kalau naik angkot memang murah, tapi waktu pasti lebih lama," katanya saat diwawancara Harian Radar Depok di Stasiun Depok Baru, Kamis (29/12).

Tidak jauh berbeda dengan Eni, pengguna KRL lainnya, Deden mengaku, kebijakan kenaikanm tarif belum saatnya diberlakukan pada tahun depan. Sebab seluruh masyarakat baru bangkit dari pandemi.

"Menurut saya belum dulu dinaikan. Karena masalah pandemi ini belum selesai. Dan kedua, kebutuhan pokok juga naik, bensin juga naik, jadi kami mohon pemerintah juga bisa melihat dampak dari kenaikan itu. Kalau bisa yang ditunda aja dulu," ujar Deden.

Sementara terkait wacana orang mampu membayar lebih tinggi untuk mensubsidi golongan tidak mampu. Deden pun mengaku tidak setuju. Menurut dia, tidak semua orang mampu bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

"Belum setuju sih saya, nanti dulu. Orang kan yang dulunya mampu, sekarang kan belum tentu mampu. Contohnya banyak orang mampu tapi beli bensinnya yang subsidi pemerintah (pertalite)," jelasnya.

Disisi lain, Warga Pancoranmas yang kesehariannya gunakan KRL, Lia mengaku, khawatir wacana subsidi tersebut akan dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk memalsukan data. Menurutnya, lebih baik kenaikan dilakukan secara merata tanpa memandang golongan mampu dan tidak.

"Belum tepat  ya, ini justru bisa menjadi celah untuk berbohong gitu. Bisa aja nanti kami mampu tapi menggunakan fasilitas yang tidak mampu," ucapnya.

Lia menambahkan, secara teknis belum mengetahui seperti apa wacana itu akan diterapkan. Jangan sampai ada pemalsuan data saat wacana itu di berlakukan.

"Contoh nya saja, kayak bantuan-bantuan pemerintah banyak yang tidak tepat, bahkan keluarganya sendiri yang di bantu. Jadi menurut saya lebih baik merata jika mau dinaikka. Jangan dibeda-bedakan," ungkap dia.

Sebelumnya, ramai diberitakan terkait adanya kenaikan tarif KRL tahun depan dari Rp3 ribu menjadi Rp5 ribu per 25 kilometer (Km). Namun, kenaikan tersebut diganti dengan skenario subsidi tarif KRL 2023 yang membebankan orang mampu membayar lebih tinggi untuk mensubsidi golongan tak mampu.

Tarif KRL nantinya akan mengalami perubahan sistem lewat skema subsidi tepat guna via tiket kartu. Pembayaran tarif KRL via kartu ini nantinya akan diterapkan lewat skema subsidi terbatas. Dimana golongan mampu dan tidak mampu akan diambil dari data Kemendagri atau Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.

Sementara, Corporate Secretary KAI Commuter, Anne Purba menekankan, belum ada kepastian tarif KRL khusus bagi pengguna yang tergolong kaya. Sebab KCI masih menggunakan Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor 354 Tahun 2020 tentang Tarif Angkutan Orang Dengan Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi Untuk Melaksanakan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation/ PSO).

“Selama aturan belum diganti, aturan sama akan tetap digunakan Mas. Jadi saat ini kami masih tarif sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 354 Tahun 2020,” tegas dia.

Perlu diketahui sampai saat ini, KAI masih menggunakan besaran tarif perjalanan commuterline Jabodetabek sebesar Rp3 ribu untuk 25 km pertama, dan ditambahkan Rp1.000 untuk perjalanan setiap 10 kilometer berikutnya. “Besaran tarif tersebut telah berjalan lebih dari lima tahun terakhir ini,” tegas dia.

Anne menyampaikan, sampai saat ini terkait rencana penyesuaian tarif commuterline, KAI Commuter terus melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Regulator. Khususnya Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Pehubungan terkait rencana penyesuaian tarif ini, baik waktu dan besaran serta skema penyesuaian tarifnya.

“KAI Commuter masih terus fokus dalam pelayanan meningkatkan pelayanan bagi penggunanya,” kata Anne.

Di lokasi terpisah, Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarna mengungkapkan, memang pemerintah dengan berbagai pihak telah merencakan kenaikan tarif KRL sejak 2018. Namun selalu terkendala, misalnya waktu saat pandemi sehingga tidak bisa diterapkan.

“Pembahasan terakhir sih, kenaikan tarif Rp2 ribu untuk 25 kilometer, itu saja kenaikannya, tidak ada penambahan tarif lainnya lagi. Saat ini saya belum tahu pasti tarif kenaiakan yang pasti berapa,” tutupnya. (arn/rd)

Jurnalis : Arnet Kelmanutu

Editor : Fahmi Akbar 

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB