Senin, 22 Desember 2025

Kesra Guru Berkurang

- Senin, 10 April 2017 | 12:39 WIB
    HARUS LEBIH BAIK : Aktivitas sejumlah siswa di salah satu SMA Negeri Kota Depok. Stakeholder pendidikan di Kota Depok berharap alih kelola SMA dan SMK ke provinsi dapat membawa perubahan yang lebih baik. Foto:Ahmad Fachry/Radar Depok Kewenangan pendidikan SMA dan SMK saat ini telah beralih pengelolaannya dari Kabupaten/Kota ke Pemerintah Provinsi. Dan hal ini tengah menjadi sorotan publik. Alasannya, banyak sektor yang terkena dampak dari peralihan pengelolaan ini. Mulai dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), jumlah guru, hingga tambahan penghasilan bagi para guru. Lantas, seperti apa pengaruhnya di Kota Depok? Paling menjadi sorotan dari alih kelola SMA dan SMK ini adalah penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Diketahui, sebelumnya dikelola Pemkot Depok bantuan dana BOS nilainya Rp2 juta berasal dari APBD, dan Rp200 ribu dari provinsi Jawa Barat (Jabar) per siswa per tahun. Dan ketika dialih kelola provinsi dana BOS dari APBD Kota Depok hilang, sedangkan bantuan dari provinsi naik menjadi Rp700 ribu. Menyikapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok Muhammad Thamrin menyebutkan, kebijakan alih kelola SMA dan SMK didasarkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, yaitu didelegasikan kewenangannya dari kabupaten/kota sekarang menjadi kewenangan provinsi adalah pengelolaan Pendidikan Menengah, dalam hal ini SMA dan SMK. Thamrin menegaskan, kondisi saat ini SMA dan SMK di Kota Depok sejak Januari hingga April 2017 sudah tidak mendapatkan bantuan APBD Kota Depok, semuanya telah diserahkan ke provinsi. Artinya pemkot tidak menganggarkan lagi kebutuhan SMA dan SMK Negeri. “Sebelumnya Kota Depok mendapat sentuhan Rp2 juta (dari APBD Depok, Red), sekarang provinsi hanya mampu Rp700 ribu, dan dari dana BOS pusat Rp1,4 juta. Semuanya per siswa per tahun,” ungkap mantan Sekretaris DPRD Kota Depok ini. Selain itu lanjut Thamrin, dengan kondisi ini SMA dan SMK banyak kekurangan untuk menutupi operasional tersebut. Seperti melakukan sumbangan kepada orang tua siswa, ada juga yang pendekatan kepada CSR. Thamrin mengingatkan, mekanismenya tetap harus berpedoman kepada PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan dan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016. Sehingga bila nanti ada pungutan atau pun sumbangan semua sudah mengacu kepada ketentuan peraturan tersebut. Thamrin mengatakan, jangan sampai dalam menutupi operasional sekolah tidak ada berita acaranya. Kemudian, harus disepakati semua orang tua siswa, dan dituangkan ke dalam RKAS sekolah. “Kebutuhan apapun, semuanya harus tertuang dalam rencana kegiatan anggaran sekolah. Dalam menutupi kekurangan operasional sekolah diharapkan tidak membebani siswa yang kurang mampu atau siswa miskin,” tegas Thamrin kepada Radar Depok. Dampak lain yang dirasakan dari alih kelola ini yaitu kesejahteraan guru. Dari APBD Kota Depok guru SD, SMP, dan SMA Negeri dulu mendapatkan tambahan penghasilan Rp1 juta. Namun, sekarang di provinsi anggaran ini malah turun menjadi Rp600 ribu. Itu artinya, dana tunjangan kesejahteraan (Kesra) guru berkurang Rp400 ribu. Thamrin menduga hal tersebut karena kesalahan dalam penganggaran. Ia berharap, provinsi bisa mencermati hal ini. Karena pada awalnya pemprov berjanji akan memberikan dana seperti apa yang diberikan pemkot Depok. “Semoga di tahun anggaran bisa ada perubahan, sehingga nanti sama untuk kesejahteraan bagi guru di SMA, SMP, dan SD di Kota Depok,” harap Thamrin. Disdik Kota Depok kemudian menyiapkan sejumlah solusi guna menghadapi permasalahan dari dampak alih kelola ini. Seperti mengajukan usulan pembenahan terkait sarana dan prasarana serta kebutuhan lain yang menunjang proses pembelajaran di sekolah.  Misalnya untuk SMA yang belum memiliki sarana prasarana, yaitu SMA Negeri 11, 12, dan 13, kemudian SMK Negeri 3 dan 4. “Kami sudah melakukan usulan kebutuhan ini kepada Provinsi Jabar, dengan harapan masuk dalam APBD 2018 di provinsi untuk dilakukan pembenahan sarana prasarana. Dan provinsi bisa menyamakan sebelumnya yang dilakukan pemkot Depok,” kata Thamrin. Terpisah, Anggota Komisi D DPRD Kota Depok, Hafid Nasir menilai, alih kelola SMA dan SMK dari kabupaten/kota ke provinsi yairu berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sudah barang tentu memberikan dampak positif maupun negatif pada pelaksanaan di masa transisi ketika kebijakan ini dijalankan. Hafid menyatakan, angka Partisipasi Kasar (APK) SMA dan SMK tingkat Jawa Barat adalah 76.45 persen, sementara APK SMA dan SMK di Depok 81.75 persen. Ada beberapa kota di Jawa Barat yang nilai APK SMA/SMK nya sudah di atas 100 persen. Ini menjadi tantangan provinsi untuk bisa melakukan pemerataan di jenjang SMA dan SMK sejak diberlakukan pembagian pengelolaan pendidikan. Yaitu pemerintah pusat mengelola pendidikan tinggi, pemerintah provinsi mengelola pendidikan menengah dan pemerintah kota/kabupaten mengelola pendidikan dasar. Hafid menilai, kota/kabupaten yang memiliki anggaran APBD besar, jumlah sekolah berikut sarana prasarana lainnya sudah imbang dengan jumlah kepadatan penduduk untuk anak di usia belajar. “Mungkin bisa dirugikan ketimbang ada kota/kabupaten yang kondisinya berbeda, APBD rendah sementara jumlah sekolah dan sarana prasarana lainnya masih belum bisa menampung jumlah penduduk untuk anak di usia belajarnya,” kata Hafid kepada Radar Depok. Dampak positif dari alih kelola SMA dan SMK ini, seperti pengelolaan pendidikan bisa lebih fokus dan efisien. Sejak otonomi daerah sebagian besar urusan pendidikan banyak dikelola oleh kota/kabupaten, sementara provinsi hanya sedikit atau kurang fokus terhadap kebutuhan di lapangan. Dan masing-masing pemerintah baik di provinsi atau kota/kabupaten dapat dengan efisien mengalokasikan anggarannya sesuai jenjang yang menjadi tanggung jawab mereka. “Positifnya ada penghematan anggaran di kota/kabupaten, karena sudah berbagi dengan provinsi, sehingga diharapkan kota/kabupaten lebih fokus pembangunan sekolah dan penyediaan sarana prasarana lainnya di tingkat PAUD, SD dan SMP,” terang Hafid yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pendidikan Kota Depok. Selain itu, dampak positif lainnya pemerataan sekolah semua jenjang dapat segera direalisasikan di kota/kabupaten. Meskipun APK SD di Depok sudah diatas 100 persen, namun penyebaran sekolahnya tidak merata sehingga masih ada wilayah yang penduduknya padat, ketersediaan sekolahnya belum cukup.             Kemudian pengelolaan satuan pendidikan khususnya yang berada di daerah perbatasan kota/kabupaten dapat diseragamkan kebijakannya sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial seperti masyarakat perbatasan khususnya yang tidak mampu dapat mengakses sekolah terdekat dan dapat menyelesaikan permasalahan putus sekolah di kota/kabupaten. “Meminimalisasi potensi KKN di dunia pendidikan. Baik pada saat penerimaan siswa didik baru, rotasi mutasi tenaga pendidik, pengangkatan kepala sekolah dan perpindahan siswa lintas sekolah beda kota/kabupaten pada saat peralihan semester atau semester sedang berjalan. Artinya dengan dialihkan ke propinsi peluang untuk kolusi dan nepotisme menjadi kecil peluangnya,” tegas Hafid. Alih kelola ini juga dapat menyelesaikan permasalahan kekurangan tenaga pendidikan pada mata pelajaran tertentu di kota/kabupaten. Sehubungan masih diberlakukannya moratorium oleh pusat, kendala kekurangan tenaga pendidikan bisa diselesaikan dengan catatan provinsi punya data guru dan data sekolah yang valid, sehingga ketika dilakukan rotasi tidak menyisakan masalah di sekolah asal dimana guru dipindahkan lintas kota/kabupaten. “Negatifnya, tidak terjalin komunikasi yang bagus di masa transisi peralihan wewenang ini antara provinsi dan kota/kabupaten,” tutur Hafid. Ia menyontohkan, besar tunjangan BOS yang berbeda di SMA/SMK sebelum alih kelola dan sesudahnya. Ini jadi permasalahan karena tunjangan BOS menjadi lebih kecil meskipun ada solusi bantuan keuangan dari kota/kabupaten ke provinsi, kemudian jadi hibah turun lagi ke kota/kabupaten. Kemudian, kenaikan besaran tunjangan honor untuk guru-guru SMA/SMK di samaratakan untuk semua kota/kabupaten, ini menimbulkan kecemburuan sosial karena jumlah jam mengajar diantara guru honor berbeda-beda. (gun)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X