FACHRY/RADAR DEPOK
TERKATUNG-KATUNG: Rumah Yopi yang beralamat di Jalan Palakali RT02/08, Kelurahan Kukusan, Kecamatan Beji, yang berjarak 10 meter dari lahan yang sudah dibebaskan dan siap dibangun, masih berdiri kokoh.
Pembangunan Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) masih berjalan. Saat ini progres pembangunan telah mencapai Kelurahan Kukusan, Kecamatan Beji. Namun, masih terdapat polemik yang belum selesai dari pembangunan jalan tol tersebut. Salah satunya pembebasan lahan milik warga RT02/08.
LAPORAN: INDAH DWI KARTIKA
Yopi masih bertahan di rumah yang telah ditinggali puluhan tahun. Karena harga yang ditawarkan belum sesuai dengan kesepakatan.
Karenanya, sampai saat ini lahan rumahnya belum dibebaskan, padahal hanya berjarak lima meter saja pembangunan jalan tol sudah berlangsung dengan jarak kurang lebih sepuluh meter ke kanan dari rumahnya.
“Ini sampai sekarang masih belum dibebaskan. Yang sudah dibebasin sudah dirobohkan dan mulai dikerjakan pembangunan jalan tolnya. Bangunan atau tanah yang masih berdiri belum dibayar oleh pihak sana, katanya mereka belum punya uangnya,” ujar Yopi.
Keputusan harga pun dinilai belum memenuhi kriteria yang dia minta. Pihak tol masih mematok harga tanah tahun 2015 dengan permeternya paling rendah Rp6,9 dan paling tinggi Rp24,5 juta.
“Harga harus sesuai. Tidak murah, tidak juga terlalu mahal. Harus dipikirkan yang akan pindah, beli tanah lagi dan mencari tanah di Depok itu sudah mahal. Belum lagi yang punya usaha, belum tentu akan mendapat tempat yang strategis nantinya untuk usaha,” katanya.
Soal harga, Yopi mengikuti teman-teman lainnya. Ia ingin harga yang diberikan dari pihak Tol Cijago dengan kesepakatan bersama dengan pemilik tanah.
“Kami meminta sepantasnyalah. Kalau masalah harga kami mengikuti teman-teman yang lain yang penting kesepakatan,” ujarnya.
Terpisah, Ketua perembukkan pembebasan lahan Jalan Tol Cijago untuk wilayah Kelurahan Kukusan, Syamsuddin mengatakan, di wilayahnya masih terdapat 30 lahan yang belum dibebaskan.
Ia merasa kecewa pihak Tol Cijago tidak berembuk dengan warga perihal harga pembebasan lahan.
“Di sini masih sekitar 30 lahan lagi yang belum. Selama ini tidak ada kesepakatan antara warga dengan panitia pembebasan lahan Tol Cijago. Tapi sekarang kami dikonsinyasi di Pengadilan Negeri Depok,” ujar Syamsuddin.
Ia mengatakan, masyarakat meminta prosedur yang jelas terkait proses pembebasan lahan dengan cara musyawarah dan bertemu tatap muka secara langsung dengan melibatkan warga yang terkena pembebesan lahan dan pihak Tol Cijago.
“Kami hanya ingin prosedur yang benar terkait pembebasan, yaitu musyawarah. Dimusyawarahlah, kami bisa menyampaikan apa yang kami inginkan mengenai harga. Tentunya dengan data-data valid atau bukti penjualan harga sekitar. Sehingga didapat harga pasar bukan by phone atau tanya-tanya lewat telepon kemudian dijadikan harga pasar atau apprisial tahun 2015,” katanya.
Menurut Syamsuddin, sistem appraisal 2015 masih sarat dengan sistem zona yang sudah dilarang atau tidak boleh digunakan.
Salah satu ciri zona atau zonasi adalah perbedaan harga yang jomplang. Appraisal 2015 harga terendah Rp6,9 juta permeter dan tertinggi Rp24,5 juta permeter.
“Nah, harga mana yang mau dijadikan patokan? Kemudian di Maret atau April 2016 lalu yang tertinggi direvisi menjadi Rp8 juta permeternya. Profesionalkah appraisal tersebut?” katanya.
Ia berkata, menurut Real Estate Indonesia (REI) Kota Depok, kenaikan property di Depok mencapai 30 persen pertahunnya. Merujuk data itu, ia dan masyarakat meminta disesuaikan dengan tahun pembebasan lahan.
“Ya harus disesuaikan karena masa berlaku penilaian atau appraisal itu maksimal 12 bulan. Apalagi dari PPH Kejaksaan Agung pada saat rakor di Hotel Santika, 30 Januari 2017 lalu, menyarankan panitia pembebasan agar dilakukan appraisal ulang secepatnya. Namun hingga saat ini belum,” katanya.
Sebelum menetapkan appraisal untuk pembebasan lahan, terlebih dulu panitia pembebasan lahan harus mencabut penetapan konsinyasi di Pengadilan Negeri Depok.
“Saya harap ini dapat terselesaikan dengan baik sesuai dengan hukum, dan permintaan masyarakat. Dapat mencapai kesepakatan, baik dari pihak warga maupun panitia pembebasan lahan. Sehingga tidak ada yang dirugikan,” kata Syamsuddin. (*)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Terkini
Minggu, 21 Desember 2025 | 20:27 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 13:41 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 07:00 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 06:00 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 18:26 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 18:06 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 07:00 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 06:30 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 06:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 22:41 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 15:10 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 07:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 07:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 06:00 WIB
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:14 WIB