FOTO: Profesor Hadi Susilo Arifin
Pengamat Tata Kota
DEPOK – Pembangunan di Kota Depok di sejumlah bidang mulai menunjukan perubahan, meski pun di sisi lain masih banyak yang harus dibenahi. Kota yang berdekatan dengan DKI Jakarta ini, semakin menarik untuk dibahas terutama terkait sarana prasarana pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, Sumber Daya Manusia (SDM), hingga sosial budaya.
Terkait hal ini, Pengamat Tata Kota, Profesor Hadi Susilo Arifin menilai, berhasilnya pembangunan sebuah kota sebenarnya tidak lepas dari tiga indikator. Yakni, pembangunan sosial budaya, lingkungan (bio-fisik), dan ekonomi.
Permasalahnnya, banyak kota yang mengutamakan indikator ekonomi lebih dulu dan atau fisik lingkungan ketimbang sosial budaya. Padahal lanjut Prof Hadi, jika pembangunan kota didasari dengan pembangunan sosial budaya, diharapkan etika, norma-norma serta adat istiadat tetap terjaga.
“Pada akhirnya kualitas SDM akan mampu mengintegrasikan pengetahuan modern dan kearifan lokal, dan pengetahuan tradisional. Jika dilandasi spiritual yang baik (termasuk pemahaman terhadap agama), bisa menjadi basis yang kuat dalam pembangunan kota,” ungkap Prof Hadi kepada Radar Depok.
Bagaimana dengan Kota Depok? Prof Hadi mengatakan, kualitas SDM adalah indikator utama dalam pembangunan bangsa, termasuk untuk pembangunan kota. Manakala kemampuan SDM tinggi disertai moral yang baik, pandangan hidup yang baik, kebebasan berpendapat dimaknai positif, pandangan hidup yang optimis karena pendidikannya tinggi, bebas buta aksara, dan kesehatan masyarakat memadai. Maka, sebenarnya kota bisa dibawa kemana pun arahnya demi peningkatan bio fisik lingkungan.
“Harus ada tata ruang yang benar dan dipatuhi, mau pun peningkatan ekonomi seperti kesejahteraan masyarakat, taraf hidup yang lebih baik, distribusi pendapatan yang merata, memiliki hubungan ekonomi secara regional,” kata Prof Hadi.
Selain itu lanjutnya, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi merupakan indikator yang barangkali mudah diukur. Namun, ketiganya tidak boleh lepas dari nilai-nilai non-ekonomi. Misalnya, adat istiadat, atmosfer alam sekitar, kebebasan berpendapat, dan pandangan hidup. Ini perlu dijadikan acuan agar pembangunan kota tidak lepas dari akar budayanya.
Poin pertumbuhan pembangunan di Kota Depok yang saat ini masih disoroti adalah soal transportasi. Prof Hadi menegaskan, jika ada yang berbuat pelanggaran maka harus ditindak sesuai hukum (disincentive). Tetapi, jika ada yang berbuat baik beri penghargaan (incentive). Namun, jika aturannya belum ada segera dibuat.
“Jika prasarana pengaturan lalu lintas belum ada ya segera dibangun, zebra cross yang memadai, jembatan penyebrangan yang memadai, halte dan rambu-rambu lintas yang memadai serta traffic light yang memadai,” kata Prof Hadi.
Kota Depok juga lanjutnya, perlu memperbanyak prasarana jalur pejalan kaki yang nyaman, jalur sepeda yang nyaman, jumlah memadai angkutan umum sebagai transportasi massal yang nyaman dan aman. Sehingga masyarakat diberi pilihan, salah satunya menghindari penggunaan kendaraan bermotor pribadi.
Selain itu Prof Hadi menyebutkan, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bisa dilakukan dengan mengurangi kesenjangan yang ada di lapangan. Misalnya, apakah masih ada perbedaan peran gender, kesenjangan pendidikan, kesehatan masyarakat, dan lain-lain.
“Inventarisasi lebih kondisi saat ini sehingga diketahui berapa IPM Kota Depok. Lebih tinggi atau lebih rendah dari IPM Indonesia? Sektor apa terjadi kesenjangan? Maka sektor itu perlu dibenahi dan ditingkatkan sehingga dampaknya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat bukan tinggi hanya dalam nilai Angka IPM nya saja,” tegas Prof Hadi.
Senada, Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna menilai, indikator peningkatan pembangunan sebuah kota, salah satunya Kota Depok, harus layak huni, mudah diakses untuk kepentingan masyarakat, kebutuhan dasar tercukupi, mudahnya mencari lapangan kerja, hingga terbukanya berinvestasi.
“Ini juga didukung utilitas kenyamanan, seperti terbukanya transportasi, mudahnya mendapatkan rumah, ada ruang berinteraksi, dan indikator lainnya,” kata Yayat kepada Radar Depok.
Tetapi, dari semua kondisi tersebut, solusi yang paling mudah dijalankan oleh Pemkot Depok adalah memprioritaskan hal yang mendasar. Seperti pelayanan kesehatan lebih mudah, tersedianya dokter, dan mudahnya mendapatkan pendidikan.
“Banyak indikasi juga, misalnya apakah biaya pendidikan itu tinggi, berapa tingkat kelulusan mereka. Jadi, upaya dasar itu yang perlu diperbaiki dan akan berpengaruh terhadap IPM nya,” tutur Yayat.
Selain itu, yang menarik di sebuah kota adalah daya belinya. Jika rendah daya belinya otomatis kondisi warganya masih sulit. “Yang perlu diperhatikan lagi adalah keterjangkauan investasinya, apalagi Depok dan Jakarta ini berdekatan. Ini yang bisa menjadi pilihan. Benahi pula sistem transportasi umumnya menjadi lebih baik,” terangnya. (gun)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Terkini
Minggu, 21 Desember 2025 | 20:27 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 13:41 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 07:00 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 06:00 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 18:26 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 18:06 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 07:00 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 06:30 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 06:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 22:41 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 15:10 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 07:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 07:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 06:00 WIB
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:14 WIB