Senin, 22 Desember 2025

Pansus Sidak 'Rumah Sekap' KPK di Depok

- Jumat, 11 Agustus 2017 | 09:00 WIB
RADAR DEPOK.COM – Rencananya hari ini (11/8) Pansus Angket KPK akan menelusuri dan mendalami keberadaan rumah sekap (Safe House) KPK versi Niko Panji Tirtayasa alias Miko. Salah satu rumah sekap yag dimaksud disebut berada di Jalan Boulevard, Kota Depok. Ketua Pansus Angket KPK DPR RI, Agun Gunandjar Sudarsa menegaskan, langkah tersebut diambil guna menindak lanjuti pengakuan Miko selaku saksi KPK sekaligus saksi Pansus Angket KPK DPR. Hingga saat ini lanjut Agun, pihaknya masih mengomunikasikan dengan kepolisian untuk mendapatkan agenda waktu mengunjungi lokasi rumah sekapnya Miko. “Kami tinggal menunggu, mudah-mudahan segera bisa dilakukan,” kata Agun. Miko dikenal saat menjadi saksi dalam kasus suap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dalam kasus suap Pilkada Banten. Dalam kasus itu, Miko meminta perlindungan KPK karena jiwanya merasa terancam. Belakangan, Miko didampingi kuasa hukumnya, Firdaus melaporkan penyidik KPK ke polisi yang pernah menangani kasus itu. Laporan dilakukan Miko antara lain karena penyidik KPK dinilai Miko memaksa orang memberi keterangan di bawah sumpah palsu. Terpisah, Anggota Pansus Angket KPK, Arteria Dahlan menjelaskan, pihaknya akan tetap melakukan pengecekan terhadap dua rumah yang diduga menjadi tempat penyekapan oleh KPK kepada para saksi di Kota Depok dan Kelapa Gading. Pansus akan berangkat dari DPR menuju kedua lokasi itu, Jumat (11/8) dan memintai keterangan terkait kebenaran peruntukkan 'safe house' oleh KPK itu. "Kami akan tetap berangkat. Ini kan baru informasi awal saja. Kami akan lakukan pengecekan, apa benar apa tidak. Kalau benar, KPK harus mau dievaluasi," jelasnya. Pansus, lanjut Arteria, mendapat informasi kedua lokasi itu dari Miko yang sempat disekap oleh KPK selama beberapa waktu di 'safe house' dan tidak dapat berinteraksi dengan pihak luar. Terlebih, menurutnya, 'Safe House' oleh KPK adalah sebuah hal di luar hukum dan tidak ada di dalam peraturan KPK. Hanya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang dapat memiliki 'safe house'. "Di aturan jelas kok hanya LPSK yang boleh melindungi saksi dan korban. Bukan KPK atau lembaga penegak hukum lainnya. Kalau paham aturan, seharusnya safe house oleh KPK tidak perlu ada," tegasnya. Sementara itu, KPK meminta Pansus Angket bentukan DPR agar bisa membedakan istilah safe house dengan rumah sekap, seperti yang disampaikan salah satu saksi perkara suap, Niko Panji Tirtayasa. Hal itu disampaikan KPK merespons rencana Pansus Angket KPK yang bakal mengunjungi rumah aman atau safe house KPK. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, pihaknya tak mengenal istilah rumah sekap. Dia meminta Pansus Hak Angket bisa memakai akal sehat dalam membedakan istilah safe house dengan rumah sekap yang diklaim oleh Niko. "Selain memang sebelumnya enggak ada rumah sekap, adanya safe house. Harusnya akal sehat bisa bedakan," kata Febri kepada awak media, Kamis (10/8). Febri menyarankan Pansus tak hanya mendengarkan keterangan dari Miko soal klaim rumah sekap. Istilah itu dianggap sengaja digunakan untuk melemahkan KPK. Febri mengakui, Miko sempat dilindungi penyidik dengan ditempatkan di suatu tempat yang aman alias safe house. Perlindungan itu, lanjutnya, diberikan setelah Miko merasa mendapatkan intimidasi sewaktu menjadi saksi perkara dugaan suap sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Kasus suap yang menyeret Miko sebagai saksi tersebut, menjerat mantan Ketua MK Akil Mochtar dan paman Miko yakni, Muchtar Effendi. "Iktikad baik KPK untuk melindungi saksi, diputarbalikkan jadi disebut penempatan di rumah sekap. Tidak semua orang di Pansus terima mentah-mentah, metode berpikir perlu itu," kata Febri. Febri mengingatkan semua pihak untuk bisa membedakan pengertian safe house yang sebenarnya dengan klaim Miko yang menyebut rumah sekap. "Yang ada adalah safe house, jangan sampai para anggota Dewan gagal menyampaikan mana safe house dan rumah sekap," kata Febri. Dikonfirmasi secara terpisah, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif mengatakan seharusnya Pansus Hak Angket tidak meributkan mengenai rumah aman KPK. Hal itu merupakan rahasia negara sebagaimana diatur dan dijamin oleh undang-undang. "Tindakan pansus seperti itu akan merugikan upaya perlindungan saksi dan korban di masa mendatang," kata Laode melalui pesan singkat. Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, saksi atau pelapor yang nyawanya terancam wajib dilindungi dalam rumah aman yang dimiliki KPK. Hal itu adalah amanah Pasal 15 huruf a Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang menyebutkan KPK wajib memberi perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan atau memberikan keterangan ihwal terjadinya pidana korupsi. Terlepas dari pemaknaan rumah aman yang dipersoalkan Pansus Angket KPK, Edwin mengatakan bahwa saksi yang ditempatkan dalam safe house statusnya terlindung, baik itu saksi, korban maupun pelapor dalam kondisi khusus yang sangat terancam keselamatan jiwanya. "Karena itu ada konsekuensinya, komunikasi terlindung dengan pihak lain tentu akan dibatasi," kata Edwin. Diketahui, sampai saat ini LPSK melindungi saksi dan pelapor yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK. "Oleh sebab itu, rumah aman menggunakan standar yang tinggi, berbeda dengan rumah pada umumnya," ujarnya. (tbn/viv/gun)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X