BERDUKA: Sejumlah santri memanjatkan doa di hadapan makam KH Hasyim Muzadi, kemarin (16/3). Sang kyai sempat menyampaikan pesan khususnya kepada santri. Foto:Ahmad Fachry/Radar Depok
Ada pesan khusus dari KH Hasyim Muzadi yang selalu terngiang di pikiran para santri Al-Hikam di Kelurahan Kukusan, Kecamatan Beji, Kota Depok ini. Salah satu yang diingat santri, sebelum wafat Kyai Hasyim sempat menunjukkan lokasi liang lahat (makam) tempat dia ingin dimakamkan bila telah tiada. Seperti apa wasiat itu?
Laporan: Muhammad Irwan Supriyadi
Kamis (16/3) pagi sekitar pukul 06.15 penghuni Pondok Pesantren Al-Hikam di Kelurahan Kukusan, Kecamatan Beji, Kota Depok dikejutkan dengan kabar wafatnya pendiri ponpes tersebut, yakni Kyai Hasyim Muzadi.
Kyai Hasyim merupakan salah satu ulama besar di Indonesia. Banyak kenangan yang diingat oleh para santri dan murid-muridnya yang tersebar di pelosok nusantara.
Direktur Ponpes Al-Hikam Kota Depok, Arif Zamhari menuturkan, sebelum wafat Kyai Hasyim berkeliling di kawasan ponpes seperti biasanya sambil duduk di atas roda dorongnya. Tepat di salah satu sudut ponpes, Kyai Hasyim mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah lahan kosong tepat di samping Sekolah Tinggi Kulliyatul Quran yang berada di lingkungan ponpes Al-Hikam. Kyai Hasyim berbisik pelan namun pasti meminta bila telah tiada ingin dimakamkan di lahan itu.
“Bagi kami itu isyarat, kyai bilang ingin dimakamkan di sana. Harapannya agar santrinya membaca Alquran bisa terdengar dan mendoakan,” kata Arif kepada Radar Depok, mengenang pesan Kyai Hasyim
Sambil duduk, Arif melanjutkan, almarhum tidak menginginkan dimakamkan di tempat umum dan di Kota Malang. “Pesan itu belum sampai sebulan disampaikan ke saya," kata Arif yang juga menantu Kyai Hasyim.
Suasana semakin ramai di lokasi kediaman almarhum, namun jenazah saat itu belum tiba di lokasi. Tampak sejumlah tamu terus berdatangan. Selain itu, Arif menceritakan pesan lainnya Kyai Hasyim tulis di pintu kamar rumah di Kota Depok dan Malang. Salah satunya, meminta diselesaikan pembangunan gedung yang berada di kawasan pondok pesantren untuk para kader Nahdlatul Ulama (NU) belajar.
"Hidup bapak untuk mendidik bangsa di negeri ini dan hidupnya untuk pondok pesantren. Bahkan sering bolak- balik Depok ke Malang buat mengajar," katanya.
Masih di lokasi, salah satu santri Kyai Hasyim, yaitu Aan Humaidi mengaku sangat kehilangan sosok kyai yang selalu humoris kepada santrinya. Bahkan, sampai buat tertawa di setiap pertemuan.
Namun, Aan mengatakan, ada hal yang sampai meninggal dunia belum kesampaian yaitu ingin sekali bertemu awak media yang bertugas di Kota Depok. Sebab, almarhum mengetahui kerja wartawan bekerja keras di lapangan dan sering dimarahi pula. Apa lagi dari hasil yang tidak seberapa.
"Saya tuh pengen ketemu wartawan dan tahu kondisi wartawan sudah kerja keras dan dimarahi juga. hasilnya tidak seberapa. Saya ingin memberikan pengajian untuk ketenagan hati dan sambil makan bersama," kata Aan menirukan Kyai Hasyim.
Selain itu, Aan yang berprofesi sebagai guru di salah satu pondok pesantren Kota Depok ini menyatakan, Kyai Hasyim selalu meyuarakan bahwa Islam itu agama rahmatan lil alamin. Bahkan dirinya pernah, mengikuti kyai saat kerusuhan di Maluku sekitar tahun 2012. Almarhum di sana diundang oleh gerejawan untuk mengisi acara dihadapan umat kristiani. Suasana yang tadinya mencekam, kata Aan menjadi adem. “Sampai kyai pernah bilang kita harus menjunjung tinggi persaudaraan dan Islam agama rahmatan lil alamin, dan bukan teroris," tandasnya.
Terpisah, putra sulung Kyai Hasyim, Abdul Hakim Hidayat mengatakan ayahnya merupakan sosok yang sempurna. Abdul menyebut meneruskan ponpes adalah wasiat ayahnya pada anaknya. "Dia menyampaikan kepada putranya untuk meneruskan pondok pesantren. Pondok pesantren ini yang sudah dikelola oleh beliau dengan baik," kata Abdul usai pemakaman.
"Saya sebenarnya tidak pantas yang menilai orang tua sendiri. Tapi beliau adalah sosok ayah yang sempurna kami sebagai anak merasa bersyukur menjadi anak beliau," lanjutnya.
Abdul mengungkapkan banyak sekali kenangan yang tidak terlupakan dengan sang ayah. Sikap sederhana dan menegur anaknya dengan humor salah satunya. "Banyak sekali karena beliau itu marahnya dalam bahasa yang sederhana marah kepada anak-anaknya juga dengan humor. Tidak seberapa memang tapi sangat mengena di hati," ungkapnya.
"Nggak ada itu nggak ada. Itu wilayah tersendiri kami sebagai putra-putra hanya diminta untuk meneruskan pondok pesantren dan mohon doanya untuk itu," pungkasnya. (*)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Terkini
Minggu, 21 Desember 2025 | 20:27 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 13:41 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 07:00 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 06:00 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 18:26 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 18:06 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 07:00 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 06:30 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 06:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 22:41 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 15:10 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 07:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 07:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 06:00 WIB
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:14 WIB